Oleh Mas ud HMN*)
Ada baiknya kita melihat keutuhan kemanusiaan kita. Seperti suka kemegahan tapi tidak peduli kesengsaraan yang lain. Meminjam sepotong kalimat penyair Sutarji C Bahri, berucap luka kaki kau lukakah kakiku, kaki kau kakikukah.
Mungkin saja akal kita sehat tapi kalbu kita tidak. Padahal akal dan kalbu tidak boleh pecah kongsi meneselaraskan akal dan kalbu bukan hanya penting dilihat dari kesehatan, melainkan juga dari segi manusia seutuhnya. Yang terakhir mulai banyak dipersoalkan yaitu pecah kongsi antara akal dan kalbu. Pertanyaannya bagaimana solusi dari berantakannya akal dan kalbu  tersebut.
Kalau kita fahami akal adalah produk dari kemempuan panca indera. Jika kita katakan masuk akal adalah objek yang dapat direspon inderawi. Sesuatu yang dilihat, didengar, dirasakan, dicium serta dirasakan. Aliran akal sehat adalah aliran yang mengharuskan repon inderawi berfungsi. Tidak boleh berantakan.
Selanjutnya bagaimana taakrif kalbu. Ini merupakan produk keyakinan, kepercayaan, berbasis kepada di luar inderawi. Yang biasa disebut kepercayaan kepada yang gaib atau diistilahkan dengan iman. Jadi, kalbu adalah identik dengan iman. Kalbu dan iman tidak boleh berantakan.
Dari paparan di atas, akal sehat tidak boleh berantakan dan kalbu atau iman tidak boleh berantakan. Dengan kata lain manusia seutuhnya itu adalah keselelarasan kepaduan. Antara esensi obkjektif dengan akal promotornya lalu disinkron sinergikan dengan esensi kalbu dengan iman sebagai pengendalinya. Tegasnya insan sempurna manusia seutuhnya manusia yang mensinergikan akal dan kalbu dalam kehidupan. Bukan kehidupan yang berantakan antara kalbu dan akalnya.
Mungkin menarik apa yang disampaikan Allma Muhammad Iqbal dalam puisi relegiusnya yang jelas menselaraskan antara akal dan kalbu. Penyair besar dari Pakistan yang wafat 1938 melantunkan syairnya dengan:
Manusia hidup sampai ke liang lahat
Tapi aku mau hidup sampai kepada Tuhanku
Hidup hingga liang lahat adalah hidup objektif akal dalam esensi dimensi akal objektif dunia hidup sampai kepada Tuhan adalah berfungsinya kalbu, dengan esensi imani.
Dari akal dan kalbu yang bersinergi, tidak berantakan atau tidak pecah kongsi tersebut kita dapat mengembangkan hal berikut, yakni:
Pertama, akan terbangun jiwa yang empati, halus dan inovatif. Empati adalah peduli, bertanggung jawab atas sejarah, dan lingkungannya. Halus budi adalah etika perdamaian yang santun. Sementara inovasi, keterusan asa berusaha ke arah pencerahan dan kebaikan.
Kedua, memunculkan manusia yang rendah hati dan tidak sombong. Mau mengindahkan kebersamaan umum dan hidup bersama.
Dari kedua bentuk tipologi manusia seutuhnya itu akal dan kalbu di bawah sinar iman harus berfungsi pada dunia yang berkemajuan. Semoga!
Jakarta, 16 September 2019