Padangsidimpuan, Demokratis
Di perempatan Jalan Partice Lumumba–Jalan MH Thamrin telah lama dipasang papan informasi agar PK-5 tidak berjualan di badan jalan sesuai dengan Perda Nomor 41 Tahun 2003 Tentang Peruntukan dan Penggunaan jalan di Kota Padangsidimpuan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi kemacetan di sekitar perempatan jalan tersebut. Pemerintah telah melakukan peringatan agar PK-5 dengan segera mendaftar ke Petugas Pasar agar pedagang kaki lima di sekitar perempatan jalan tersebut dipindahkan ke Pajak Batu. Namun PK-5 nampaknya tidak merespon Peringatan Pemerintah Kota Padangsidimpuan tersebut, malah ada kesan pemberitahuan itu terkesan hanya pemanis saja. Buktinya tidak ada tindakan tegas dilakukan dari pemerintah, agar mengusir PK-5 tersebut. Mungkin masih enak menerima kutipan uang untuk kantong pribadi pejabat Pemko.
Pedagang kaki lima (PK-5) terus menghiasi wajah Ibu Kota Padangsidimpuan yang tiap tahun permasalahan ini tak pernah tuntas. Padahal Perda tentang pelarangan pedagang kaki lima (PK-5) berjualan di badan jalan telah dikeluarkan, bahkan Satpol PP Pemko Padangsidimpuan telah ditugaskan di sekitar untuk mengusir pedagang dimaksud, namun Satpol PP tersebut terkesan melakukan pembiaran karena diduga oknum Satpol PP mendapat “upeti” ataupun “Pungli” untuk tutup mulut petugas Satpol PP, sehingga PK-5 bukan tambah sedikit berjualan di perampatan Jalan MH Thamrin–Jl Partice Lumumba yang tereletak di Jantung Kota Padangsidimpuan, namun kian hari tambah banyak pedagang kaki lima berjualan, sehingga badan jalan menjadi menyempit, akibatnya timbul kemacetan. Tujuan dibangunnya jalan tersebut adalah untuk memperlancar arus lalu-lintas, namun di perampatan jalan tersebut menjadi “memperlancar Pungli”.
Tidak jauh dari perempatan jalan tersebut, persis di perempatan Jalan Sultan Hasanuddin–Partice Lumumba Petugas Disbub Pemko padangsidimpuan jibuk juga untuk mengutip uang seperti layaknya “agen pencari sewa“ angkutan perkotaan di depan Warung Sate Rajawali, akibatnya mobil angkutan tersebut menjadi parkir di sekitar perempatan jalan tersebut, ujung-ujungnya menimbulkan kemacetan arus lalu lintas. Sementara petugas Dishub yang ditugaskan di daerah tersebut untuk mengatur lalu lintas jalan, agar tidak timbul kemacetan, namun sebaliknya di balik tugas yang diemban, menjadi “kesempatan dalam kesempitan” untuk tambahan uang saku petugas Dishub. (UNH)