Jakarta, Demokratis
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PB NU) dan beberapa ormas telah meminta Pilkada ditunda. Kemarin (21/9) desakan senada disampaikan PP Muhammadiyah. Mereka juga mendesak agar kontestasi politik lima tahunan itu ditunda. Jika dipaksakan, dikhawatirkan akan muncul klaster baru penularan Covid-19.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menyatakan, pihaknya meminta KPU, pemerintah, dan DPR meninjau kembali jadwal pelaksanaan pilkada maupun aturan kampanye yang melibatkan kerumunan massa.
Menurut dia, demi keselamatan bangsa, juga untuk menjamin pelaksanaan yang berkualitas, KPU hendaknya mempertimbangkan dengan saksama untuk menunda pilkada. ”Sampai keadaan memungkinkan,” ujarnya melalui keterangan pers kemarin.
Haedar mengatakan, keselamatan masyarakat jauh lebih utama daripada pelaksanaan pilkada. Dia berharap KPU, pemerintah, dan DPR segera mengambil keputusan untuk menunda pesta demokrasi di tingkat daerah itu. Tokoh kelahiran Bandung tersebut juga mengimbau kepada seluruh masyarakat untuk lebih disiplin mematuhi protokol Covid-19 yang ditetapkan pemerintah. Serta membangun budaya hidup sehat dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, tempat ibadah, dan instansi kerja.
Seluruh masyarakat juga hendaknya menjaga persatuan dan kerukunan dengan tidak memproduksi serta menyebarkan informasi hoaks dan provokatif melalui media apa pun, khususnya media sosial. Menurut Haedar, diperlukan sikap saling peduli dan berbagi dari masyarakat. Terutama terhadap saudara-saudara yang terkonfirmasi positif dan keluarga korban Covid-19. ”Sebagai wujud ta’awun dan gotong royong yang menjadi karakter bangsa Indonesia,” tuturnya.
DPD RI juga masih terus menyuarakan penundaan Pilkada. Anggota DPD Misharti menyatakan, pemerintah harus mempertimbangkan dan mengkaji ulang pelaksanaan Pilkada serentak yang digelar pada 9 Desember mendatang.
”Saya berharap pilkada serentak ditunda atau diundur ke 2021,” katanya.
Dalam kondisi seperti ini, tegas Misharti, pemerintah harus mengutamakan kesehatan dan keselamatan rakyat yang rentan terpapar virus. Apalagi, sekarang kesadaran masyarakat untuk menerapkan protokol kesehatan masih sangat rendah.
Menurut Misharti, secara riil, penularan Covid-19 belum terkendali. Jika tahapan pilkada tetap dilanjutkan, pemerintah harus mengeluarkan biaya yang cukup tinggi dan menerapkan standar yang sangat ketat. Sebab, standar teknis pencoblosan tentu harus diubah dan tidak bisa disamakan dengan situasi normal. Tentu hal itu menambah berat dari segi anggaran maupun sumber daya.
JK Setuju Pilkada Ditunda
Jusuf Kalla, ketua umum Palang Merah Indonesia (PMI) yang juga wakil presiden kesepuluh dan ke-12, mengatakan, jika ada potensi kesulitan dalam mengawasi kerumunan, sebaiknya pilkada serentak ditunda. Dia menyebutkan, pilkada serentak bisa ditunda sampai beberapa bulan dari jadwal yang telah ditetapkan.
“(Ditunda, Red) Sampai vaksin ditemukan. Kalau vaksin ditemukan, nanti kasus menurun,” ujarnya saat menghadiri donor darah di Polda Metro Jaya Sabtu (19/9).
Pria yang akrab disapa JK itu melanjutkan, dalam pelaksanaan pilkada serentak di tengah pandemi Covid-19, KPU tentu harus membuat syarat-syarat. Misalnya, kampanye maksimal dihadiri 50 orang. Namun, menurut dia, sulit mengontrol dan mengawasi kampanye yang tersebar di banyak titik. Bisa jadi yang hadir mencapai 200 orang atau bahkan lebih. “Berarti ada kecenderungan (pelanggaran protokol, Red). Dipertimbangkan dulu waktunya,” katanya.
JK menambahkan, sejatinya banyak bupati atau wali kota yang baru akan habis masa baktinya tahun depan. Jadi, tidak masalah jika pilkada serentak ditunda. Kalaupun ada yang sudah habis masa kerjanya, pejabat sementara bisa ditunjuk. (Red/Dem)