Senin, November 25, 2024
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Rancangan UU Haluan Ideologi Pancasila dan Luka Sejarah

Oleh Dr Mas ud HMN*)

Mengkaitkan Pancasila dengan kebudayaan, trisila dan ekasila lalu kemudian gotong-royomg untuk dijadikan Undang-undang Pancasila yang lagi menghangat kini. Pokok soalnya satu pihak mengusul ideologi Pancasila perlu diatur dengan undang-undang untuk menjaga kelestariannya.

Sementara alasan pihak lain tidak diperlukan dengan alasan membawa pertikaian luka peristiwa sejarah bahkan pertentangan dengan konflik. Jika konflik yang terjadi maka perubahan atau masa depan bangsa yang lebih baik bisa lenyap dan berubah terjerumus kedalam bahaya. Karena jelas Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) membuka luka lama sejarah.

Bisakah kita berdamai dengan sejarah luka masa lalu, kalau bisa maka kita dapat terus agenda pada perubahan itu sama artinya karena kita tak pernah percaya adanya kekekalan permanen. Maka pertanyaannya perubahan yang bagaimana kita dambakan? Bukankah kita tak pernah tahu apa yang akan terjadi di masa depan.

Nampaknya ini kegalauan masa depan. No answering (ketidak pastian jawaban hari esok). Meski demikian kita terus mencari jawaban.

Mari kita sejenak berkaca pada alam lingkungan. Apakah Anda pernah tahu ungakapan lama yang berbunyi begini, Bambu tumbuh meninggalkan ruas dengan buku, manusia berjalan menorehkan tapak jejak dengan langkah. Penulis sendiri termasuk yang belum pernah tahu ungkapan tersebut dan mendengarpun belum pernah.

Tetapi setelah bertemu dengan Makripat Mardjani (alm) pada tahun 1980-an dengan seorang tokoh di kampung kami barulah penulis mulai tahu.

Makripat Mardjani asal Lubuk Ambacang, Kuantan Singingi, Riau,–tokoh anggota perlemen atau Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terpilih tahun 1955 sampai 1959 itu – mengatakan adalah ungkapan klasik. Ungkapan bijak masa dulu tentang elan vital pohon sejarah kehidupan manusia. Alam terkembang jadi guru. Demikian jelas Makrifat Mardjani.

Dalam pikiran penulis metafora kata bambu tumbuh meninggalkan ruas dengan buku, ini adalah soal kontinyu proses. Perubahan berkelanjutan. Selaras dengan makna ungkapan manusia meninggalkan tapak jejak dengan langah. Indikator adanya perubahan. Jadi alam terkembang dinamis bukan mandek, diam atau statis.

Lalu kemudian adanya uncertainty dan adanya certainty alam identik dengan paradoksal. Saling bertentangan. Ada yang bisa dijelaskan, ada yang tidak bisa dijelaskan. Maka muncullah rekayasa, kutak-kutik yang menjadi generik ilmu manajemen. Kegalauan dan bahaya ideologis perlu didorong dalam persfektif manajemen antisipasi kegalauan. Intinya meletakkan konflik dalam fungsional manajemen.

Penulis mencoba menyimpulkan debatable RUU Haluan Ideologi Pancasila menyangkut dua hal, yaitu:

Pertama, unsur konflik adalah bersifat ideologis. Serius dan sangat tidak menentu.

Kedua, kita harus meredam konflik dengan meninggalkan waswas dan kegalauan solusinya membawa ke alam kepastian. Yakni undang-undang harus dihentikan dengan mencabut untuk tidak dibahas. Tanpa kepastian bangsa terjerumus dalam bahaya.

Akhirnya kita memahami bangsa dengan perubahan, merujuk pada alam terkembang jadi guru, serta memasukkan perubahan bangsa dalam fungsional manajemen yaitu menetapkan kepastian dalam ketidakpastian atau kegalauan bangsa.

Jakarta, 25 Juni 2020

*) Penulis adalah Doktor Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (UHAMKA) Jakarta

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles