Oleh Serosa Putra
Kerugian keuangan dan kehidupan manusia yang tidak tergantikan menciptakan sebaran baru virus Corona dari China, yang telah menghentakkan dunia, termasuk kredibilitas China di dunia. Hal ini disebabkan oleh langkah yang sembrono dan menyebabkan bencana membuat virus mematikan menyebar kemana-mana.
Presiden Amerika Donald Trump dengan tegasnya menyatakan bahwa dunia membayar harga yang mahal atas tindakan tidak bertanggung jawab China dengan menjangkitnya COVID-19 di Kota Wuhan. Berdasarkan laporan dari Koran Pagi China Selatan dengan memperhatikan data pemerintah China, para dokter di Wuhan mencatat 1 dari 5 kasus setiap harinya mulai dari tanggal 1 November sampai dengan selanjutnya. Hal ini merupakan masa dimana kondisi seharusnya bisa ditangani dengan efektif. Namun, China menunggu sampai dengan tanggal 31 Januari untuk mengeluarkan peringatan pertama kepada masyarakatnya. Sejak itulah, penyebaran virus dimaksud telah berkembang di luar kendali.
Negara ASEAN merupakan negara pertama yang terpengaruh penyebaran virus COVID-19 dari China. Kasus yang ada hubungannya dengan yang terjadi di Wuhan terdeteksi di Thailand dan Korea Selatan yang kemudian China mengakuinya sebagai wabah, ketika Koran Harian Masyarakat pada tanggal 31 Januari mengakui penyebaran dari manusia ke manusia dan terpublikasinya tanggapan pertama dari presiden China Xi Jingpi. Kegetiran terhadap peran China ini memicu pandemi yang tejadi lebih besar di Asia.
Riset menunjukkan bahwa jika pemerintah China telah mengambil langkah serius dan menindaklanjuti 3 minggu lebih awal, maka jumlah kasus COVID-19 di China akan jauh lebih rendah 95% dan penyebaran global penyakit tersebut akan dapat diperiksa. Jelas bahwa rakusnya Partai Komunis China (PKC) terhadap citra partainya telah memperburuk situasi tersebut lebih jauh.
PKC tidak hanya menyia-nyiakan situasi tersebut namun juga telah mencoba menyelamatkan muka partai dengan melakukan kampanye terhadap informasi yang tidak pas dengan tujuan untuk menciptakan keraguan terhadap penyakit baru yang berasal dari China. Diplomat China telah menyalahkan Amerika karena adanya virus dimaksud. Bagaimanapun, tidak ada yang mengindahkan tuntutan dari para diplomat China tersebut.
Ironisnya, beberapa bulan sebelum terjadi wabah COVID-19 di China, sebuah riset biomedis yang dilakukan oleh 4 orang ilmuwan China, menyatakan bahwa terdapat virus Corona baru yang berasal dari Kelelawar, dengan tingkat kemungkinan yang tinggi dan akan terjadi di China. Virus dari kelelawar ini bersamaan dengan budaya memakan berbagai macam hewan dan burung, yang meningkatkan kemungkinan untuk munculnya virus SARS dan virus baru lainnya dari hewan. Sumber favorit media sosial menyatakan bahwa China berbohong dan orang meninggal. Beijing menciptakan bencana buatan manusia yang telah membuat krisis global tak tertandingi.
China menutupi adanya wabah SARS juga lebih dari sebulan, menahan para dokter dan yang menjadi whistle blower akan menjadi tahanan militer selama 45 hari. Rahasia dan banyaknya laporan mengenai kasus Flu African Swine di China telah membuat wabah terburuk yang telah membunuh banyak persediaan babi di China. Peran China dalam COVID-19 ini bagaimanapun berada di peringkat yang paling berbahaya untuk ditutupi pada sejarah modern.
Kalau saja Beijing mencoba untuk membatasi wabah COVID-19 pada pusatnya di Provinsi Hubei dengan membatasi semua perjalanan dari sana secepatnya maka masyarakatnya akan menyadari mengenai seriusnya wabah ini, virus Corona baru ini tidak akan menyebar ke bagian lain di China dan ke negara lainnya. Malahan, China tidak melakukan pembatasan terhadap perjalanan internasional termasuk dari Wuhan yang meningkatkan penyebaran penyakit tersebut secara internasional.
Ketika negara seperti Amerika, Itali, dan India membatasi penerbangan menuju dan dari China, Beijing menunjukkan ketidaksenangannya. Hal ini cukup aneh mengapa China berharap bahwa negara lainnya seharusnya tidak melakukan langkah pencegahan.
Dengan menyebarnya teori konspirasi yang tidak ditemukan, China menantang kritik atas peranannya dalam pandemi dengan menutup wabah virus Corona di China. Bahkan, pemimpin China menghadapi permasalahan kredibilitas di China sendiri atas tanggapan awal yang penuh rahasia terhadap wabah dimaksud. Hal ini menunjukkan bahwa China berusaha untuk menyelamatkan mereka sendiri dari kemarahan rakyatnya dengan menyebarkan teori konspirasi yang berasal dari virus dan menenangkan diri bahwa penyebaran penyakit ada di bawah kendali. Xi telah menggambarkan dirinya sebagai pahlawan yang memimpin kebebasan dari Perang Masyarakat terhadap COVID-19, yang entah bagaimana, seakan-akan dunia adalah yang paling bodoh.
Banyak rakyat China yang bergejolak emosinya karena perahasiaan di awal dan manajemen krisis yang tidak pas. Masyarakat China marah terhadap negaranya, ditambah lagi dengan kerusakan terhadap citra global China, yang telah membuat Beijing berusaha melancarkan hubungan masyarakat dengan isu propaganda yang lebih sering, termasuk penolakan terhadap teori konspirasi.
Beijing telah mencoba menyampaikan dua pesan penting kepada dunia: mereka telah berupaya menghentikan wabah, sehingga mengulur waktu bagi dunia untuk melakukan aksi penting dan virusnya kemungkinan bahkan tidak berasal dari China. PKC telah mempublikasikan sebuah buku propaganda dalam berbagai bahasa termasuk dalam Bahasa Inggris, Arab, Spanyol, Perancis, dan Rusia. Buku ini disebut sebagai perang melawan Epidemi “China melawan COVID-19 di tahun 2020”.
China sekarang sedang agresif-agresifnya melakukan pencitraan terhadap negaranya mengingat pemimpin global melawan virus telah menyebar secara internasional dari kawasannya. Upaya pencitraan ini termasuk menandingi bantuan pandemi ke negara berkembang, sebuah tanda donasi sebesar 20 Juta Dollar untuk WHO dan sebuah pesan kampanye kehumasan supaya dapat menyembunyikan langkah yang tidak tepat dalam menghadapi bencana yang telah membuat dunia merinding, dengan pandemi yang mengerikan.
Dengan bantuan dari unit PKC, Beijing mencoba mengarang seolah China merupakan contoh bagaimana seharusnya mengendalikan penyebaran COVID-19. Tetapi, Beijing terburu-buru menghapus pergeseran rumah sakit dan pesan bahwa telah berhasil mengendalikan penyakit, ternyata tidak begitu membuat dunia terkesan.
Upaya yang dilakukan untuk menghilangkan tanggung jawab terhadap krisis global, yang biayanya semakin lama bertambah banyak. China bersikap secara tegas tidak melawan virus tetapi melawan terhadap para dokter yang memberitahu kepada dunia bahwa China dengan kekuasaan dan kendalinya telah mengambil langkah terhadap segalanya, termasuk atas kehidupan manusia. Bagaimanapun, kemarahan dunia internasional terhadap peran China menyebabkan terjadinya pandemi membuat frustasi China atas rencana yang sudah dibuat.
Hal ini menjadi pelajaran bagi banyak negara bahwa dalam dunia yang saling terhubung dan bertergantungan, rahasia China dan sikap China yang mengindahkan tersebut melawan globalisasi dan bertentangan dengan keamanan internasional. Bukan merupakan hal yang tepat, rencana militer yang dapat dijalankan di China untuk mempertahankan rahasia terus menerus. Transparansi dalam banyak kasus merupakan hal yang mendasar untuk membuat dunia menjadi lebih aman. China diharapkan dapat melakukan reformasi, perubahan dan mematuhi norma internasional.
Jakarta, 21 April 2020