Dalam menghubungkan perspektif mujarabnya politik uang yang aktual sekarang masih berkelanjutan. Sependapatkah Anda dengan saya berbasis prasa klasik bahwa emas berlian mahal harganya dan sukar dicari tetapi batu kerikil bisa didapatkan di sembarang tempat. Itulah ibarat orang berbudi baik bagaikan berlian sangat susah dicari. Mungkin di sinilah esensi dan relevansi berlian dan batu kerikil kita ketengahkan.
Yaitu ada substansi manusia yang sukar dicari. Tapi manusia yang biasa-biasa banyak di mana-mana. Nilai manusia kita konversi dengan nilai materi atau uang. Kita coba mencari relasi nilai manusia dan materi atau uang.
Adalah Mohammad Amin (1853–1968), tokoh perintis kemerdekaan asal Kampar, Riau yang wafat 1968 pada usia 105 tahun di Pekanbaru. Orang yang amat diingat dan memang patut kita hargai pribadi yang hebat. Ia aktivis serikat dagang Islam cabang Siak di bawah pimpinan H Samanhudi, Hos Cokroaminoto. Ia menorehkan satu frasa atau ungkapan sederhana tentang nilai atau harga. Yaitu nilai manusia atau harga manusia dan nilai barang atau harga barang atau benda.
Seperti diungkap Radja Roesli (alm) mantan wali kota Pekanbaru tahun delapan puluhan bahwa harga nilai manusia dan barang adalah linier. Yaitu jika barang nilai harganya naik atau tinggi, maka nilai harga manusia turun. Atau tinggi harga barang semakin rendah nilai manusia. Begitu juga semakain rendah atau murah nilai barang semakin tinggi nilai manusia.
Radja Roesli sempat menyampaikan pendirian atau pandangan yang sama dengan Mohammad Amin. Tokoh yang pernah kursus pengelolaan pemerintahan dengan Perdana Menteri awal kemerdekaan Sutan Syahrir di Bukitinggi tahun 1950- itu, mengatakan manusia itu punya posisi sentral namun punya tandingan lawan. Manusia versus materi.
Makrifat Mardjani (1928 – 1898) dalam perfektif sama dengan Radja Roesli seorang tokoh lain yang menjadi anggota perlemen (DPR) era 1955 sampai 1959 dari pemilihan umum RI yang pertama asal pemilihan Riau, berpendapat manusia berubah nilainya karena materi atau benda yang disebut uang. Uang menjadi kompetitor nilai manusia. Tokoh vokal asal Mudik Ulo, Kuantan Singingi Riau itu amat terkesan dalam perjalanan masyarakat bangsa nilai manusia sudah tergerus oleh uang.
Bercermin pada faham tokoh di atas saya berpendapat yang sama dengan pemikir Saabiqul Awalin atau generasi awal kemerdekaan itu. Dalam relasi itu pada satu tempo ketika silaturahmi dengan Ibu Wan Portua seorang pemikir dari pusat study Central for Strategy Policy Studies Malaysia. Ini adalah lembaga think tank di Kuala Lumpur. Menyerahkan sebuah artikel berjudul: Masih Mujarabkah Politik Uang? Bu Wan Portia juga menyatakan setuju dengan pernyataan penulis, uang sangat berpengaruh sekarang.
Masih mujarabkah politik uang? Sahabat yang segenerasi dengan saya Dr Risman Mukhtar berpendapat ya dan tidak. Jika orang baik tidak terpengaruh, hanya orang yang kurang baik yang terpengaruh. Ia menjelaskan politik uang, korupsi uang dan manipulisasi uang.
Dalam pembicaraan terkait Pilkada, Risman Mukhtar melihat ada yang tidak terpengaruh uang. Uang banyak, tapi tetap saja yang tidak banyak uang yang terpilih. Tentu saja signifikansi uang memilih tidak terpengaruh politik uang perlu diuji lebih lanjut kesahihannya.
Belakangan kita dikejutkan kasus Djoko Tjandra, yang buron karena kejahatan berkaitan kasus pidana. Soal uang begitulah singkatnya. Tiba-tiba ia ada di Jakarta dan datang mengurus perkaranya di Pengadilan Jakarta Selatan. Ia melenggang bebas mengabaikan petugas yang mencarinya, sebagai penegak hukum. Maka ini metafora soal ini tidak lain mujarabnya masalah uang.
Benarlah simpulan relasi manusia dan materi adalah linier terbalik. Jika nilai manusia tinggi maka nilai materi rendah. Begitu sebaliknya jika nilai materi tinggi nilai manusia melorot turun. Ditentukan materi. Relasi keduanya linear tebalik. Kenaikan nilai manusia akan diikuti merosotnya nilai materi.
Sekali lagi nilai manusia yang baik itu identik berlian sukar didapat. Tetapi manusia rendah adalah identik kerikil ada di sembarang tempat. Metafora kerikil dapat dinotasikan materialistik, ber-Tuhankan pada hawa nafsunya. Hal ini disindirkan oleh manusia kerikil adalah yang ber-Tuhankan hawa nafsu belaka. Naudzubillah min dzalik.
Jakarta, 15 Juli 2020
*Penulis adalah Doktor Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (UHAMKA) Jakarta. e-mail: masud.riau@gmail.com