Jakarta, Demokratis
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mempertimbangkan untuk memanggil mantan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas, yang juga menjabat Amirul Hajj 2024 sebagai tokoh yang ditunjuk Kementerian Agama untuk memimpin misi haji Indonesia di Arab Saudi.
Hal tersebut bergantung pada perkembangan proses penyelidikan dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) dalam pengelolaan kuota haji tahun 2024 pada masa kepemimpinan Yaqut Cholil Qoumas.
“Nanti dilihat kebutuhan dalam proses penanganan perkara ini,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, dikutip Sabtu (21/6/2025).
Budi memastikan sejumlah pihak terkait dalam kasus dugaan korupsi kuota haji tersebut pasti akan dipanggil oleh lembaga antirasuah.
“Namun tentu semua pihak yang diduga mengetahui terkait dengan konstruksi perkaranya seperti apa tentu nanti akan dimintai keterangan oleh KPK,” ucapnya.
Penyelidik KPK telah mengklarifikasi sejumlah pihak terkait kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan kuota haji tahun 2024 pada era Menag Yaqut.
Klarifikasi ini dilakukan untuk menggali informasi dan keterangan dari berbagai pihak yang diduga mengetahui alur perkara dugaan korupsi tersebut.
“Klarifikasi tentu sudah dilakukan oleh penyelidik ya untuk mendalami berbagai informasi dan keterangan yang dibutuhkan untuk mengumpulkan keterangan-keterangan dalam penanganan perkara ini,” terang Budi.
Budi enggan mengungkap identitas pihak-pihak yang telah diklarifikasi maupun konstruksi perkara yang tengah diselidiki. Termasuk saat disinggung soal sejumlah nama seperti Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah hingga Ketua Umum Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI), ia tetap irit bicara. Menurutnya, proses penyelidikan bersifat tertutup dan baru akan dipaparkan lebih terbuka saat perkara naik ke tahap penyidikan.
“Untuk tempus perkara, kemudian untuk pasal yang disangkakan tentu belum bisa kami sampaikan pada kesempatan kali ini. Karena memang prosesnya masih di tahap penyelidikan dan tentu dalam tahap penyelidikan itu KPK juga telah mengundang beberapa pihak,” ujar Budi.
Sebelumnya diberitakan, KPK tengah menyelidiki dugaan TPK dalam pengelolaan kuota haji tahun 2024 di masa Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Ada lima kelompok masyarakat yang telah melaporkan kasus ini ke KPK.
“Sebagaimana yang disampaikan Pak Plt Deputi (Plt Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu), laporan masyarakat mengenai dugaan TPK kuota haji saat ini masih dalam proses penyelidikan,” kata Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto, Jumat (20/6/2025).
Kelima pelapor tersebut adalah Gerakan Aktivis Mahasiswa UBK Bersatu (GAMBU), Front Pemuda Anti-Korupsi, Mahasiswa STMIK Jayakarta, Aliansi Mahasiswa dan Pemuda untuk Keadilan Rakyat (AMALAN Rakyat), serta Jaringan Perempuan Indonesia (JPI). Laporan disampaikan pada awal Agustus 2024.
“KPK harus melakukan pemeriksaan secara mendalam dan meluas terkait dugaan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) kuota haji karena telah merugikan masyarakat yang antre puluhan tahun,” kata Koordinator AMALAN Rakyat, Raffi, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (5/8/2024).
Alur Perkara
Menurut Raffi, perkara ini berawal dari kesepakatan dalam Rapat Panja Haji terkait Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 2024 bersama Menag Yaqut pada 27 November 2023. Rapat tersebut menghasilkan keputusan bahwa kuota haji Indonesia tahun 2024 sebanyak 241.000 jemaah, terdiri dari 221.720 jemaah reguler (92 persen) dan 19.280 jemaah khusus (8 persen).
Namun, dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VIII DPR dengan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah pada 20 Mei 2024, terungkap bahwa Kementerian Agama secara sepihak mengubah pembagian kuota menjadi 213.320 jemaah reguler (88,5 persen) dan 27.680 jemaah khusus (11,5 persen). Artinya, sebanyak 8.400 kuota dialihkan dari jemaah reguler ke jemaah khusus tanpa persetujuan DPR.
Menurut Raffi, kebijakan tersebut melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang menyatakan bahwa kuota haji khusus maksimal hanya 8 persen dari total kuota nasional. (Dasuki)