Jakarta, Demokratis
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap jual beli kuota haji khusus terjadi karena pembagian 20.000 jatah tambahan dari pemerintah Arab Saudi tak sesuai aturan.
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menyebut jatah tersebut harusnya dibagi 92 persen untuk kuota haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus. Tapi, Kementerian Agama (Kemenag) belakangan justru membagi jatah itu sama rata.
“Dengan adanya pembagian kuota tambahan ke dalam kuota haji reguler dan kuota haji khusus, yang tidak sesuai dengan ketentuan perundangan tersebut maka mengakibatkan jumlah kuota yang dikelola oleh Kemenag dalam bentuk kuota haji reguler menjadi berkurang dari yang semestinya,” kata Budi kepada wartawan dalam keterangan tertulisnya, Kamis (9/10/2025).
“Sebaliknya kuota haji khusus yang dikelola oleh para PIHK atau biro travel menjadi bertambah secara signifikan dari yang seharusnya,” sambung dia.
Budi kemudian menuturkan pembagian itu tentu tak sesuai tujuan awal, yakni memotong antrean calon jamaah. Kemudian, komisi antirasuah juga mendapati praktik jual beli kuota yang dibarengi dengan aliran duit ke Kementerian Agama (Kemenag) dari travel agent atau agen perjalanan penyelenggara ibadah haji khusus.
“Artinya, kuota-kuota haji khusus yang perjualbelikan oleh PIHK itu bermula dari adanya diskresi pembagian kuota tersebut,” tegasnya.
Duit ini disebut diberikan ke pihak Kementerian Agama dengan berbagai modus. Bahkan, calon jamaah yang berangkat dari PIHK penyetor uang akhirnya tak antre atau memotong masa antrean.
“Seperti uang percepatan dan lainnya karena dengan kuota haji khusus ini calon jamaah kemudian langsung berangkat pada tahun itu tanpa perlu mengantre,” ujar Budi.
Diberitakan sebelumnya, KPK sedang mengusut dugaan korupsi terkait kuota dan penyelenggaraan haji tahun 2023-2024 pada Kementerian Agama (Kemenag). Belum ada tersangka yang ditetapkan karena menggunakan surat perintah penyidikan (sprindik) umum.
Adapun sprindik umum tersebut menggunakan Pasal 2 Ayat 1 dan/atau Pasal 3 UU nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Artinya, ada kerugian negara yang terjadi akibat praktik korupsi ini.
Kerugian negara dalam kasus korupsi kuota dan penyelenggaraan haji periode 2023-2024 ini disebut mencapai Rp1 triliun lebih. Jumlah tersebut masih bertambah karena baru hitungan awal KPK yang terus berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Kasus ini bermula dari pemberian 20.000 kuota haji tambahan dari pemerintah Arab Saudi bagi Indonesia untuk mengurangi antrean jamaah. Hanya saja, pembagiannya ternyata bermasalah karena dibagi sama rata, yakni 50 persen untuk haji reguler dan 50 persen untuk haji khusus berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Agama yang ditandatangani Yaqut Cholil Qoumas.
Padahal, berdasarkan perundangan, pembagian seharusnya 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus.
Belakangan, pembagian bermasalah itu disinyalir karena adanya uang dari pihak travel haji dan umrah maupun asosiasi yang menaungi ke Kementerian Agama. Setelah dapat jatah, mereka menjual kuota tambahan tersebut kepada calon jamaah haji.
Dalam proses penyidikan, sejumlah pihak sudah dimintai keterangan termasuk Yaqut Cholil Qoumas. Rumahnya juga sudah digeledah penyidik dan ditemukan dokumen maupun barang bukti elektronik yang diduga terkait. (Dasuki)