Jakarta, Demokratis
Kejaksaan Agung (Kejagung) menonaktifkan sekaligus mencopot jabatan tiga oknum jaksa di Kejaksaan Negeri (Kejari) Hulu Sungai Utara (HSU) yang terseret dalam rangkaian Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ketiga jaksa tersebut masing-masing Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara Kejari Hulu Sungai Utara Tri Taruna Fariadi, Kepala Kejari Hulu Sungai Utara Albertinus Parlinggoman Napitupulu, serta Kepala Seksi Intelijen Kejari Hulu Sungai Utara Asis Budianto.
“Sudah copot dari jabatannya dan di non aktifkan sementara status PNS pegawai kejaksaannya sampai mendapatkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap/inkrah,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Anang Supriatna saat dihubungi wartawan, Senin (22/12/2025).
Anang menjelaskan, apabila dalam putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap para jaksa tersebut dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi, maka sanksi pemberhentian permanen akan dijatuhkan melalui mekanisme sidang etik berdasarkan putusan pengadilan. “Sambil menunggu proses hukum dan putusan pengadilan yang tetap,” ujar Anang.
Ia menegaskan, selama masa penonaktifan, ketiganya tidak berhak menerima fasilitas kepegawaian. “Karena dinonaktifkan otomatis gaji, tunjangan juga berhenti,” ucapnya.
Sebelumnya, Tri Taruna Fariadi diketahui sempat melarikan diri saat OTT KPK dan hingga kini belum ditahan. Sementara itu, Albertinus Parlinggoman Napitupulu dan Asis Budianto telah lebih dahulu ditahan KPK sejak 19 Desember 2025.
Perkara tersebut merupakan dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan terhadap sejumlah perangkat daerah di Kabupaten Hulu Sungai Utara.
Modus yang digunakan yakni meminta sejumlah uang agar laporan pengaduan masyarakat dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang masuk ke kejaksaan tidak ditindaklanjuti ke proses hukum.
Dalam konstruksi perkara, Albertinus Parlinggoman Napitupulu diduga berperan sebagai pengendali praktik pemerasan, sementara Asis Budianto dan Tri Taruna Fariadi bertindak sebagai perantara penerimaan serta penyaluran uang.
Total aliran dana yang terungkap dalam perkara Hulu Sungai Utara tersebut mencapai sekitar Rp2,64 miliar.
Rinciannya, Albertinus Parlinggoman Napitupulu diduga menerima sekurang-kurangnya Rp1,51 miliar, Asis Budianto sekitar Rp63,2 juta, dan Tri Taruna Fariadi sekitar Rp1,07 miliar dari berbagai pihak.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 12 huruf e dan Pasal 12 huruf f Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP juncto Pasal 64 KUHP. (Dasuki)
