Tapteng, Demokratis
Di tengah pendemi Covid-19, pertumbuhan ekonomi masyarakat pedesaan di Kabupaten Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng), sejak satu minggu terakhir menggeliat. Hal ini tidak terlepas dari anugerah musim buah-buahan yang sedang melanda negeri wisata sejuta pesona itu.
Satu pekan terakhir, geliat ekonomi yang meningkat cukup signifikan terlihat di tengah-tengah masyarakat perdesaan di sejumlah kecamatan. Dalam kondisi ekonomi yang serba memprihatinkan saat ini, musim buah menjadi harapan kebangkitan ekonomi di tengah masa sulit menutupi kebutuhan pokok sehari-hari.
Salah satu buah yang menjadi harapan petani untuk dapat meningkatkan taraf perekonomiannya adalah manggis. Kurun waktu satu minggu sejak mulai panen, harga manggis berada pada kisaran Rp 13 ribu hingga Rp 15 ribu per kilogram. Harga manggis yang dibandrol pada tingkat pengumpul ini, membuat petani tersenyum sumringah.
Dua kecamatan yang menjadi sentra penghasil mangis di Kabupaten Tapanuli Tengah adalah Kecamatan Sibabangun dan Kecamatan Lumut. Daerah penghasil manggis yang terkenal bagus dan buahnya besar-besar ini, mendadak dikunjungi toke buah dari berbagai kota sekitar. Warga yang selama ini menggantungkan kehidupannya dari hasil menyadap karet, beralih profesi menjadi pekerja pengambil manggis.
“Lumayanlah, bang. Apalagi saat ini harga karet sangat tidak bisa diharapkan,” ujar Jufri (38), salah seorang petani manggis di Kelurahan Sibabangun, saat hendak menjual buah manggisnya ke toke pengumpul, Rabu (15/7).
Diakuinya, dengan posisi harga manggis saat ini, dapat membantu taraf perekonomian masyarakat yang selama ini mengandalkan hasil menyadap karet untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Konon lagi, akibat pendemi Covid-19, harga komoditi alam seperti karet dan sawit sangat jauh menurun.
“Yang tidak memiliki pohon manggis bisa memperoleh penghasilan dengan kerja upahan memetik buah manggis. Dengan harga manggis yang cukup lumayan, pemetik manggis mendapat bagian Rp 3 ribu per kilonya,” imbuhnya. (MH)