Sabtu, Agustus 9, 2025

Gandeng BPK, KPK Hitung Potensi Kerugian Negara Kasus Kuota Haji Era Yaqut

Jakarta, Demokratis

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bekerja sama dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menghitung potensi kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi kuota haji 2023–2024 pada masa Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.

“Kami koordinasi dan komunikasi dengan pihak Badan Pemeriksa Keuangan,” ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Sabtu (9/8/2025).

Asep menjelaskan, penghitungan kerugian negara terkait dengan pembagian kuota haji yang diduga melanggar aturan. Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah, batas maksimal kuota haji khusus ditetapkan sebesar 8 persen, sedangkan haji reguler sebesar 92 persen.

Namun, Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji DPR RI mengaku menemukan kejanggalan pada pembagian tambahan kuota 20.000 jemaah dari Pemerintah Arab Saudi pada 2024. Tambahan tersebut dibagi rata: 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus (50:50).

“Penghitungannya nanti dari jumlah kuota tambahan yang seharusnya menjadi kuota reguler, kemudian menjadi kuota khusus. Itu hasil komunikasi dengan pihak BPK,” jelas Asep.

Sebelumnya, KPK resmi menaikkan status penanganan dugaan korupsi kuota haji 2023–2024 dari tahap penyelidikan ke penyidikan dengan surat perintah penyidikan (sprindik) umum. Keputusan ini diambil setelah KPK menggelar ekspose perkara pada Jumat (8/8/2025).

“Disimpulkan naik ke tahap penyidikan,” kata Asep.

Ia menuturkan, kasus kuota haji tersebut berkaitan dengan kerugian negara serta dugaan memperkaya diri sendiri maupun pihak lain atau korporasi, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

KPK menduga adanya praktik jual beli kuota haji khusus yang melibatkan pihak internal Kementerian Agama, Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah, serta sejumlah agen travel.

“Jadi begini, ada aturannya bahwa untuk kuotanya itu, 8 sama 92 (persen), kalau tidak salah, mohon dikoreksi saya, 8 persen untuk haji khusus dan 92 untuk reguler. Tetapi kemudian ternyata dibagi 2, 50-50, seperti itu,” ungkap Asep.

Pemerintah Arab Saudi sebelumnya memberikan tambahan kuota 20 ribu jemaah untuk mempercepat masa tunggu haji yang bisa mencapai 25 tahun. Namun, kuota tambahan tersebut diduga dibagikan tidak sesuai aturan dan dimanfaatkan untuk keuntungan pihak tertentu.

“Itu, yang pembagiannya itu, seharusnya tidak dibagi 50-50, ini dibagi 50-50, jadi ada keuntungan yang diambil dari dia ke yang khusus ini,” kata Asep.

Meski belum mengungkapkan pihak yang diuntungkan, Asep menegaskan adanya keterlibatan agen travel dan pejabat negara. KPK kini menelusuri dugaan setoran dari agen travel kepada penyelenggara negara.

“Itu yang sedang kita selusuri. Itu yang sedang kita telusuri,” tegasnya. (Dasuki)

Related Articles

Latest Articles