Indramayu, Demokratis
Warga masyarakat Desa Nunuk, Kecamatan Lelea, dipanggil oleh Inspektorat Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Jumat (9/10) di ruangan kerja investigatif lantai dua. Pemanggilan yang dilakukan oleh Inspektorat tersebut adalah atas laporan sejumlah warga yang menduga bahwa oknum Kepala Desa (Kuwu) Nunuk, Mashadi, melakukan penyelewengan dengan dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) terkait pelaksanaan Anggaran Dana Desa (ADD) Tahun 2018.
Sebelumnya, pihak Inspektorat telah melakukan audit yang dilakukan pada tanggal 7, 8, 9, 10 dan 11 September 2020. Hasil dari kegiatan tersebut kemudian pihak inspektorat mengundang warga atau pelapor untuk hadir pada kegiatan ekspose hasil audit.
Pada kesempatan tersebut, Andri selaku warga Desa Nunuk, memberikan keterangan hasil dari panggilan dirinya ke pihak Inspektorat, bahwa menindaklanjuti laporan dari sejumlah warga beserta dirinya atas dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Kuwu Nunuk.
“Hasil dan jawaban dari laporan atau aduan kami perihal ADD dengan kegiatan pembuatan paving blok, tapi sepertinya ada pengalihan dan SPJ tersebut pun terlihat baru, sepertinya,” ujar Andri.
Selanjutnya, menurut Andri, respon pihak Inspektorat atas laporan dan aduan masyarakat tersebut dirasa masih kurang memungkinkan untuk menjerat Kuwu secara aturan maupun hukum. Kesepakatan atau mufakat jahat yang telah dibuat oleh Inspektorat serta Kuwu diduga telah terjadi kongkalikong.
“Saya pikir, lebih tepatnya sudah terjadi kongkalikong antara pihak Inspektorat dan pihak pemerintah desa,” imbuh Andri.
Kemudian harapan serta langkah selanjutnya warga Desa Nunuk, jika pihak Inspektorat tidak sesuai dengan apa yang telah ditetapkan oleh aturan, maka sejumlah warga Desa Nunuk akan melakukan upaya lain agar pihak pemerintah desa dan Inspektorat lekas tanggap dan segera memproses dengan adanya aduan masyarakat di desa tersebut.
Di tempat terpisah, Direktur PKSPD Kabupaten Indramayu, O’ushj Dialambaqa, saat diwawancara oleh Demokratis di ruangan, mengatakan bahwa telah menjadi tradisi buruk di dalam penegakan pemberantasan korupsi oleh lembaga penegakan hukum. Tradisi buruk tersebut indikasinya adalah sistem target.
“Targetnya ini kita tidak tahu, tapi faktanya, itu seolah-olah atau seakan-akan sedang ada target. Misalnya ada kasus satu. Dan kemudian jika laporan tersebut telah terjadi tiga tahun lalu dan proses ini tidak jalan lagi. Kemudian, paling pintar aparat penegak hukum akan mencari alibi atau apologi,” ujar Oo biasa dikenal.
Oo pun menambahkan tentang pejabat penegak hukum, dalam serah terima jabatan harus tertulis, berapa kasus yang sedang ditangani dan berapa laporan masyarakat yang masuk. Pasalnya, instansi maupun pejabat terkait terkesan tertutup untuk informasi dengan berbagai macam dalih.
Untuk mengawal kasus diatas, ia menghimbau, bagaimana media ikut berpartisipasi dan konsisten untuk selalu menulis isu yang dibawa, yang kedua, jika hal tersebut masih kurang efektif maka ekstra parlementer (aksi) harus dilakukan kepada Pemerintah Desa Nunuk. Tutup Oo kepada Demorkatis. (RT)