Lebak, Demokratis
Kementerian Agama menerima amanah berupa anggaran sebesar Rp 2,599 triliun untuk membantu pesantren dan lembaga pendidikan keagamaan Islam di masa pandemi Covid-19.
Anggaran tersebut diberikan sebagai Bantuan Operasional (BOP) untuk 21.173 pesantren. Jumlah ini terdiri dari 14.906 pesantren dengan kategori kecil (50-500 santri) yang mendapat bantuan sebesar Rp 25juta. Lalu ada 4.032 pesantren kategori sedang (500-1.500 santri), yang akan mendapat bantuan Rp 40 juta.
Selain pesantren, bantuan juga akan disalurkan sebagai BOP untuk 62.153 Madrasah Diniyah Takmiliyah (MDT). Masing-masing MDT akan mendapat Rp 10 juta. Bantuan juga diberikan untuk 112.008 Lembaga Pendidikan Al Qur’an (LPQ). Masing-masing LPQ akan mendapat bantuan Rp 10 juta.
Namun prakteknya di lapangan terjadi penyimpangan. Bantuan BOP MDT menjadi ajang pungutan liar alias Pungli. Seperti yang terjadi di wilayah Kecamatan Cilograng. Pungli yang dilakukan oleh oknum Forum Kelompok Madrasah Diniyah Takmiliyah berlangsung secara terstruktur, sistematis dan masif (TSM).
Seperti yang diungkapkan oleh OB pengelola MDT Bahrul Ulum di Kampung Pasir Salam, Desa Cilograng, Kecamatan Cilograng, Kabupaten Lebak, Banten, sesudah uang operasional BOP dicairkan melalui bank BNI dengan nilai uang kisaran sebesar Rp 10 juta rupiah, ia langsung menyerahkan uang senilai Rp 2 juta kepada pengurus FKMDT Kecamatan Cilograng.
“Uang Rp 500 ribu rupiah untuk bayar jasa pembuatan proposal pengajuan dan laporan pertanggungjawaban. Dan untuk Rp 1,5 juta rupiah untuk biaya partisipasi ke pihak forum yang diketuai oleh Kiai Ibah. Tapi saya tidak tahu untuk rincian uang Rp 1,5 juta tersebut karena tidak ada yang memberikan keterangan yang jelas dan menjelaskan peruntukannya untuk apa saja,” tuturnya saat ditemui Demokratis, Sabtu (7/11/2020).
Menurutnya, sisa uang yang diterima senilai Rp 8 juta digunakan untuk membeli keperluan alat protokol kesehatan Covid-19 di MDT Bahrul Ulum. “Adapun untuk pembelian alat pencegahan Covid-19 kami belanja sendiri menggunakan uang yang kami pegang sebesar Rp 8 juta rupiah seperti masker, sabun cuci tangan, galon tempat cuci tangan, disinpektan dan alat pengecek suhu. Selain itu, kami juga memberi partisipasi kepada guru yang mengajar di madrasah ini,” jelasnya.
Di tempat berbeda, M salah seorang Ketua MDT yang berada di Kampung Tipar, Desa Lebak Tipar, Kecamatan Cilograng, Kabupaten Lebak Banten, mengaku hanya mencairkan saja setelah itu uang tersebut dikelola oleh bendahara untuk pembelanjaan alat panangan Covid-19 dan untuk partisipasi ke pihak forum.
Sementara bendahara yang berinisial H saat ditemui mengaku mereka menerima uang bantuan yang masuk ke MDT senilai Rp 10 juta, tapi mereka hanya memegang senilai Rp 3 juta karena sisanya dititipkan kepada FKMDT Kecamatan Cilograng.
“Memang nilainya sama sebesar Rp 10 juta, tapi kami hanya pegang Rp 3 juta saja karena yang Rp 7 juta kami titipkan ke pihak forum untuk pembelian alat penanganan Covid-19 dikarenakan kami tidak tahu untuk rinciannya atau pembelanjaan untuk penanganan Covid-19. Dan itu sudah hasil kesepakatan pengelola MDT sebanyak 18 MDT, untuk dititipkan di forum,” jelasnya.
Di tempat terpisah, Ketua FKMDT Kecamatan Cilograng, Ibah, mebantah telah melakukan pungutan dan juga sejumlah uang titipan dari MDT di wilayah Kecamatan Cilograng.
“Iinformasi yang kalian dengar itu semua tidak benar. Saya di sini selaku ketua forum tidak pernah ketitipan uang sebesar itu, apalagi uang partisipasi dari mereka,” ungkapnya.
Menurutnya, pihaknya hanya menerima uang senilai Rp 500 ribu untuk jasa pembuatan proposal. “Saya hanya menerima uang jasa pembuatan proposal sebesar Rp 500 ribu rupiah dan uang pembelian masker, dan uang jasa pembuatan proposal juga tidak semua, hanya beberapa yang minta tolong sama saya saja. Itupun hasil kesepakatan untuk uang jasa tersebut,” bantahnya. (Samsudin)