Kota Tasikmalaya, Demokratis
Melangkah memasuki pintu gerbang sekolah ini terlihat sebelah kanan bangunan pos penjagaan security kokoh berhadapan dengan parkir kendaraan roda dua. Lebih ke dalam lagi, tampak lapangan olahraga yang dikelilingi ruang kelas siswa, ruang Kepala Sekolah, Wakasek, guru dan fasilitas lainnya.
SMAN 10 yang berada di Jl Karikil Km 01 Kecamatan Mangkubumi, Kota Tasikmalaya ini memang letaknya ada di pinggiran kota, namun bukan berarti “pinggiran”. Sejak digawangi Kepala Sekolah Joni Darmawan SPd MM dari tahun 2017, SMAN 10 banyak mengalami perubahan mulai dari pembenahan lingkungan sekolah dan kualitas pendidikan hingga perubahan kebiasaan yang kurang baik dari peserta didik itu sendiri.
Dikisahkan Kepala Sekolah, sebelum beliau memimpin dan ketika mulai menginjakkan kakinya di sekolah ini kebiasaan kurang baik ketika pelajaran sedang berlangsung sering terjadi. Orangtua siswa memanggil anaknya untuk sekedar membantu pekerjaannya, setelah itu kembali lagi ke kelasnya melanjutkan pelajaran.
“Bahkan seringkali siswa yang terlambat datang ke sekolah dan ketika selesai jam istirahat, mereka tidak kembali lagi ke ruangan,” ungkap Joni didampingi Dra Wiwin Widaniawati MPd guru mata pelajaran Bahasa Sunda ketika diwawancarai Demokratis di ruang kerjanya, Kamis (25/6/2020).
Joni mengatakan yang dimaksud dengan “Sekolah Perjuangan” adalah pihaknya yang ingin menjadikan SMAN 10 sekolah bungsu ini sebagai rumah kedua bagi siswa/peserta didik yang ramah lingkungan dan ramah anak untuk memberikan pelayanan terbaik dari para pengajar dan stafnya.
“Ramah lingkungan jangan sampai sekolah ini kelihatan gersang karena tidak adanya penghijauan serta ramah anak melalui pelayanan prima yang diberikan oleh para stake-holder mulai dari guru pengajar, TU dan staf-staf lainnya,” ujarnya.
Menuruntya, walaupun SMAN 10 ini berada di pinggiran kota, tapi jangan sampai jadi sekolah pinggiran yang tetap mengedepankan gerakan 3 S (Salam, Senyum, Sapa) dan tetap memacu kepada “Sekolah Perjuangan” yang ramah lingkungan dan ramah anak.
Membenarkan yang biasa menjadi membiasakan yang benar, adalah sikap yang diterapkannya saat ini selain memberikan motivasi kepada para peserta didik. “Hari ini harus lebih baik dari kemarin dan hari esok harus lebih baik lagi dari hari-hari sebelumnya,” terang Joni.
Di tempat yang sama, Dra Wiwin Widaniawati MPd salah satu guru yang tahu persis keberadaan SMAN 10 ini menuturkan, dulu sekolah ini kelasnya masih sedikit, dengan adanya Kepsek sekarang bangunan bertambah dan otomatis mencari peserta didik bisa lebih mudah.
“Sejak 2006 masuk di sekolah ini, saya harus mencari siswa hingga ke pelosok dan meminta nomor telepon ke SMP yang baru meluluskan anak didiknya. Hingga 2017 kami masih mencari siswa dari pagi sampai malam bahkan sempat bersitegang dengan sekolah swasta. Ini saya lakukan demi membantu menghidupi teman-teman pengajar yang lain dengan ikhlas,” papar Wiwin mengenang perjuangannya di sekolah ini.
Wiwin juga salut dengan perjuangan Kepsek sekarang didorong staf pengajar lainnya yang bisa merubah SMAN 10 ini menjadi sekolah yang tidak pinggiran dan membuat nyaman para siswa sehingga mereka betah mengikuti pelajaran. “Saya banyak belajar dari beliau,” tandasnya.
Didukung 52 tenaga pengajar yang profesional berikut staf TU, SMAN 10 terus berpacu dalam kualitas dan kuantitas demi mencerdaskan anak bangsa. Akhirnya kerja keras tersebut pun membuatkan hasil. Setidaknya tahun 2019 lalu sekolah ini meraih juara umum Lomba Pasanggiri Seni Bahasa, Sastra dan Seni Sunda Tingkat Jawa Barat dengan Ketua Kontingen Dra Wiwin Widaniawati MPd mewakili Kota Tasikmalaya. (Eddinsyah)