Lebak, Demokratis
Salah seorang kiai pengasuh pondok pesantren (Ponpes) di Kecamatan Cilograng, Kabupaten Lebak, Banten, sangat bersyukur dan gembira karena Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) Pesantren tahap III yang disalurkan pemerintah untuk penanganan Covid-19 dinyatakan sudah dapat dicairkan di bank.
Akhirnya pengasuh pondok pesantren ini pun langsung bergegas ke bank penyalur untuk melakukan pencarian bantuan yang disalurkan pemerintah sebagai bentuk perhatian agar pesantren bisa terbantu dalam upaya mencegah penyebaran Covid-19.
Pencairan kali ini nilainya hanya Rp 25 juta, berbeda dengan yang beberapa bulan lalu yang bernilai Rp 30 juta. Namun, sesampainya di rumah, rasa bahagianya langsung berubah menjadi rasa bingung. Sebab, seseorang datang meminta uang terima kasih karena menganggap telah berjasa melakukan pengurusan dari tingkat kecamatan sampai tingkat provinsi sehingga bantuan tersebut bisa turun.
“Saya bingung untuk mengalokasikannya karena saya pihak pesantren hanya dikasih 7 juta rupiah saja. Memang ketika melakukan pencairan di bank saya dengan bendahara, tetapi sesampainya di rumah ada yang datang dan meminta uang sebesar Rp 18 juta rupiah, katanya untuk yang ngurus dari tingkat kecamatan sampai tingkat provinsi,” ungkap kiai yang tidak mau disebutkan namanya ini, Jumat (30/10/2020).
Ia pun mempertanyakan pemerintah yang selalu menekan agar setiap pondok pesantren yang menerima bantuan agar selalu transparan saat menggunakan anggarannya. Padahap pemerintah itu sendiri yang melakukan pemotongan sendiri sehingga bantuan yang diterima pondok pesantrennya tidak utuh 100 persen.
“Pemerintah menyuruh transparan, kalau saya transparan atau dijelaskan sesuai yang saya alami pasti acak-acakan karena uang yang saya terima berceceran kemana-mana, makanya untuk sekarang bukan lagi Pancasila tapi panca saling kalau berbicara dengan yang terjadi saat ini di Kecamatan Cilograng,” tegasnya.
Kini, tambah kiai ini lagi, mau tidak mau ia harus membuat laporan pertanggung jawaban yang fiktif meski hal tersebut sangat bertentangan dengan hati nuraninya. “Saya mau tidak mau harus ikut cara mereka walaupun bertentangan dengan hati nurani. Bahkan untuk laporan pertanggung jawaban pun pastinya saya berbohong karena tidak sesuai dengan kenyataan,” jelasnya.
Kiai pengasuh pondok pesantren ini pun mengarahkan wartawan untuk mengkonfirmasi kepada Pauji pengurus Ansor yang ada di Kecamatan Cilograng sekaligus pengurus pondok pesantren di kediamannya.
Di tempat terpisah, Pauji pengurus Ansor sekaligus pengurus FSPP di Kecamatan Cilograng, saat dimintai keterangan mengatakan, pengurus tidak pernah menemukan hal tersebut karena sudah mengultimatum semua jajaran pondok pesantren supaya tidak melakukan kesalahan.
“Kalaupun benar ada terjadi kami selaku pengurus Forum akan melakukan teguran dengan catatan mencabut surat ijin operasionalnya dan menyuruh untuk mengembalikan uang tersebut. Karena di pengadilan peraturan ada dua, mengembalikan atau diproses secara hukum, adapun yang berkaitan dengan pidana itu proses sesuai dengan undang-undang yang berlaku,” ungkapnya.
Menurut Pauji, pihaknya juga merasa malu jika hal demikian memang benar terjadi. Ia pun akan melakukan konfirmasi ke pengurus pusat dan melakukan musyawarah secara internal. “Hal ini dilakukan untuk membahas persoalan nanti solusinya seperti apa dan kami tetap akan ikuti peraturan hukum, untuk mengembalikan silahkan atau diproses secara hukum dan bayar denda,” jelas Pauji. (Marwan/Samsudin/Cw)