Bandung, Demokratis
Di Jawa Barat, pada tahun 2019 lalu, sekolah model SMA terbuka atau SMK jarak jauh di daerah-daerah tertentu yang dianggap tidak dapat terjangkau oleh SMA/SMK reguler diyakini mampu meningkatkan APK/APM Jawa Barat menjadi 90 persen atau sekitar 100 ribu anak dapat melanjutkan pendidikan atau sekolah ke SMA terbuka atau SMK PJJ.
Pelaksanaan program SMA terbuka/SMK PJJ di Jawa Barat berada di Bidang Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus (PKPLK) Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, yang dipimpin oleh Nanang Nurwasid dan Dudi Sudrajat sebagai PPTK untuk kegiatan Pelaksanaan dan Pengembangan Sekolah Terbuka dan Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) Tahun Anggaran 2019 dengan pagu anggaran Rp 22.000.000.000 dari APBD Provinsi Jawa Barat.
Informasi yang didapatkan Demokratis dari pihak Dinas Pendidikan Jawa Barat, yakni dari Nanang Nurwasid yang mengatakan bahwa dana tersebut hanya lewat saja karena langsung ditransfer ke rekening guru masing-masing. “Anggaran tersebut hanya lewat saja, karena langsung ditransfer ke rekening guru masing-masing,” ujarnya kepada Demokratis, Jumat (03/01/2020).
Ketika ditanya berapa jumlah guru penerima dana PJJ dan apa kriteria guru penerima aliran dana PJJ, Nanang Nurwasid menyarankan agar menanyakan langsung kepada Dudi Sudrajat PPTK kegiatan ini.
Kasubag Umum Disdik Jabar Oky Putranto yang dikonfirmasi Demokratis, Rabu (24/06/2020), mengatakan bahwa ia sudah bertemu dengan Dudi Sudrajat. Menurutnya, penuturan Dudi Sudrajat seluruh dana kegiatan tersebut sudah ditransfer langsung kepada sekolah induk masing-masing. “Apa yang dikatakan Dudi Sudrajat sudah saya sampaikan juga kepada Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat,” ujarnya.
Dudi Sudrajat saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (5/3/2020) kepada Demokratis mengatakan, sekolah induk yang mendapat bantuan dari kegiatan ini sebanyak 354 SMAN dan SMKN dengan membawahi sebanyak 1.042 TKB. Dikatakan Dudi, ada sebanyak 354 pengelola dan di masing-masing TKB ada 2 orang tutor.
Keanehan yang pertama, jika memang dana kegiatan ini langsung ditransfer ke seluruh tutor dan pengelola, maka dari pagu anggaran sebesar Rp 22.000.000.000 dikurangi total seluruh honor tutor dan honor pengelola sebesar Rp 20.691.600.000 maka masih terdapat selisih Rp 1.308.400.000. Sehingga kemana selisih anggaran tersebut ditransfer?
Tim Demokratis mencoba melakukan investigasi ke beberapa sekolah yang menjalankan program Pengembangan Sekolah Terbuka dan Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) tahun 2019 ini, di antaranya SMAN 5 Kota Bandung, Rabu (11/3/2020). Di sekolah ini Demokratis bertemu dengan Herman Benyamin yang merupakan guru di SMAN 5 Bandung. Herman mengatakan bahwa SMAN 5 merupakan sekolah induk SMA terbuka yang memiliki 1 TKB. Herman sendiri merupakan pengelola SMA terbuka tersebut. Menurutnya, kegiatan belajar mengajar di TKB berjalan sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan, yakni minimal delapan kali pertemuan dalam satu bulan. Ketika Demokratis menanyakan absensi para siswa SMA terbuka, yang bersangkutan tidak bersedia memberikannya.
Di sekolah lain di Kota Bandung, Demokratis menemukan kejanggalan. Honor yang diterima oleh tutor tidak sesuai dengan apa yang dikatakan Dudi Sudrajat. Bahkan anehnya lagi, honorarium itu hanya diterima untuk bulan Januari hingga September saja. Sedangkan pada bulan Oktober hingga Desember 2019 pengelola dan tutor tidak menerima honorarium sama sekali.
Begitu juga dengan hasil inverstigasi tim Demokratis di Kabupaten Indramayu, Senin (16/3/2020). Siswa PJJ di SMK Negeri tersebut hanya ada lima orang saja. Kelima siswa tersebut pun kemudian digabungkan dengan siswa di TKB SMK Negeri yang lain untuk mengikuti UNBK. Yang paling mengejutkan lagi, guru bagian kurikulum di SMK Negeri tersebut mengatakan pihaknya belum pernah menerima dana dari program PJJ SMK untuk honorer para tutor PJJ SMK di sekolahnya. Lantas ditransfer kemana honor tersebut? (IS/Tim)