Sabtu, November 23, 2024
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Warga Protes Pengalihan BST yang Dilakukan Kuwu Tegal Sembadra

Indrmayu, Demokratis

30 keluarga penerima manfaat (KPM) dari kelompok buruh tani memprotes tindakan Effen Efendy, Kepala Desa (Kuwu) Tegal Sembadra, Kecamatan Balongan, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, karena mengalihkan bantuan sosial tunai (BST) kepada pihak lain. Pengalihan hak yang diprotes oleh 30 KPM dari RT 02 RW 01 dan RT 04 RW 02 diungkapkan kepada Demokratis, Selasa (21/07) lalu.

Salah seorang KPM di RT 04/02 menjelaskan bahwa pada saat pencairan BST buruh tani di Kantor Pos Indramayu pertengahan bulan Juli 2020 yang lalu, ia diantar dengan sepeda motor oleh seorang yang nantinya akan menerima pengalihan haknya dan juga didampingi oleh Sukiroh sebagai perwakilan pemerintah desa (Pemdes).

Ia juga mengungkapkan, nilai total BST buruh tani tersebut berjumlah Rp 1.800.000 dan dipotong oleh Sukiroh untuk biaya administrasi desa sebanyak Rp 200.000. Selanjutnya nama KPM yang berhak menerima BST buruh tani hanya diberikan Rp 300.000. Sisanya senilai Rp 1.300.000 dialihkan atau diberikan Sukiroh kepada orang lain yang mengantarnya ke Kantor Pos.

Sementara Sukiroh saat dikonfirmasi di rumahnya, Rabu (22/07), mangku tidak bisa banyak berkomentar. “Mohon maaf, saat ini saya belum bisa menjawab, takut salah ucap. Jadi, silahkan tanya ke atasan saya saja, yaitu bapak kuwu,” ungkapnya.

Sukiroh juga menjanjikan bahwa nanti sekitar pukul 09.00 atau 10.00 WIB, ia dan kuwu akan berada di balai desa, untuk menjelaskan pertanyaan yang diperlukan. Namun sayangnya janji Sukiroh tidak ditepati. Sebab, ketika ditunggu pada waktu yang telah dijanjikan di balai desa, ternyata Sukiroh dan Sunento serta kuwu tidak juga menunjukkan batang hidungnya.

BST senilai Rp 1,8 juta untuk biaya administrasi desa Rp 200 ribu. KPM yang berhak menerima BST hanya diberikan Rp 300 ribu. Sisanya senilai Rp 1,3 juta dialihkan kepada orang lain.

Akhirnya, Demokratis pun berinisiatif untuk mengunjungi kuwu di rumahnya, namun tidak ada juga. “Bapak tidak ada di rumah. Dan tidak tau ada di mana?” jelas istrinya.

Pada saat yang sama, Camat Balongan Udi Mashudi juga ingin dimintai komentarnya. Camat tidak berada di kantor. Menurut Cecep, petugas di kantor Kecamatan Balongan memberi petunjuk bahwa Camat sedang mengikuti rapat di Balai Desa Sukareja. Ditemui di lokasi acara rapat, camat belum bisa dikonfirmasi.

Konfirmasi lanjutan di Balai Desa Tegal Sembadra, Senin (27/07), Demokratis bertemu dengan Sukiroh. Saat ditanya tentang janji pertemuan yang tidak ditepati, Sukiroh beralasan bahwa waktu itu ia ada keperluan ke bank. Sementara tarkait pengalihan hak KPM BST buruh tani, Sukiroh membenarkan hal tersebut dan menjelaskan KPM BST buruh tani sebanyak 135, yang dialihkan namanya ke orang lain sekitar 30 KPM.

“Soal praktek pemotongan untuk biaya adminitrasi dan yang lainnya itu adalah hasil kesepakatan oleh KPM dan ketua kelompok tani,” katanya.

Sukiroh juga membenarkan bahwa dia turut mendampingi KPM saat pencairan BST tersebut di Kantor Pos, nilainya sebanyak Rp 1.800.000. Menurutnya, adapun soal pengalihan KPM tersebut disebabkan adanya nama KPM ganda dan protes peralihan yang dilakukan para KPM diduga karena diprovokasi oleh para ketua kelompok tani.

“Pada saat protes dan kekisruhan itu KPM pemilik hak tidak mau mengambil BST-nya di Kantor Pos, sehingga kuwu mengambil kebijakan agar diambil saja dan diberikan kepada warga yang belum mendapatkan,” katanya.

Surat pernyataan peralihan hak KPM tidak bertanggal yang diperlihatkan oleh Sukiroh. Foto-foto: Demokratis

Ditambahkan, peralihan tersebut berdasarkan hasil kesepakatan kedua belah pihak secara hitam di atas putih dan bermaterai.

“BST buruh tani tersebut berdasarkan hasil pendataan dari kelompok tani atas perintah Dinas Pertanian pada bulan April 2020,” ungkapnya.

Sukiroh juga menerangkan bahwa kelompok tani di desanya ada lima yakni, : 1. Kelompok Sunapa; 2. H Aceng; 3. H Nasir; 4. Tajoyo; dan 5. Tarjono.

Pada hari yang sama, H Nasir ketika diminta keterangannya mengatakan, “Saya sangat beruntung karena tidak dilibatkan saat pencairan BST buruh tani tersebut. Sehingga akibat kebijakan pemerintah desa yang mengalihkan hak KPM kepada orang lain diprotes warganya, saya tidak ikut campur”.

Nasir juga mengakui bahwa BST buruh tani itu adalah hasil pendataan dari Dinas Pertanian pada bulan April 2020 yang lalu. “Sebaiknya hasil pendataan dari pertanian jangan dicampuri dengan hasil pendataan dari desa. Sebab, hasil pendataan dari pertanian itu khususnya untuk kelompok buruh tani jelas berbeda. Oleh sebab itu, data dari desa jelas berbeda dari hasil data pertanian. Sehingga bisa saja terjadi KPM data desa menjadi ganda dengan data KPM buruh tani,” pungkas Nasir. (S Tarigan)

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles