Rabu, November 26, 2025

Dugaan KKN Melanda Pemdes Nanggerang, Kecamatan Binong-Subang

Subang, Demokratis

Sedemikian dahsyatkah korupsi di negeri ini, sehingga ada pameo di masa orde baru bila korupsi terjadi di bawah meja, sementara di era reformasi kini semuanya dikorupsi dengan meja-mejanya.

Sinyalemen adanya penyelewengan dana program, berdasarkan fakta lapangan tampaknya sudah sedemikian terbuka. Namun pihak yang terlibat didalamnya terkesan tutup mulut, beberapa diantaranya justru memandang jika praktek patgulipat yang mereka lakukan merupakan hal yang lumrah.

Sementara dana milyaran rupiah yang digelontorkan ke desa secara tunai melalui dana transfer dan Pendapatan Asli Desa (PADes) oleh Kepala Desa pelaksanaanya terkesan hanya sebatas menggugurkan kewajiban, bahkan lebih memprihatinkan dana tersebut sebagiannya diduga dijadikan ajang bancakan , Tak peduli apakah hasil (out put) dan manfaatnya (out come) betul-betul dapat diraskan masyarakat,  yang terpenting dana tersebut bisa diserap, sementara sisanya raib entah hinggap dimana.

Memang terlihat di sekitar kantor desa terpampang baliho berukuran jumbo, tertulis angka-angka APBDes untuk mengesankan seolah transparan dalam mengelola keuangan desa, namun tidak diikuti laporan perkembangannya  secara up-to date , jadi sama saja bohong, lantaran masyarakat tetap saja sulit untuk turut terlibat mengawasi.

Contoh kasus itu belakangan seperti melanda di tubuh Pemerintahan Desa Nanggerang, kecamatan Binong, kabupaten Subang, Prov.Jawa Barat ketika mengelola keuangan desa (baca : APBDes) sepertinya sudah terkontaminasi virus korupsi yang akut. Dan nyaris tak tersentuh oleh Inspektorat Daerah ataupun Aparat Penegak Hukum (APH), sehingga berpotensi merugikan keuangan Negara/desa.

Hasil investigasi dan keterangan sejumlah sumber menyebutkan adanya indikasi Kepala Desa Nanggerang mengangkangi regulasi dan menyelewengkan keuangan desa.

Kades selaku Pengguna Anggaran (PA) ditengarai tidak mempedomani Perbup No.44 Tahun 2029,Jo Psl 52 ayat (2) yang mengatur jumlah uang tunai di brankas (Bendahara Desa) maksimal hanya sebesar Rp.5 juta rupiah.

Kemudian ketika menggarap kegiatan proyek fisik yang nilainya melebihi Rp 200 juta, pengadaan barang dan jasanya diduga tidak dilakukan lelang, sehingga dianggap mengangkangi Peraturan LKPP No.12 Tahun 2019, tentang Pedoman Penyusunan Tata Cara Pengadaan Barang dan Jasa di desa dan Perbup No.3 Tahun 2021, tentang Tata Cara Pengadaan Barang dan Jasa di desa. Ujar sumber.

Dikatakannya, maksud diterapkannya Perbup itu sebagai pedoman pemerintah di Desa dalam melaksanakan pengadaan barjas yang dibiayai dengan dana APBDes (Psl 2, Perbup No.3/2021). Sementara tujuannya agar pengadaan barjas dilakukan sesuai dengan tata kelola yang sesuai dengan pronsip-prinsip pengadaan barjas (Psl 3, Perbup No.3/2021).

Tak sampai disitu ihwal kegiatan yang diduga jadi ajang Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN)  kegiatan BUMDes permodalannya bersumber dari Dana Desa (DD) mencapai  ratusan juta rupiah diplotting diantaranya kegiatan simpan pinjam dan usaha perikanan tidak jelas juntrungannya diduga dananya dijadikan ajang bancakan, pasalnya hingga kini tidak ada progresnya . Hal ini kata sumber indikasinya tidak pernah digelar Musdes pertanggungjawaban ahir tahun, sehingga public tidak mengetahui sejauhmana perkembangan BUMDES pada tahun berkenaan , sementara diketahui dokumen laporan akhir tahun baik dari unsur pengurus maupun pengawas nihil.

Lalu kegiatan yang bersumber dari Dana Desa (DD). Pada TA 2024 desa Nanggerang mendapat kucuran dana Rp. Rp. 1.123.288.000,-

Merujuk pada analisa dan estimasi wajar atas pelaksanaan program sejenis di sejumlah desa lainnya, terdapat dugaan kuat terjadinya mark-up anggaran , terutama pada kegiatan fisik. Modusnya dengan cara mengurangi volume fisik,pengadaan matrial tidak sesuai dengan standar pekerjaan (Spek) teknis dan RAB, mark-up upah tenaga kerja (HOK).

Sementara itu dana desa TA 2024 yang diplotting diperuntukkan diantaranya ;

(1). Operasional Pemerintah Desa yang bersumber dari Dana Desa Rp 5.945.000,-(2). Operasional Pemerintah Desa yang bersumber dari Dana Desa Rp 27.555.200,-(3). Pembangunan/Rehabilitasi/Peningkatan/Pengerasan Jalan Desa Rp 447.637.800,-(4). Pembangunan/Rehabilitasi/Peningkatan/Pengerasan Jalan Desa Rp 416.500.000,-(5). Penyuluhan dan Pelatihan Bidang Kesehatan (untuk Masyarakat, Tenaga Kesehatan, Kader Kesehatan, dll) Rp 1.000.000,-(6). Penyelenggaraan Posyandu (Makanan Tambahan, Kelas Ibu Hamil, Kelas Lansia, Insentif Kader Posyandu) Rp 28.060.000,-(7). Penyelenggaraan Posyandu (Makanan Tambahan, Kelas Ibu Hamil, Kelas Lansia, Insentif Kader Posyandu) Rp 24.190.000,-(8). Keadaan MendesakRp 61.200.000,-(9). Keadaan Mendesak Rp 61.200.000,-(10). Penguatan Ketahanan Pangan Tingkat Desa (Lumbung Desa, dll) Rp 50.000.000,-

Selanjutnya dugaan penyimpangan dana Bantuan Provinsi (Banprov/APBD-I) setiap tahunnya diterima kisaran Rp130 jutaan, setelah dikurangi untuk Tambahan Pendapatan Aparat Pemerintahan Desa (TPAPD) dan BOP BPD masih tersisa kisaran 90 jutaan/tahun. Ini diperuntukan pembangunan fisik, namun dalam realisasinya terkesan asal jadi (Asjad), indikasinya proyek belum lama dikerjakan kondisi fisiknya meski baru seumur jagung sudah rusak. Sehingga patut diduga proyek tersebut tidak sesuai Spek teknis dan RAB yang direncanakan, artinya disitu ada mark-up anggaran.

Bukan itu saja, dana program yang diduga dikorupsi dana Bantuan Desa (Bandes) yang diusung melalui aspirasi dewan atau dana pokok pikiran (pokir) bersumber APBD Kabupaten Subang. TA 2024 Desa Nanggerang  sesuai Kepbup Nomor : 400.10.2.4/KEP.278-DPMD/2024 mendapat kucuran dana sebesar Rp.300 juta, dengan peruntukan (1). Pembangnan drainase kp.Malang RT.01/RW.01 Desa Nanggerang sebesar Rp.50.000.000,-(2). Pembangunan Jalan Desa Nanggerang sebesar Rp.100.000.000,-(3). Peningkatan Jalan Kp.Nanggerang RT 009/RW 002, Desa Nanggerang sebesar Rp.100.000.000,-(4). Pembangunan Jalan Gang Kp.Malang RT 01/RW 01, desa Nanggerang sebesar Rp.50.000.000,-

Adapun modus operandi penjarahan dana selain pada pekerjaan konstruksi itu, terjadi mulai dari klaim sepihak, pungutan liar (pungli) dengan prosentase tertentu, praktek nepotisme. Sebelum dana dikucurkan calon penerima dana atau pelaksana kegiatan harus bersepakat dahulu dengan oknum-oknum petinggi partai, anggota dewan yang terhormat atau pejabat tertentu mengenai besaran fee.

Masih menurut sumber, besaran fee yang harus disetor kepada oknum tersebut, berkisar antara 10-30% (prosen) dari total pagu anggaran, belum lagi dana yang digasak oknum kepala desa beserta kroninya sedikitnya 10% hingga 20% menguap. Dengan menyetor kepada oknum dewan, artinya kepala desa melakukan tindakan gratifikasi, sedangkan graftifikasi merupakan bagian dari korupsi.

Guna menghindari terjadinya penghakiman oleh media (trial by the press) sebagaimana  belakangan ini kerap dikeluhkan oleh narasumber berita akibat kurangnya validasi informasi               serta keterangan yang diterima, maka dipandang perlu untuk melakukan crosscheck/penelusuran langsung terhadap para pihak terkait dengan permasalahan yang ditemukan, namun sayangnya Kades Nanggerang Muhamad Ali saat dikonfirmasi melalui surat Nomor : 43/DMK/Biro-Sbg/Konf/IX/2025, perihal permintaan wawancara tertulis/ klarifikasi  tidak berkenan menanggapi.

Terkait terjadinya dugaan KKN yang melanda Pemerintahan Desa Nanggerang, pentolan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) “El-Bara“ Kabupaten Subang Yadi, S.Fil menyesalkan atas perilaku KKN oknum Kades Nanggerang, sehingga berdampak dan berpotensi merugikan keuangan negara/daerah/desa.

Yadi saat dihubungi di kantornya (2/10) menyatakan perbuatan dugaan KKN oknum Kepala Desa dan jajarannya itu merupakan peristiwa pidana, sehingga aparat penegak hukum (APH) tidak harus menunggu pengaduan, tetapi dapat mencokok langsung terduga pelakunya sepanjang terpenuhinya alat bukti.

“Kami akan membawa kasus ini ke ranah hukum, bila kelak sudah diketemukan fakta-fakta yuridisnya secara legkap,” pungkasnya. (Abh)

Related Articles

Latest Articles