Subang, Demokratis
Unit Pelaksana Kegiatan pengelola Dana Amanah Pemberdayaan Masyarakat (UPK-DAPM) Kecamatan Tanjungsiang, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat, belakangan menjadi sorotan berbagai kalangan. Pasalnya, selain legalitasnya dianggap ilegal juga dalam mengelola keuangan dana bergulir dinilai tidak taransparan dan akuntabel bahkan dituding dijadikan ajang bancakan, sehingga berpotensi merugikan keuangan negara/DAPM.
Hal itu seperti temuan yang dirilis LSM FESOMAS dan diterima Demokratis, belum lama ini.
Pentolan LSM FESOMAS Dedi Supriatna memaparkan, keberadaan UPK-DAPM bentukan Badan Koordinasi Antar Desa (BKAD) diketuai Jejen Zaelani dianggap ilegal (baca: bodong), lantaran pembentukan BKAD sendiri diduga tidak melalui Musyawarah Antar Desa (MAD) sebagaimana diatur dalam AD/ART.
Tak hanya itu, pengelolaan keuangan dana bergulir yang asetnya kini mencapai sedikitnya Rp 4,5 miliar disinyalir dijadikan ajang bancakan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
Modusnya dengan membentuk kelompok-kelompok peminjam fiktif, uang setoran kelompok tidak dibukukan diduga masuk kantong pribadi oknum, peminjam perorangan yang diduga bernuansa KKN.
Disebut-sebut peminjam perorangan ini para oknum yang terlibat dalam kepengurusan BKAD/UPK-DAPM dan lembaga pendukung lainnya.
Sementara itu, kata Dedi, kepengurusan UPK-DAPM yang dipimpin Maman sejak terbentuk selama tiga tahun belum pernah menyampaikan laporan tahunan yang dibacakan dalam forum MAD seperti diatur dalam AD/ART, sehingga sulit untuk mengatahui perkembangan usaha/kegiatan dalam kurun waktu tertentu.
Hal ini pula yang mengundang kecurigaan berbagai kalangan terhadap kinerja UPK-DAPM dalam mengelola, melestarikan, memelihara dan mengembangkan dana bergulir baik Usaha Ekonomi Produktip (UEP) dan Simpan Pinjam Perempuan (SPP).
Ketua BKAD Jejen Zaelani, Ketua UPK Maman beserta jajarannya saat ditemui di kantornya menampik bila kepengurusannya ilegal dan dianggap mengkudeta kepemimpinan Yaya periode 2015-2020 yang terpilih melalui MAD 2015.
Namun pihaknya mengakui bila kepengurusannya bisa dikatakan legal informal, karena memiliki SK Camat saat itu dijabat Drs Aep Saepudin Sobandi selaku Pembina BKAD meskipun bukan hasil proses MAD.
Adapun adanya tuduhan, tudingan, anggapan dan dugaan penyelewengan dana bergulir DAPM jadi ajang bancakan itu tidak benar.
Pihaknya menyatakan bertanggungjawab atas segala kebijakan yang terkait dengan kegiatan BKAD dan UPK-DAPM sepanjang itu menjadi ruang lingkup pekerjaannya. “Terkait itu kami sudah menyiapkan pengacara,” tandasnya.
Drs Aep Saepudin Sobandi saat ini Camat Binong, ketika dikonfirmasi di ruang kerjanya (21/9), membenarkan bila dirinya menandatangani SK kepengurusan BKAD Jejen dkk atas dasar adanya kelengkapan administrasi (BA dan daftar hadir) rapat/musyawarah.
“Terlepas dokumen itu bila dianggap mal administrasi, itu ranahnya pengeak hukum. Sementara penerbitan SK itu lebih kepada pelayanan masyarakat, agar kegiatan pemberdayaan masyarakat dan pelestarian dana DAPM bisa bermanfaat,” ujarnya.
Sementara itu, kronologi dugaan penyelewengan dana surplus peruntukan desa-desa se Kecamatan Tanjungsiang sebesar Rp 127 jutaan, terdiri dana surplus sebesar Rp 77 juta dan dana pembinaan Rp 50 juta yang diserahkan melalui Ketua APDESI Kecamatan Tanjungsiang selaku Kades Rancamanggung Abas.
Mestinya dana tersebut menjadi sumber pendapatan Pos Penerimaan APBDes di desanya masing-masing yang tercatat dalam rekening Pemerintah Desa, namun diduga malah dijadikan bancakan oleh oknum kepala desanya masing-masing.
Indikasinya dana tersebut tidak tercatat dalam LKPJ tahunan Kepala Desa ybs.
Ironisnya, lebih memprihatinkan komentar Sekjen APDESI Kecamatan Tanjungsiang selaku Kades Cikawung Didi terkait dana surplus. “Ah… maklum namanya juga duit setan jadi dimakan jurig,” celoteh Didi.
Di kesempatan terpisah, menurut keterangan Kades Kawungluwuk Adim, Kades Cibuluh Edi dan Kades Buniara Endang Udi bila pembagian uang surplus diterima dari Sekjen APDESI Kecamatan Tanjungsiang Kades Cikawung Didi yang mendapat tugas dari Ketuanya Abas hanya menerima Rp 2 juta/desa tetapi menandatangani kwitansi Rp 4,8 juta. Diakuinya belum dimasukan ke rekening APBDes tapi masih dipegang oleh bendahara keuangan desanya masing-masing.
“Raibnya uang surplus dan dana pembinaan bersumber dari UPK–DAPM serta carut marutnya pengelolaan dana bergulir (DAPM) yang akan bisa mengungkap adalah auditor dalam hal ini IRDA atau Aparat Penegak Hukum ketika kelak menjadi persoalan hukum,” tandasnya.
Terkait keberadaan BKAD/UPK-DAPM Kecamatan Tanjungsiang, seorang aktivis yang juga tokoh masyarakat desa setempat Yanto, melontarkan kegeramannya saat ditemui awak media (20/9) di kediamannya. Menurutnya proses pergantian kepengurusan BKAD/UPK-DAPM bisa dibilang cacat hukum alias ilegal lantaran mekanismenya tidak ditempuh sesuai AD/ART.
“Itu artinya segala kebijakan BKAD dan pengelolaan dana bergulir UPK-DAPM selama ini dianggap liar, tapi anehnya pengurus APDESI Kecamatan Tanjungsiang yang notabene mitra kerja BKAD dan Camat Tanjungsiang selaku pembina BKAD seolah tutup mata dan membiarkan keberadaan BKAD/UPK-DAPM terus berpolemik dan berlarut-larut. Sementera legalitasnya dipertanyakan. Ada apa ini???” tandasnya.
Menanggapi itu, Ketua APDESI Kecamatan Tanjungsiang selaku Kades Rancamanggung Abas mengutarakan, bila dana surplus janganlah diributkan, ada persoalan yang lebih penting dan krusial. Dirinya berjanji akan membeberkan persoalan UPK-DAPM yang diketuai Maman.
“Mereka adalah para pengurus ilegal yang harus dibubarkan, masa iya uang miliaran rupiah dikelola oleh pengurus yang cacat hukum dan ilegal, bagaimana jadinya?” tanya Abas.
Pihaknya mendorong agar MAD segera bisa digelar, dan BKAD yang sekarang ada segera dibubarkan. Sementara aset yang ada menginginkan dibagikan kepada desa se Kecamatan Tanjungsiang untuk selanjutnya akan dikelola oleh BUMDES masing-masing desanya.
Senada dengan Kades Rancamanggung Abas pentolan FESOMAS Dedi S dan Yanto mendesak, demi tertib hukum dan tertib administrasi segera digelar Musyawarah Antar Desa (MAD) untuk memilih kepengurusan BKAD dan unsur kelengkapan lainnya dimana mekanismenya mengacu AD/ART.
Diharapkan pihak berkompeten dan instansi terkait agar turut membantu penyelesaian kemelut BKAD/UPK-DAPM Kecamatan Tanjungsiang baik secara perdata dan atau pidana, mengingat aset yang dimiliki mencapai lebihdari Rp 6 miliaran yang notabene merupakan dana hibah Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) yang dapat dimanfaatkan untuk pemupukan modal, pengembangan kelembagaan dan dana sosial, guna kesejahteraan msyarakat Kecamatan Tanjungsiang.
Menanggapi itu, Gerakan Nasional Pencegahan Korupsi (GNPK-RI) Kabupaten Subang Cq Bidang Pengaduan Masyarakat Yudi Prayoga Tisnaya saat dihubungi awak media di kantornya Komplek BTN Puskopad Sukajaya, Kelurahan Cigadung-Subang (25/9) menegaskan, bila benar adanya penyimpangan pengelolaan dana DAPM itu merupakan perbuatan korupsi. Sudah selayaknya oknum yang terlibat seharusnya segera dicokok aparat penegak hukum.
Masih kata Yudi, dalam konteks ini aparat penegak hukum tidak usah menunggu adanya pengaduan dari masyarakat. “Kasus ini bukan delik aduan, melainkan laporan peristiwa pidana,” tandasnya.
Pihaknya berjanji, bila data-data yuridis sudah diperoleh secara lengkap akan melaporkan kepada aparat penegak hukum. (Abh)