Sabtu, Juli 5, 2025

Satpoldam Subang Dituding Bersikap Ambigu Terhadap Pabrik Beton Readymix PT. VUB Yang Diduga Tak Berijin dan Membiarkan Pengaduan Warga Terdampak Pencemaran Lingkungan

Subang, Demokratis

Keberadaan pendirian pabrik beton readymix PT. VUB terletak di Blok Pilar Desa/Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat yang diduga tidak berijin alias bodong juga mencemari lingkungan, Satpoldam Subang terkesan tutup mata dan bersikap ambigu.

Menurut pegiat sosial yang juga warga terdampak pencemaran lingkungan Yadi Supriadi buka suara (2/7/2025).

Mestinya lunjut Yadi, Satpoldam segera menindak pihak pelanggar Perda secara cepat dan terukur. Tak hanya sampai di situ Satpoldam harus segera merspons pengaduan dan keluhan warga terdampak, jangan bersikap ambigu dan pura-pura tuli sehingga menutup mata seolah tidak mengetahui persoalan di lapangan. Ada apakah gerangan?

Melihat fenomena ini akhirnya Yadi Supriadi bersama pegiat sosial lainnya Yanto dkk untuk kepentingan klarifikasi menggeruduk  Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Atap (DPMPTSP) dan Satuan Polisi Pamong Praja dan Damkar (Satpoldam) Subang, (2/7/2025).

Awak media saat  membersamai kunjungan Yadi dkk menyambangi DLH dilayani staf Bidang Wasdal Lingkungan Pidi. Menurut pengakuan Pidi, bila instansinya sudah menerbitkan dokumen yang diperlukan perusahaan seperti UKL/UPL, ijin lingkungan dll.

Namun sangat disayangkan ketika warga meminta salinan/copy dokumen terkait perijinan malah mendapat respons kurang elok. Pihak DLH melalui Kabid Wasdal Lingkungan Ica menyebut dokumen lingkungan hidup sebagai dokumen “rahasia negara” dan tidak bisa dibuka.

Yadi menyesalkan atas respons pejabat DLH tersebut, ia menuding bila pejabat itu terkesan tidak faham mendefinisikan dokumen rahasia Negara seperti diatur  di UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP).

Diuraikannya bila informasi yang termasuk katagori yang dikecualikan (baca: dokumen rahasia negara) termaktub Pasal 17 UU KIP di antaranya informasi yang apabila dibuka dapat menghambat proses penegakan hokum; dapat mengganggu kepentingan perlindungan hak atas kekayaan inteletual dan perlindungan dari persaingan usaha tidak sehat; dapat membahayakan pertahanan dan keamanan negara; dapat merugikan ketahanan ekonomi nasional; dapat merugikan kepentingan hubungan luar negeri.

Yadi menilai statement pejabat DLH itu keliru, sehingga dianggap mengangkangi UU KIP jo pasal 52 dan terancam dipidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp.5.000.000,- (Lima juta rupiah).

Beranjak dari ketertutupan instansi ini Yadi dkk melayangkan surat pengaduan kepada instansi terkait tertanggal 2 Juli 2025,  berisi diantaranya meminta transparansi proses normatif tarkait perijinan baik SIPA, Penyusunan UKL-UPL dll. Pengaduan itu sendiri bukan tanpa dasar, mereka beralasan dari aktifitas produksi perusahaan menimbulkan kebisingan, polusi debu yang pekat, sehingga membuat lingkungan warga menjadi sangat tidak layak dan dikhawatirkan menimbulkan penyakit Ispa.

Seperti diutarakan Yanto dirinya menyaksikan dengan mata kepala sendiri bila kendaraan angkutan PT. VUB saat beroperasi di lapangan kerap di luar ketentuan jam pembatasan operasional kendaraan angkutan barang. Hal itu pula lanjut Yanto yang menjadi pemicu gangguan dan pencemaran lingkungan warga, lantaran selain menimbulkan kebisingan juga bertebarannya debu-debu pekat. “Itu sudah melanggar Perbup No. 21 Tahun 2025, karena menurut ketentuannya jam-jam operasi kendaraan hari Senin-Jumat pukul 05.00-09.00 WIB dan pukul 16.00-20.00 Wib, pada hari Sabtu-Minggu pukul 05.00-21.00 WIB, sementara jenis kendaraan yang diatur yakni dengan konfigurasi roda 2 depan dan 4 atau 8 roda belakang,” ujarnya.

Masalah lainnya yang menjadi tuntutan dalam pegaduan itu pengelolaan air sisa produksi minta dibenahi. Seperti diketahui perusahaan beton readymix membutuhkan banyak air untuk kepentingan produksi. Namun air limbahnya khususnya air semen meluber, lantaran sistim pengelolaannya tidak sesuai standar.

“Pihak Dinas Lingkungan Hidup (LH) konon sudah sempat mengingatkan perusahaan untuk membuat kubangan penampungan air, tetapi pembuatan kubangannya  tidak sesuai standar yang berlaku, dampaknya lingkungan menjadi tidak sehat,” ujar Yanto.

Terkait izin operasional, Yadi dkk telah melakukan klarifikasi ke Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Atap (DPMPTSP) Subang. Hasilnya, menurut keterangan Sopyan bidang Wasdal, dokumen yang tercatat di OSS (Online Single Submission) baru perijinan Nomor Induk Berusaha) terbit tanggal 25 Oktober 2025 seraya memperlihatkan di kaca layar monitor.

“Dengan demikian dapat disimpulkan pihak perusahaan belum memiliki instrument ijin lainnya yang dipersyaratkan untuk bisa beroperasi. Dampak belum dimilikinya ijin operasional artinya pihak perusahaan belum membayar pajak yang menjadi kewajibannya. Sehingga berpotensi merugikan pemerintah,” ujarnya.

Untuk mencari tahu sejauh mana pihak perusahaan mentaati segala kewajiban yang dipersyaratkan pendirian perusahaan, warga telah menempuh berbagai jalur termasuk berkomunikasi dengan Satpol PP, namun hingga kini keberadaan perijinan perusahaan pabrik readymix beton masih simpang siur.

Saat beraudensi dengan bidang Gakdakum Satpoldam yang diterima PPNS Endang beserta jajaran (2/7) di ruang kerjanya, Yadi mempertanyakan upaya apa menyikapi persoalan pabrik beton readymix dimaksud, dijelaskan Endang sudah mendampingi DLH ke lapangan mengecek keberadaan lapangan. Ketika ditanya apa saja instrument perijinan yang sudah ditempuh pihak perusahaan, Endang menolak menjelaskan, pasalnya menurut dia informasi yang diminta bukan domine (baca: kewenangan) instansinya. “Kan kita sudah sampaikan, yang berhak memberikan keterangan itu dua instansi pak, di antaranya DPMPTSP dan DLH,” tandasnya.

Tak hanya itu  pihaknya juga menyesalkan, kenapa warga terdampak tidak menyampaikan keiinginanya tidak sejak awal didirikannya perusahaan? Tanyanya.

Tapi pada prinsipnya bila warga terdampak yang mengadu menginginkan pihak perusahaan menutup sementara, hingga terpeuhinya persyaratan perijinan, Endang menyatakan bersedia dengan syarat keinginan warga diketahui Ketua RT, RW dan Kepala Desa stempat.

Pernyataan Endang diamini Kabid Gakdakum Saefulloh saat dihubungi via telepon selulernya (3/7). Pihaknya bersedia akan menutup sementara jika kelak diketahui perijinan belum terpenuhi dan aspirasi pengadu benar-benar murni tidak ditunggangi kepentingan pihak lain yang hendak memanfaatkan situasi itu. Ujarnya.

Respon Satpoldam yang dinilai tidak/kurang respek terhadap keresahan warga terdampak dan perusahaan yang diduga melanggar Perda  menurut Yadi tidak elok dan dianggap tidak loyal terhadap pimpinannya, padahal Bupati Subang  Reynaldi Putra Andita BR dalam suatu kesempatan rapat sudah menginstruksikan, dan menekankan pentingnya transparansi informasi dan respon cepat terkait penanganan aduan masyarakat, bukannya malah terkesan menghindar dari tanggung jawab. Tandasnya.

Terkait hal itu Bupati minta setiap perangkat daerah dan kecamatan untuk menunjuk  satu PIC admin media sosial, guna menyampaikan progres tindak lanjut aduan secara rutin dan terstruktur. “Bukan untuk pamer, tapi masyarakat perlu tahu bahwa pemerintah bekerja. Ini bagian dari keterbukaan Informasi publik,” ujarnya menirukan statement Bupati. (Abh)

Related Articles

Latest Articles