Bermula dari cerita nyata yang pernah tenjadi di Desa Tangkurak Banteng, Kecamatan Pebayuran, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Pada tahun 1985 diceritakan oleh sumber kepada wartawan sehingga perlu menceritakan kembali peristiwa yang dinilai menarik untuk didongengkan kepada pembaca.
Berawal dari kisah perjalan hidup seseorang yang biasa dipanggil Bapak Peang yang sehari-sehari sebagai petani kangkung di rawa-rawa yang berada di Desa Tangkurak Banteng. Ia memiliki empat orang anak.
Dalam kehidupannya yang pas-pasan bahkan dalam kesusahan serta kemiskinan yang dialami tidak menyababkan Bapak Peang berhenti untuk terus berjuang dan berusaha untuk melangsungkan kehidupan demi masa depan terutama anak-anaknya.
Seiring waktu hasil dari berjualan sayur kangkung dengan berjalan kaki berkeliling desa setiap hari ia lakukan. Sementara hasil laba dari penjualannya selalu disisihkan demi satu keinginan supaya memiliki seekor sapi ternak dengan harapan untuk dikembangbiakkan serta dapat merubah taraf hidupnya, yang bisa dibilang miskin.
Kehidupan bulan demi bulan dilalui bahkan tahun demi tahun dijalani, akhirnya Bapak Peang berhasil mengumpulkan uang sejumlah yang dibutuhkan hingga cukup untuk membeli seekor anak sapi betina muda dari hasil jerih payahnya. Kini Pak Peang memiliki seekor anak sapi putih dari hasil tabungannya. Mereka begitu senang berhasil mewujudkan impiannya selama ini.
Seperti biasanya Bapak Peang dan keluarga menjalani kehidupannya dengan berjualan sayur kangkung namun sesudahnya berjualan kini Pak Peang harus melanjutkan dengan mengembala sapinya yang sudah ia beli.
Pada suatu malam Bapak Peang bermimpi kedatangan seorang kakek berbaju dan bersorban putih. Orang goib itu berbicara dengan lembut seraya katanya, “Hai Peang, saya kasihan sama kamu. Kamu orangnya sabar dan prihatin. Semua penderitaan bahkan hinaan kamu hadapi dengan tabah dan sabar serta kamu tetap menjalan kan ibadah kepada Allah SWT.”
Pak Peang bertanya siapa kakek ini.
“Nggak perlu tau siapa saya sebenarnya, namun saya salut akan kesabaranmu selama menjalani kehidupan ini.”
Si kakek tua berbaju dan bersorban putih menyampaikan dalam mimpi Pak Peang serta keinginannya untuk membantu.
“Saya akan membantumu dengan cara merasuki sapi yang sudah kamu beli dengan uang hasil jerih payahmu itu.”
Diceritakan suatu hari anaknya yang bungsu menangis karena sering dihina dan dicemooh. Anak bungsu laki-lakinya sepulang sekolah SD sering menangis karena dihina oleh teman-teman sebayanya. Sering dikata-katain kalau mau menulis.
“Pake batang kangkung, aja,” katanya.
Namanya anak kecil yang hanya bisa menagis dan mengadu sepulang sekolah, membuat Pak Peang dan istri mengela nafas, bersedih dan prihatin.
“Sabar, ya, nak, jangan malu dan teruslah belajar, bersekolah dan mengaji biar kita tukang sayur kangkung namun insya Allah halal. Semoga kelak kamu jadi anak yang sukses, berguna bagi agama dan bangsa.”
Ucap Pak Peang dengan sedih, mereda anak bungsunya.
Sekian hari sapi miliknya kembali di kebun bersama tenak sapi-sapi milik petani lain. Namun sapi miliknya terlihat berbeda dari yang biasa sapi pada umumnya. Sapi ini memiliki bulu yang aneh, bulunya yang mejulur ke depan serta lebih apik memilih rumput untuk dimakan. Saat sapi ini mendekati sapi lain serontak sapi yang lain itu kabur seperti ketakutan sehingga tidak ada seekor sapi lain pun yang berani mendekat.
Pak Peang yang mengembalai, cukup memperhatikannya dari kejauhan sambil beristirahat, sekaligus mengilangkan rasa lelah setelah berkeliling, berjualan sayur kangkung. Saat itu Pak Peang kelelahan seperti mengantuk dan hampir tertidur, namun tiba-tiba dikagetkan dengan suara yang terdengar anak kecil menjerit-jerit seperti ketakutan.
“Auuuuh.. Auuhhhh..”
Pak Peang langsung mendekati ada apa gerangan diketahui gadis yang selama ini tidak dapat berbicara (tuna rungu) berusia kurang lebih 25 tahun dan selama 14 tahun tak dapat berbicara. Sedangkan terliat sapinya yang lagi menjilati leher anak itu. Pak Peang berteriak!
“Hey, hey, apapa-apan kamu ini. Hey sapi!” ucap Pak Peang.
Ia kaget karena dikiranya gadis tersebut digigit atau dimakan. Pak Peang menarik sapi itu atas permintaan ibunya yang saat itu pun berteriak meminta tolong.
“Toloooong.. Tolooooong..”
Anehnya dari peristiwa yang mengagetkan itu setelah si sapi berhenti menjilati leher anak itu. Aada suatu keajaiban tiba-tiba anak itu berdiri dan memangil nama ibunya.
“Ibu.. Ibu,” katanya.
Ibunya yang saat itu menyaksikan dengan Pak Peang melongo dan bingung karena anaknya yang tadinya tidak dapat bersuara kini bisa berbicara, memangil namanya. “Ibu.. Ibu..ibuuuuu..”
Ibunya langsung memeluk dan menangis haru serta mengelus-ngelus sapi yang tadi menjilati leher anaknya. Mungkin sare’atnya karena jilatan sapi itu, anaknya sembuh dari tuna rungu dan dapat berbicara kembali.
Kejadian ini seketika menyebar dan menjadi buah bibir di kalangan masyarakat desa setempat, tidak sedikit yang berdecak kagum akan keanehan yang dimiliki sapi milik Pak Peang. Sehingga kabar ini pun menyebar sehingga tidak sedikit dari orang-orang yang mempercayai kalau sapi yang dimiliki Pak Peang adalah sapi ajaib sehingga mereka berdatangan untuk melihat serta meminta sare’at pengobatan pelantara sapi tersebut.
Kabar demi kabar yang diceritakan orang-orang sehingga kabar ini mengundang banyak orang berdatangan, seraya meminta sare’at pengobatan. Salah satu di antaranya banyak yang datang adalah orang buta. Seorang perempuan umur 45 tahun yang buta sejak kecil. Lalu disodorkan ke depan sapi itu dan seperti mengerti langsung saja dijilati. Alangkah ajaib selesai dijilati orang tersebut tengok kanan-kiri serta langsung dapat melihat, yang menyaksikan pada saat itu melongo antara aneh tapi nyata dan orang itu langsung memangil keluarganya serta menangis haru karena dapat melihat, seraya bersujud syukur.
“Alhamdulillah..”
Sejak itu banyak yang berdatangan dari berbagai daerah di antaranya Jakarta, Pulau Jawa sampai Sumatera bahkan seantero jagat digemparkan oleh kejadian yang menghebohkan pada waktu itu. Mereka datang dengan berbagai keluhan penyakit, baik medis atau nonmedis bertujuan untuk dapat diobati dengan harapan mendapat kesembuhan.
Diceritakan juga ada orang China dari daerah Sumatera penyakitnya tampak parah diduga struk dan sudah berobat ke mana-mana namun tak kunjung sembuh. Mereka datang diantar keluarganya mengunankan mobil mewah ikut serta mengantri dengan orang-orang yang bertujuan sama, untuk mendapat pengobatan dari sapi ajaib yang ia dengar dari kabar melalui mulut ke mulut. Ia mengantri dengan payah bahkan dari mulutnya mengeluarkan cairan sehingga Bah Ahdi warga setempat yang saat itu menyaksikan serta membantu menertibkan antrian merasa iba dan kasihan. Sehingga oleh Bah Ahdi dibantunya dengan menuntunnya berjalan, dengan harapan agar disegerakan pengobatannya.
“Saat itu saya melihatnya kasihan jadi saya bantu untuk berjalan memapahnya agar segera dapat diobati. Ketimbang nunggu di dalam mobil sampe kapan karena banyaknya orang yang datang jadi penuh dan sesak,” ucap Bah Ahdi saat menceritakan peristiwa ini.
Keanehan demi keanehan kembali terjadi setelah dijilati oleh sapi tersebut yang tadinya lemah serontak badannya terlihat segar dan tampaknya kembali pulih alhasil langsung bisa berjalan, sedang tangannya yang tadinya kaku kini bisa bergerak dan memegang sesuatu.
Orang tersebut mampu berjalan mendekati mobilnya. Sedangkan di dalam mobil keluarganya yang menyaksikan kondisi itu langsung berteriak.
“Terima kasih, terima kasih,” serta menangis, berterima kasih kepada Bah Ahdi dengan pandangan penuh aneh tapi nyata. Mereka senang dan bergembira seraya berjanji kepada pemilik sapi ajaib untuk berkaul membawa pangang domba dan kalung emas kisaran 50 gram untuk dikalungkan pada sapi tersebut.
Kedatang orang-orang dari berbagai daerah terus berlangsung selama empat bulan lamanya di setiap hari. Desa yang tadinya sepi kini ramai seperti pasar malam ditambah para pedagang yang berjejer di sepanjang jalan menuju rumah pemilik sapi. Sehingga tampak situasi yang ramai serta menghebohakan, namun ada saja yang memanfaatkan momen seperti ini karena banyaknya yang mempercayai hingga berjubel orang-orang untuk mendapat giliran pengobatan bahkan tidak sedikit dari mereka yang mempercayai yang berlebihan sampai kotoran dan air seni sapinya pun diperebutkan karena dipercayai memiliki tuah untuk digunakan pengobatan bahkan dijadikan ajang bisnis untuk dijualbelikan dengan mahal. Padahal dari keluarga Pak Peang sendiri pemilik sapinya tidak menergetkan soal uang, apalagi mengomersilkan, hanya seiklasnya.
Sehingga kejadian ini terus berlangsung sampai empat bulan lamanya terlihat kehidupan Pak Peang dan keluarga pun tampak cukup secara ekonomi yang tadinya susah kini kehidupannya mapan dan tak kurang apapaun bahkan lebih, sampai-sampai pendapatan uang dari diamplop-amplop pengunjung oleh Pak Peang, dibagi-bagikan bagi siapapun yang membantunya untuk menerima tamu-tamu, serta dibagikan kepada tetangga, anak yatim, pakir miskin dan jompo. Secara ekonomi masyarakat Desa Tangkurak Banteng banyak yang diuntungkan dalam sekejap, mereka bisa mendapatkan untung yang besar mulai dari yang berdagang, parkiran kendaraan sampai jasa membantu para pengunjung.
Sampai akhirnya Pak Peang pemilik sapi tersebut sudah mapan dan bergelimpangan harta sampai pada akhirnya Pak Peang bermimpi kembali didatangi oleh seorang kakek yang berbaju dan bersorban putih yang pertama kali datang untuk membantunya. Namun mimpi kali ini sang kakek dalam pembicaraannya bernada agak keras seolah menyimpan kekecewaan:
“Pak Peang, kini hidupmu sudah cukup makmur dan subur. Gunakanlah uang yang kamu miliki dengan sebaik-baiknya, mungkin biaya itu sudah cukup untuk kebutuhan dan anak-anakmu. Setelah itu janganlah menjadikanmu sombong, teruslah kamu beribadah dan berbuat baik walau pun mungkin aku akan pergi dari sapimu yang sudah kupinjam jasadnya. Aku tidak suka karena ada di antara kalian yang manfaatkan dengan berlebihan mempercayai hal ini. Aku tidak suka karena banyak yang menyalahgunakan, khawatir dapat melemahkan iman dan kepercayaan orang-orang itu kepada Allah SWT karena hanya-Dialah Tuhan Yang Maha Kuasa penyembuh dari segalanya dan saya berpesan jangan membuka peraktek pengobatan lagi.”
Seraya berpamitan untuk berpisah, Pak Peang hanya terdiam dan menagis serta meminta maaf meratapi atas kesalahan orang-orang yang melakukan perbuatan yang tidak kakek sukai.
Setelah kejadian mimpi itu, Pak Peang menceritakan serta menyampaikan kepada aparatur desa dan orang-orang yang selama ini sudah membantunya dalam menerima tamu yang sudah berdatangan dari mana-mana dan untuk selanjutnya agar tidak buka peraktek pengobatan lagi.
Setelah mimpi itu, terlihat sapi yang dulunya tampak aneh kini kembali seperti binatang pada umumnya, normal-normal saja, yang biasanya lebih suka meminum kopi, susu, dan memakan tumpeng bunga-bunga, buah-buahan bahkan pangang ayam, kini malah sebaliknya selain dari rumput sapi tersebut tidak memakannya, bahkan bulunya yang aneh menjulur kedepan kini bulunya tampak kembali biasa.
Sejak itu, Pak Peang menghentikan prakteknya namun ada saja yang masih berdatangan mengantri untuk memaksakan berobat tapi semua itu sia-sia karena sang sapi sudah tidak bisa menjilati malah lari ketika dikerumuni orang banyak.
Sumber:
Abah Ahdi dan istri yang dulu menyaksikan serta membantu, menolong pasien saat peristiwa ini terjadi. Kini Abah Ahdi hanya pedagang warung di kawasan Indotaise Cikampek.