Meninggalnya sastrawan kenamaan Tanah Air Sapardi Djoko Damono meninggalkan duka mendalam bagi dunia puisi. Sosoknya sangat berpengaruh di dunia sastra Indonesia lewat sederet karyanya yang luar biasa.
Di mata anaknya, Sapardi termasuk sosok ayah yang baik. Sapardi selalu memberi penekanan agar anaknya bisa mengenyam pendidikan tinggi dan tidak putus sekolah. Namun terkait masalah profesi sang anak, dia tidak pernah meminta anak untuk mengikuti jejaknya menjadi penyair.
“Yang jelas pesan beliau satu, sekolah. Pokoknya harus terus belajar dan sekolah. Kalau itu (minta jadi sastrawan) sih nggak. Mungkin tepatnya saya yang menghindar,” kata Bawuk, anak Sapardi Djoko Damono, saat ditemui di pemamakaman TPU Giritama, Bogor, Jawa Barat.
Bawuk mengatakan, ayahnya dimakamkan di sana atas pemintaan dari Sapardi saat masih hidup. “Pesan bapak sih. Mungkin namanya sudah tua ya, sudah ada beberapa persiapan di sini,” tuturnya.
Sapardi Djoko Damono meninggal setelah kurang lebih satu minggu dirawat intensif di RS Eka Hospital, Tangerang, Banten. Ia meninggal pada Minggu (19/7) pagi sekitar pukul 09.17 WIB setelah sempat berjuang melawan sejumlah penyakit yang dideritanya.
“Sulit dijawab sih karena ada beberapa hal. Tapi kemarin itu ada infeksi di paru-paru, ada cairan yang banyak. Kemarin menangani cairan itu, agak berat juga mungkin di badannya,” ucap Bawuk.
Dalam kesempatan itu dia mengungkapkan kondisi terakhir Sapardi Doko Damono sebelum meninggal. Bawuk mengatakan, ayahnya sudah tidak selera makan. Dia cuma mau minum teh pada Minggu pagi kemarin.
“Biasa kan sarapan di rumah sakit, lalu dikasih teh hangat dan segala macam. Tapi makannya sudah sulit. Pas ditanya apa mau? Beliau bilang mau minum teh. Ibu sih yang ngasih. Minumnya juga cuma sedikit. Ditawarin yang lain-lain sudah nggak mau,” paparnya.
Bawuk bersyukur di detik-detik terakhir dia bisa menemani sang ayahanda meskipun pihak rumah sakit memberlakukan protokol kesehatan Covid-19. “Penunggu di rumah sakit kan terbatas ya dengan situasi seperti ini. Jadi bolak balik beberapa hari aja. Untungnya kemarin maksa untuk nemenin, dan saya ada di saat bapak meninggal,” paparnya.
Semasa hidupnya, Sapardi Djoko Damono melahirkan banyak sekali karya. Bukan hanya dalam bentuk puisi dan esai, tapi juga cerpen. Diantaranya adalah Lelaki Tua dan Laut, Mata Pisau, Perahu Kertas, Ayat Ayat Api, Pengarang Telah Mati, Membunuh Orang Gila, Mantra Orang Jawa, Fana Adalah Waktu dan yang lainnya. (Red/Dem)