Jakarta, Demokratis
Plt Wakil Jaksa Agung RI, Asep N Mulyana mengklaim lembaganya sebagai biang kerok dari persoalan penjara yang sudah melebihi kapasitas. Dia menyebut, Korps Adhyaksa kerap melanjutkan proses hukum persoalan remeh yang berujung pada hukuman pidana penjara.
Demikian dia sampaikan ketika berbicara dalam seminar nasional yang digelar di UIN Ar-Rainy, Banda Aceh, Rabu (25/6/2025). Mulanya, dia menjelaskan alasan banyak persoalan remeh yang tetap dilanjutkan proses hukumnnya oleh para jaksa dan aparat penegak hukum lainnya.
Dia pun memberikan satu contoh kasus kecil, pencurian sendal. Asep menjelaskan, kesepakatan untuk berdamai dari pihak-pihak yang terlibat tak secara otomatis menghentikan proses hukum, bergantung pada jenis deliknya.
“Maka kalau pihak sudah bersepakat, saya sama Pak Rektor sudah cipika-cipiki, sendalnya sudah saya kembaliin ke Pak Rektor, selesai di situ. Itu disebut dengan keadilan restoratif,” jelasnya.
Asep melanjutkan, “Untuk apa lagi saya bilang, saya sudah maaf-maafan, sendalnya sudah dibalikin, APH jaksa dan sebagainya masih nanganin, itu bukan delik aduan makanya perlu diproses.”
Dia mengatakan, karena hal-hal remeh seperti ini yang tetap dilanjutkan proses hukumnnya, menyumbang menumpuknya perkara di pengadilan hingga berdampak pada kelebihan kapasitas penjara.
“Makanya perkara numpuk bisa sampai segini, karena sering kali masalah remeh-temeh kemudian diproses, dimasukkan ke peradilan, dan lebih celakanya lagi dihukum penjara. Makanya kalau hari ini bapak ibu melihat ada overcapacity, gara-gara kami-kami ini jaksa terutama, paradigmanya paradigma retributif,” ucap dia.
Asal tahu saja, berdasarkan laporan situs Sistem Database Pemasyarakatan (SDP) Publik milik Ditjenpas, jumlah penghuni rutan, lapas, dan LPP di Indonesia melebihi kapasitas yang tersedia. Penambahan kapasitas penjara di Indonesia tidak sebanding dengan peningkatan jumlah penghuni—tahanan dan narapidana.
Sebagai contoh, jumlah penghuni lapas di Indonesia sebanyak 120.309 orang pada 2015, kemudian angkanya bertambah hampir 70 ribu orang pada 19 November 2024. Sedangkan kapasitas yang tersedia hanya bertambah untuk hampir 11 ribu orang. Alhasil, jumlah penghuni lapas hampir dua kali lipat kapasitas yang tersedia.
Kasus serupa juga terjadi pada rutan. Data Ditjenpas mencatat bahwa pada kurun waktu 2015 hingga 2024, jumlah penghuni naik sebanyak 24.828 orang, sedangkan penambahan kapasitas hanya untuk 3.886 orang. (Dasuki)