Jakarta, Demokratis
Perubahan besar di dunia kerja terus mengintai Indonesia. Prediksi global menyebutkan bahwa hingga tahun 2030 akan muncul sekitar 170 juta jenis pekerjaan baru, namun di saat bersamaan 92 juta pekerjaan diperkirakan hilang karena otomatisasi dan digitalisasi. Kondisi inilah yang menjadi dasar perlunya percepatan penyiapan tenaga kerja yang benar-benar siap menghadapi transformasi pasar kerja.
Isu tersebut menjadi sorotan Wakil Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia (Wamenaker RI), Afriansyah Noor, saat menyampaikan orasi pada prosesi Wisuda Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) di Gedung Cendekia UMJ.
Mengusung tema “Transisi Dunia Pendidikan ke Dunia Kerja”, Afriansyah menjelaskan bahwa Indonesia saat ini memiliki penduduk usia kerja sebanyak 218,17 juta jiwa, dengan 146,54 juta bekerja dan 7,46 juta masih menganggur. Mayoritas pekerja didominasi lulusan SMP dan SMA, masing-masing mencapai 15,08 juta dan 31,05 juta jiwa.
“Ini berarti sebagian besar tenaga kerja kita masih memiliki keterampilan dasar, padahal tuntutan pekerjaan hari ini semakin berorientasi pada keterampilan teknis dan digital,” ujar Afriansyah.
Ia menegaskan bahwa sekitar 57,80% tenaga kerja masih berada di sektor informal. Kondisi ini menjadi indikator perlunya peningkatan kompetensi, percepatan sertifikasi keterampilan, serta penguatan sistem penempatan kerja untuk memperbaiki kualitas pasar kerja nasional.
Wamenaker juga menyoroti tiga faktor global yang mengubah lanskap ketenagakerjaan, yaitu disrupsi digital dan AI, transisi hijau, serta perubahan demografi. Menurutnya, ketiga faktor ini akan mempengaruhi struktur lapangan pekerjaan, baik dari segi jumlah maupun jenis pekerjaan baru yang muncul.
Afriansyah menjelaskan tiga strategi utama Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) untuk memperkuat ekosistem dunia kerja Indonesia. Strategi tersebut meliputi optimalisasi pelatihan vokasi nasional, kolaborasi lintas kementerian/lembaga dan pemerintah daerah, serta penguatan ekosistem ketenagakerjaan agar lebih harmonis dan adaptif.
“Kemnaker telah menandatangani MoU dengan 20 kementerian/lembaga, 12 pemda, dan 35 mitra pembangunan. Kolaborasinya mencakup pelatihan digital skill, wirausaha, green jobs, hilirisasi industri, agroforestry, hingga penyelarasan kurikulum vokasi,” jelasnya.
Afriansyah juga memaparkan enam program strategis Kemnaker, yakni optimalisasi balai latihan kerja, penguatan SIAPKerja, program magang nasional, peningkatan produktivitas nasional, hubungan industrial transformatif dan penegakan norma, serta optimalisasi barenbang ketenagakerjaan.
Menutup orasinya, ia mengulas tantangan utama school-to-work transition yang masih dihadapi lulusan baru, seperti kesenjangan keterampilan, minimnya pengalaman kerja, kurangnya informasi pasar kerja, hingga ketimpangan antarwilayah.
Ia menegaskan bahwa keberhasilan karier tidak semata ditentukan IPK, tetapi juga keterampilan teknis, kreativitas, portofolio, jejaring profesional, serta kemampuan adaptasi.
“Perubahan cepat menuntut kita memiliki growth mindset—berani menerima tantangan, siap belajar ulang, tidak takut gagal, dan terbuka pada kritik,” tegasnya.
Afriansyah berharap UMJ dapat terus melahirkan lulusan yang adaptif dan kompetitif di pasar kerja global. Sebanyak 1.558 mahasiswa resmi diwisuda pada Program Doktor ke-13, Magister ke-51, Spesialis ke-8, Sarjana ke-82, dan Diploma Tiga. (EKB)
