Jakarta, Demokratis
Akademisi UMY, Endro Dwi Hatmanto menilai, pernyataan kontroversial Menteri Agama Nasaruddin Umar terkait kesejahteraan guru semakin membuka persoalan kesejahteraan guru yang selama ini terjadi di Indonesia.
Hal inilah yang membuat pernyataan Menag yang semula bermaksud menekankan spirit pengabdian justru menimbulkan kesan seperti merendahkan profesi para guru di Indonesia.
“Mungkin maksud beliau ingin menekankan sisi pengabdian guru, tapi kalimatnya justru menyinggung banyak pihak,” ungkapnya, Jumat (5/9/2025).
Meski demikian, Endro melihat ada sisi realitas yang seharusnya tidak diabaikan. Sebab, pernyataan menag itu seolah-olah menjadi alarm bahwa kondisi guru, khususnya yang honorer, masih jauh dari sejahtera.
Menurut dia, masalah kesejahteraan guru tidak bisa hanya dipandang sebagai persoalan individual atau pilihan profesi orang per orang. Tetapi mencerminkan kebijakan negara yang belum sepenuhnya berpihak.
“Kalau pemerintah sungguh-sungguh ingin menghargai guru, mestinya ada komitmen nyata. Guru harus ditempatkan sebagai prioritas. Karena tanpa mereka, kualitas pendidikan mustahil bisa ditingkatkan,” imbuhnya.
Dia berharap pemerintah pusat bisa menetapkan standar kesejahteraan guru sebagai suatu standar nasional yang mesti menjadi acuan bagi seluruh daerah.
Terlebih, di banyak daerah, kesenjangan antara guru yang aparatur sipil negara (ASN) dan yang honorer begitu jelas. Yang satu memperoleh tunjangan profesi, sedangkan yang lain kerap terpaksa bertahan hidup dengan gaji yang jauh di bawah kelayakan.
“Tidak adil jika persoalan ini hanya diserahkan ke daerah atau sekolah. Pemerintah pusat perlu membuat standar kesejahteraan nasional. Dengan begitu, profesi guru tidak lagi dipandang sebagai pilihan pasrah, melainkan profesi yang benar-benar dihargai,” tegas Endro.
Sebelumnya, pernyataan Menag Nasaruddin Umar saat berpidato dalam pembukaan acara Pendidikan Profesi Guru (PPG) di UIN Syarif Hidayatullah, Rabu 3 September lalu menuai kritikan. Sebab, dalam pidatonya, menag sempat menyatakan bila ingin mencari uang jangan menjadi guru tapi harus menjadi pedagang.
Tak ingin berlarut-larut, Menag menyampaikan klarifikasi sekaligus permohonan maaf terkait potongan video pernyataannya yang sempat menimbulkan tafsir berbeda mengenai profesi guru.
“Saya menyadari bahwa potongan pernyataan saya tentang guru menimbulkan tafsir yang kurang tepat dan melukai perasaan sebagian guru. Untuk itu, saya memohon maaf yang sebesar-besarnya. Tidak ada niat sedikit pun bagi saya untuk merendahkan profesi guru. Justru sebaliknya, saya ingin menegaskan bahwa guru adalah profesi yang sangat mulia, karena dengan ketulusan hati merekalah generasi bangsa ditempa,” katanya seperti dilansir akun media sosial Kementerian Agama.
Menag menegaskan bahwa dirinya pun merupakan seorang guru yang mengabdi puluhan tahun.
Karena itu, dia memahami di balik kemuliaan profesinya, guru tetap manusia yang membutuhkan kesejahteraan yang layak. (Albert S)