Jakarta, Demokratis
Pengembangan lumbung pangan (food estate) baru di luar Pulau Jawa, Provinsi Kalimantan Tengah, diharapkan Presiden Joko Widodo dapat menjadi sumber cadangan logistik nasional untuk mencegah kekurangan pasokan pangan dalam negeri. Cadangan logistik tersebut juga untuk mengantisipasi krisis pangan, mengacu pada prediksi Badan Pangan PBB (FAO).
“Korporasi petani menjadi basis pengembangan, yang terkonsolidasi dalam kelompok tani atau poktan, dengan mengoptimalkan peran penyuluh pertanian melalui input sumber daya, proses pelembagaan dan output promosi,” kata Kepala BPPSDMP Dedi Nursyamsi mengutip instruksi Presiden Jokowi saat meninjau lokasi food estate di Kabupaten Kapuas dan Pulang Pisau, Kamis (10/7).
Presiden Jokowi menginstruksikan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengembangkan konsep pertanian dari hulu ke hilir; kluster berbasis korporasi petani; diversifikasi pangan, hortikultura dan ternak; lumbung pangan nasional; pertanian modern melalui mekanisasi dan pertanian 4.0; menjual produk olahan bukan mentah.
“Petani menjual beras sebagai produk hilir, bukan gabah sebagai produk hulu. Begitu pula produk olahan lainnya dari komoditas pertanian food estate,” kata Presiden Jokowi kepada Mentan Syahrul yang dikutip Dedi saat membuka video conference Mentan Sapa Petani dan Penyuluh (MSPP) Vol. 14 di Jakarta, Jumat (10/7).
Anggota Komisi IV DPR, H TA Khalid mendukung kebijakan dan program food estate di Kalteng, yang disebutnya “mengembangkan konsep pertanian sebagai sistem industrial berbasis ilmu pengetahuan, teknologi, modal, organisasi serta manajemen modern.”
Menurut Khalid, food estate bentuk usaha skala besar di bidang agribisnis pangan yang terintegrasi, bisa horisontal – (tanaman pangan, ternak, dan perkebunan) atau vertikal (integrasi dari on-farm dan off farm). “Food estate adalah istilah populer dari kegiatan usaha budidaya tanaman skala luas di atas 25 hektare, dengan kata lain food estate adalah perkampungan industri pangan.”
Presiden Jokowi mengatakan terdapat sekitar 165.000 hektare lahan potensial di Kalteng bagi pengembangan kawasan lumbung pangan nasional tersebut. Saat ini lahan seluas 85.500 hektare dari jumlah keseluruhan merupakan lahan fungsional yang sudah berproduksi setiap tahun.
H TA Khalid mengingatkan sesuai tujuannya untuk ketahanan pangan nasional, maka food estate adalah proyek strategis nasional yang yang menghabiskan banyak uang negara, maka harus direncanakan dengan baik, terukur dan bertanggungjawab. “Ke depankan empat pendekatan melalui pengembangan wilayah, integrasi sektor dan subsektor, lingkungan berkelanjutan dan pemberdayaan masyarakat lokal.”
Hal senada dikatakan Dedi Nursyamsi, dengan elaborasi empat kebijakan pangan nasional dari Presiden Jokowi. Pertama, mengutamakan perhitungan cermat memenuhi ketersediaan pangan pokok setiap daerah di tengah pandemi covid-19. Kedua, manajemen distribusi yang baik, daerah surplus komoditas pangan tertentu dapat menyalurkan ke daerah sekitar yang membutuhkan.
“Ketiga, kemungkinan akan terjadi kemarau panjang tahun ini, perlu diwaspadai terutama terkait ketersediaan beras nasional. Keempat, program stimulus ekonomi harus bisa menjangkau yang terkait produksi beras kita, artinya turut menjangkau petani,” kata Dedi didampingi Kepala Pusat Penyuluhan Pertanian (Pusluhtan) Leli Nuryati.
Target tersebut, kata Mentan Syahrul, ditempuh Jokowi dengan melibatkan Kementerian Pertahanan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Kementerian Pertahanan dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Desa PTT) terlibat mendukung Kementan di food estate.
“Keterlibatan kementerian lain merupakan kolaborasi mendukung food estate. Tidak ada pertanian tanpa air. Jaringan irigasinya disiapkan KemenPUPR. Setelah water management-nya rampung, barulah Kementan berperan,” kata Mentan Syahrul.
Dedi Nursyamsi memastikan Kementerian Pertanian khususnya Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) berupaya maksimal mendukung, dengan mengerahkan penyuluh pertanian untuk bekerja keras mendukung pencapaian target food estate.
Menurut Dedi, ada tiga peran penyuluh pada food estate. Pertama, untuk Input Sumberdaya meliputi budaya kerja/etos, pengetahuan, komoditas dan prasarana-sarana. Kedua adalah proses pelembagaan mencakup penetapan model bisnis, membangun lembaga dan legalitas, menumbuhkan tata kelola lembaga dan menjalankan proses bisnis.
“Ketiga melaksanakan output promosi mencakup kemitraan, modal dan investasi, membuka peluang pasar dan peningkatan nilai tambah hasil produksi pertanian menjadi produk olahan bukan bahan mentah, yang selama ini lebih banyak merugikan petani,” katanya. (Ic/Dm)