Indramayu, Demokratis
“Era demokrasi telah terbuka dan ada di depan mata, buktikan jika tulisanmu lebih tajam dari bayonet di ujung bedil,” menukil salah satu penulis yang awak media ingat perihal dalam dunia penulis dan yang berprofesi sebagai jurnalis.
Namun, kalimat bahasa tersebut di atas dianggap oleh sebagian orang yang minim akan disiplin ilmu maupun pengalaman adalah hal yang paling remeh-temeh dan bahkan dianggap tak penting.
Perlu diketahui, sudah bukan menjadi rahasia umum saat wartawan atau jurnalis dalam melaksanakan tugasnya di lapangan selalu mendapatkan ancaman hingga berujung teror — baik melalui pesan maupun langsung fisik.
Sebagaimana yang telah termaktub dalam Undangan-undang (UU) Pers Nomor 40 Tahun 1999, bahwa kemerdekaan Pers telah dijamin dan dilindungi di Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai bentuk kedaulatan rakyat.
Seperti halnya yang saat ini dialami oleh JHL dari media Forum Bhayakara Indonesia, pihaknya mendapatkan ancaman dan akan dilakukan penuntutan dari oknum Kepala Desa (Kuwu) Leuwigede, Kecamatan Widasari, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.
Berawal dari kegiatan maupun pembangunan di desa tersebut, JHL sebagai wartawan yang aktif dan piawai di desa-desa mempertanyakan kegiatan atau pembangunan yang dimaksud secara normatif. Pada Sabtu (24/10/2020) ke EI selaku Kuwu desa tersebut. Berhubung Kuwu selalu tak berada di tempat dan diduga selalu menghindar jika kedatangan awak media, alhasil JHL konfirmasi melalui pesan elektronik.
Melalui pesan elektronik, JHL menerima pesan balik yang tak elok dan beraroma “ancaman” dari Evi selaku Kuwu. Hal tersebut pun tak diperbesar oleh JHL, sebaliknya JHL telah memberikan hak jawab atau sanggahan kepada EI, jika dirasa ada kalimat yang kurang pas baik secara frasa maupun kata.
Ketentuan pidana mengenai pengancaman diatur dalam Bab XXIII tentang Pemerasan dan Pengancaman Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Mengenai ancaman kekerasan diatur dalam Pasal 368 ayat (1) KUHP.
Yang berbunyi, barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
Lebih jauh, jika ancaman tersebut melalui media elektronik, pelaku pengancaman dapat dikenakan pidana berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sebagaimana telah diubah oleh Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU 19/2016) yaitu Pasal 29 UU ITE jo Pasal 45B UU Nomor 19 Tahun 2016, dengan bunyi sebagai berikut, Pasal 29 UU ITE, Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.
Telah dikonfirmasi (12/11) berulang-ulang, baik pesan maupun telepon, guna mempertanyakan peristiwa di atas yang dialami oleh JHL agar lebih jelas, Kuwu EI tak merespon atau bergeming hingga berita ini diterbitkan. (RT)