Selasa, Agustus 5, 2025

Ade Firmansyah Suarakan Kelanjutan Program UHC dan 97 Bangku Kosong di SMPN 34 Pada Rapat Paripurna DPRD Kota Depok

Depok, Demokratis

Anggota Komisi D DPRD Kota Depok dari Fraksi PKS, Ade Firmansyah, menyuarakan kelanjutan program UHC dan 97 bangku kosong di SMPN 34 saat Rapat Paripurna. Pamenyampaikan dua isu krusial dalam rapat paripurna DPRD Kota Depok: kelangsungan program Universal Health Coverage (UHC) dan pemanfaatan kuota kosong pada sistem penerimaan siswa baru (SPMB) tingkat SMP.

Dalam penyampaiannya, Ade menyoroti keputusan Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang tidak lagi mengalokasikan bantuan anggaran APBD provinsi untuk mendukung pembiayaan UHC di Kota Depok pada tahun anggaran 2025.

“Gubernur menyetop alokasi anggaran UHC dengan alasan sudah ada bagi hasil pajak opsi, sehingga beban fiskal dikembalikan ke daerah. Tapi buat saya, UHC adalah hak dasar warga yang harus terus dilindungi,” ujar Ade.

Menurut data yang disampaikan, sejak 1 Desember 2023 hingga saat ini, lebih dari 22 ribu warga Depok telah menjadi penerima manfaat UHC, khususnya mereka yang tidak memiliki BPJS aktif atau tidak mampu membayar layanan kesehatan saat kondisi darurat.

“Kalau pemerintah kota belum mampu memberikan jaminan lapangan kerja, maka jaminan kesehatan wajib disiapkan. Ini bukan sekadar program, tapi hak asasi manusia,” tegasnya di hadapan Wali Kota Depok yang hadir dalam rapat tersebut.

Ade juga mengingatkan bahwa status Kota Depok saat ini telah mencapai capaian tertinggi dalam layanan jaminan kesehatan masyarakat, dan jangan sampai menurun karena beban anggaran.

 

Soroti Sistem Penerimaan Murid Baru: 97 Kursi SMP Negeri Masih Kosong

Dalam isu kedua, Ade Firmansyah menyoroti persoalan kuota kosong dalam sistem penerimaan peserta didik baru (SPMB) tingkat SMP di Depok. Berdasarkan data per 1 Juli 2025, masih terdapat 97 kursi kosong di sejumlah SMP negeri.

“Saya minta diskresi dari Wali Kota agar kursi-kursi ini bisa diisi oleh warga Depok yang tidak mampu dan ingin melanjutkan pendidikan. Sayang kalau kosong, apalagi minat masyarakat cukup tinggi,” katanya.

Ia juga menyinggung keberadaan Sekolah Satu Atap (SSG) atau Regrouped Small School (RSSG), yang tidak diperbolehkan menerima siswa reguler ketika kuotanya belum terpenuhi. Hal ini berdampak pada operasional sekolah yang bergantung pada jumlah siswa yang diterima.

“Kalau cuma dua atau tiga siswa per sekolah, dan anggaran per siswa hanya Rp3 juta, bagaimana cukup untuk operasional satu tahun ke depan?” tambahnya.

Ade mendorong agar Dinas Pendidikan dan Wali Kota Depok mencontoh kebijakan Gubernur Jabar ( Dedi Mulyadi), dalam memperluas akses pendidikan melalui optimalisasi jumlah siswa dalam satu rombongan belajar.

Sebagai tindak lanjut, Ade  akan mendorong pimpinan Komisi D DPRD untuk memanggil Dinas Pendidikan guna membahas lebih lanjut dua hal: evaluasi sistem SPMB dan solusi terhadap keterisian sekolah RSSG.

“Kita ingin tahu apakah pendekatan bantuan APBD ke sekolah-sekolah RSSG itu berdasarkan status sekolah atau jumlah muridnya. Jangan sampai sekolah yang hanya punya dua siswa mendapatkan perlakuan yang sama dengan yang menerima puluhan,” pungkasnya. (Reny)

Related Articles

Latest Articles