Jakarta, Demokratis
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap 16 dari total 53 kapal PT Jembatan Nusantara yang diakuisisi PT ASDP Indonesia Ferry masih berada di galangan. Sebab, perusahaan pelat merah itu masih menunggak biaya reparasi.
“Penyidik telah melakukan pengecekan di lapangan dan ternyata dari total tersebut sejumlah 16 kapal masih berada di dock atau galangan kapal pasca dilakukan perbaikan dan perawatan,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan, Selasa (25/11/2025).
Kapal-kapal itu, sambung Budi, tidak bisa beroperasi. “Belum dilakukan pembayaran atas biaya perawatan atau reparasi tersebut. Hal ini tentu kemudian juga berdampak pada profit loss perusahaan,” tegas dia.
Budi kemudian memerinci lokasi 16 kapal tersebut yang belum beroperasi tersebut. “Empat kapal di Riau, empat kapal di Tanjung Priok, serta di beberapa galangan lainnya di berbagai wilayah di Indonesia,” ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis 4,5 tahun dan denda Rp500 juta bagi Ira Puspadewi selaku eks Direktur PT ASDP Indonesia Ferry. Dia terbukti bersalah dalam kasus korupsi akuisisi dan kerja sama usaha (KSU) PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry.
Selain Ira, mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP, Harry Muhammad Adhi Caksono, dan eks Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP, Muhammad Yusuf Hadi divonis 4 tahun dan denda Rp250 juta. Mereka dinyatakan bersalah dan melakukan korupsi bersama-sama sebagaimana dakwaan alternatif kedua Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999.
Hanya saja, sidang kasus ini jadi sorotan setelah Ketua Majelis Hakim, Sunoto menyatakan Ira Puspadewi dkk harusnya divonis bebas atau onslag. Dia mengambil opsi dissenting opinion karena akuisisi PT JN oleh ASDP itu tidak sepenuhnya meyakinkan sebagai tindak pidana korupsi.
Sunoto juga bilang hukuman bagi Ira Puspadewi dkk juga menimbulkan dampak negatif bagi dunia usaha, khususnya BUMN. Jajaran direksi bisa takut mengambil keputusan karena khawatir mengalami nasib serupa.
“Profesional-profesional terbaik akan berpikir berkali-kali untuk menerima posisi pimpinan di BUMN karena khawatir setiap keputusan bisnis yang tidak optimal dapat dikriminalisasi,” kata Sunoto dalam sidang putusan, Kamis (20/11/2025). (Dasuki)
