Kota Padang, Demokratis
Dugaan perusakan rumah pribadi yang difungsikan sebagai tempat ibadah di Padang Sarai pada Ahad 27 Juli 2025 lalu yang sempat viral di media harus dilihat dengan jernih. Demikian diungkapkan oleh Ketum DPP LAKAM Azwar Siri, SH saat diwawancarai Demokratis di kantornya di Jalan Rimbo Data No. 20 Padang, Rabu (30/7/2025).
Azwar Siri mengatakan bahwa umat Islam Minangkabau sangat toleran dan sangat ramah serta menghargai dan menjaga kerukunan umat beragama di daerah Nagari Tanjung Basung di Kecamatan Batang Anai.
“Di sana gereja dan masjid berdampingan dan rumah muslim dan non muslim bersebelahan, mereka hidup dengan rukun dan saling menjaga keharmonisan,” katanya.
Dalam kasus Padang Sarai ini, lanjutnya, harus bisa lihat secara jernih apa penyebab utama masyarakat marah, siapa sebenarnya yang tidak bertoleransi di tengah pemukiman muslim diadakan kegiatan doa seperti gereja dan diduga tanpa izin.
“Hal tersebut menimbulkan keresahan pada umat muslim sekitarnya dan diduga ada lagi anggota jemat yang melontarkan kata perang pada warga muslim. Artinya penyelenggara doa tempat ibadah tersebut tidak toleran pada warga sekitar dan mengabaikan lingkungan di mana acara dilakukan,” lanjutnya.
Oleh karena itu, Ketum DPP LAKAM mengajak semua pihak untuk bersama-sama melihat kejadian ini secara menyeluruh sehingga dapat terlihat secara utuh. Apalagi selama ini tidak ada masalah antar umat beragama, tapi hanya komunikasi saja tidak berjalan sebagaimana mestinya antara penyelenggara rumah tempat ibadah dan warga sekitar.
“Seharusnya penyelenggara memperhatikan dan bertoleransi dengan lingkunngan sekitar, apa cocok atau tidak diadakan kegiatan seperti ini. Apakah bisa diterima oleh masyarakat lingkungan setempat atau tidak. Jadi, seharusnya penyelenggara harus bertoleransi terlebih dahulu terhadap warga sekitar karena tidak ada asap kalau tidak ada api,” tambahnya.
Lebih lanjut Azwar Siri menyampaikan bahwa tindakan perusakan juga tidak dibenarkan dan itu adalah melanggar hukum. Namun membuat dan menyelenggarakan tempat ibadah kalau tidak ada izin resmi juga melanggar hukum dan harus juga diproses secara hukum. “Jadi, penegakan hukumnya harus adil,” katanya.
Menurutnya, peraturan pendirian tempat ibadah diatur dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan Nomor 9 Tahun 2006. SKB ini menetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi sebelum tempat ibadah dapat didirikan
“Selain itu, aturan ini dirancang agar pendirian tempat ibadah bisa tetap memperhatikan aspirasi masyarakat sekitar. Dalam kasus tempat ibadah tidak memiliki dukungan warga sekitar, hal ini dianggap dapat memicu ketegangan yang bisa merusak hubungan antar agama di masyarakat,” pungkasnya. (Addy DM)