Subang, Demokratis
Sejak Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) berakhir pada Desember 2014, keberadaan Unit Pelaksana Kegiatan (UPK) Kecamatan Tanjungsiang, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat yang mengelola Dana Amanah Pemberdayaan Masyarakat terkesan berjalan secara liar.
Berbagai kalangan mempertanyakan regulasi apa yang mendasari UPK Kecamatan Tanjungsiang tetap eksis menjalani kegiatannya. Apakah dianggap legal dan hingga kini apakah masih ada instansi yang membina dan mengawasinya?
Problemnya, hingga kondisi terkahir keberadaan UPK ketika mengelola Dana Amanah Pemberdayaan Masyarakat (DAPM) bergulir hingga 4,5 miliar diperuntukan kegiatan UEP-SPP disinyalir dijadikan ajang bancakan, sehingga berpotensi merugikan keuangan negara/DAPM hingga ratusan juta bahkan miliaran rupiah.
Hal itu seperti dirilis LSM Forum Ekonomi dan Sosial Masyarakat (FESOMAS) Subang yang diterima Demokratis Biro Subang, baru-baru ini.
Pentolan LSM FESOMAS Dedi Supriatna terkait temuan itu telah melaporkan pengurus UPK Kecamatan Tanjungsiang ke Aparat Penegak Hukum (APH) melalui surat yang dilayangkan kepada APH per 3 November 2020 sebanyak tujuh halaman.
Sebagai testimoni Dedi menunjuk dana surplus UPK TA 2017, 2018, 2019 yang dibagi-bagikan ke desa-desa se Kecamatan Tanjungsiang senilai Rp 77 jutaan dan uang pembinaan Rp 50 juta diduga dijadikan bancakan oleh oknum para Kepala Desa se Kecamatan Tanjungsiang, karena mestinya dana itu masuk ke APBDes sebagai sumber PAD, namun malah tidak jelas juntrungannya.
Lalu, uang setoran dari tiga kelompok peminjam sedikitnya Rp 200 jutaan yang diduga digelapkan Ketua UPK DAPM Mmn. Perinciannya Kelompok Binangkit senilai Rp 100 juta, Kelompok Berkah sebesar Rp 52 juta dan Kelompok Singkong sebesar Rp 50 juta.
Masih kata Dedi, kasus itu pernah dilaporkan beberapa waktu lalu ke APH oleh Yanto, warga Desa Cikawung yang notabene selaku bagian masyarakat pemilik DAPM/modal (baca : DAPM merupakan dana hibah untuk masyarakat), namun konon penanganan kasus sepertinya masuk angin, rumornya APH disawer fulus hingga Rp 150 jutaan, untuk mengerem lajunya pengungkapan kasus tersebut.
Awak media ketika mengkonfirmasi hal ini kepada Ketua UPK Maman di kediamannya (10/9), mengakui menerima dana setoran dari ketiga kelomopok itu, namun menurutnya dana itu untuk menggalang membiayai kegiatan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).
“Karena saat itu program PNPM sudah berakhir, sementara kegiatan tersebut sudah terprogram dalam kegiatan sosial UPK saat itu,” ujar Maman berdalih.
Berbeda dengan tanggapan Kades Rancamanggung Abas yang juga Ketua APDESI Kecamatan Tanjungsiang bertindak selaku koordinator penerima dana surplus UPK saat dikonfirmasi awak media di kediamnnya (10/9), pihaknya menyampaikan bila dana surplus sudah diserahkan kepada masing-masing desa se Kecamatan Tanjungsiang meski terkesan tidak transparan.
Pihaknya cenderung lebih memilih berjanji akan membeberkan kebobrokan dan carut sengkarut penggunaan dana bergulir DAPM yang dikelola pengurus UPK yang dinilainya ilegal, pasalnya dalam pembentukanannya tidak melalui MAD.
Di penghujung rilisnya, Dedi berharap para pihak dinas/instansi terkait dan yang berwenang agar turut menyelesaikan kemelut di tubuh UPK/BKAD Kecamatan Tanjungsiang baik secara perdata dan pidana, mengingat nilai aset yang dimiliki lebih dari Rp 6 miliaran dan itu merupakan milik/modal warga masyarakat Kecamatan Tanjungsiang. (Abh/Esuh)