Saat ini perubahan teknologi yang begitu hebat secara tidak langsung memberikan dampak yang begitu besar terhadap perubahan nilai-nilai yang ada di masyarakat baik dari segi positif maupun negatif. Saat ini, di Indonesia dapat kita saksikan begitu besar pengaruh kemajuan teknologi terhadap perilaku generasi muda.
Mau tidak mau Perpustakaan harus menanggapi dan mengikuti perubahan dalam layanan dalam era generasi milenial saat ini. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui inovasinya sekarang telah merasuk dan mengakar dalam segala bentuk kegiatan yang tercermin dari perilaku masyarakat dalam akses informasi.
Kemajuan teknologi seperti televisi, telepon dan telepon genggam, bahkan internet bukan hanya melanda remaja yang tinggal di  kota, namun juga telah dapat dinikmati oleh remaja di pelosok-pelosok desa. Belum lagi maraknya media sosial yang membuai para penggunanya. Pada kalangan remaja seperti pelajar dan mahasiswa teknologi seringkali memberikan dampak negatif dengan luasnya akses yang tidak terbatas untuk mereka akses. Terkadang hal ini dimanfaatkan untuk hal yang tidak sepantasnya mereka akses seperti konten dewasa dan lain sebagainya.
Kemajuan teknologi sebenarnya mempunyai banyak dampak positif untuk berbabagai pembangunan. Kita banyak dimudahkan dari kemajuan teknologi saat ini, tetapi karena banyak juga yang memanfaatkan kemajuan teknologi ini untuk hal yang negatif sehingga menipisnya budaya literasi membaca secara perlahan-lahan akan ditinggalkan pemustaka.
Nampaknya kemajuan teknologi saat ini tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Berbagai informasi yang terjadi di berbagai belahan dunia kini telah dapat langsung kita ketahui berkat kemajuan teknologi. Saat ini dunia sudah terasa semakin sempit. Seseorang dapat dengan mudah mengakses informasi baik di dalam maupun luar negeri.
Hal tersebut sangat berdampak pada menurunnya tingkat kemauan seseorang untuk menuliskan setiap pemikiran dan hasil kerjanya dalam sebuah tulisan yang entah dalam bentuk elektronik ataupun dalam bentuk tertulis dalam kertas.
Dari pemikiran-pemikiran yang di atas adalah kondisi saat ini, jika menoleh ke belakang, tentu bagaimana Perpustakaan yang masih memakai model layanan konvensional tanpa ada ruang penyediaan sarana digital teknologi di ruang perpustakaan?
Perubahan pemustaka mengakses infomasi
Berdasarkan survei yang dilakukan APJII sampai dengan akhir 2007, menunjukkan angka 25.000.000 pengguna internet di Indonesia. Jumlah ini memang tidak sebanding dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai lebih dari dua ratus juta jiwa. Tetapi setidaknya menurut APJII, pada tahun 1998 jumlah pengguna internet Indonesia hanya 512.000 dan sampai akhir 2007 sudah mencapai 25.000.000. Ini artinya, selama 9 tahun jumlah pertumbuhannya hampir 50 kali lipat. Jika dihitung rata-rata pertumbuhan pertahun meningkat sekitar 5,5 kali lipat. Selain itu, frekuensi akses internet setiap hari dalam seminggu juga memiliki presentase yang cukup besar yakni sebanyak 60,26%; 5-6 kali 21,19%; 3-4 kali 5,3%; 1-2 kali 2,65% dan tak tentu 10,6%.
Sedangkan kegiatan membaca dan menulis e–mail serta mengikuti mailing list merupakan kegiatan yang paling sering dilakukan oleh pengguna internet yakni sebanyak 49,01%; chatting16,56%; berpartisipasi dalam forum tertentu 13,91%; browsing situs penyedia informasi 06,62%; searching dengan mesin pencari 05,03%; aktifitas blog 06,62% dan mengelola server/jaringan 01,99% .
Dari berbagai data statistik pengguna internet di atas, nampaknya aspek kultur atau budaya juga perlu mendapat perhatian. Persentase pengguna internet yang melakukan aktivitas browsing situs penyedia informasi relatif kecil. Hampir bertaut 10% lebih sedikit dari aktivitas chatting. Ini bisa menjadi indikasi bahwa kesadaran dan persepsi masyarakat Indonesia akan pentingnya informasi masih rendah sebagaimana juga budaya membaca dan mengunjungi perpustakaan sebagai sebagai salah satu sentra informasi. Untuk membangkitkan the power of library networking, jelas ini merupakan tantangan yang tak kalah berat dengan masalah anggaran dan SDM.
Peningkatan jumlah pengguna internet yang cukup drastis (hampir 50 kali lipat dalam 9 tahun), juga bisa menjadi indikasi bahwa proses penguasaan teknologi informasi di Indonesia khususnya internet, relatif berlangsung mudah dan cepat. Teknologi informasi (TI) sendiri sebenarnya bukan barang baru bagi kalangan Perpustakaan di Indonesia.
Sejak paruh akhir 1980-an, kalangan perpustakaan di Indonesia sudah mengimplementasikan TI. Awalnya, pemanfaatan TI lebih banyak digunakan untuk kebutuhan otomasi sistem perpustakaan (library automation system). Biasanya unit di Perpustakaan yang pertama kali menggunakan TI adalah unit pengolahan atau pengatalogan. Ada yang kemudian membuat online public access catalogue (OPAC). Jika Perpustakaan yang bersangkutan memiliki cukup dana dan SDM, mereka juga mengimplementasikan TI di unit sirkulasi (peminjaman dan pengembalian koleksi). Saat ini rata-rata Perpustakaan baik yang kecil maupun besar, sudah mengimplementasikan TI untuk kebutuhan otomasi perpustakaan. Minimal untuk pengatalogan, sirkulasi, dan manajemen pemakai. Ada juga yang sudah memanfaatkan sampai unit pengadaan, inventarisasi dan penyiangan koleksi.
Peluang bagi terwujudnya digital library networking semakin jelas dan terbuka lebar. Selanjutnya bergantung pada bagaimana perpustakaan dan pihak-pihak terkait dapat mengoptimalkan potensi sekaligus mengatasi kendala yang ada melalui berbagai langkah strategis guna membangkitkan the power of library networking di Indonesia.
Jakarta, 30 November 2020
Penulis adalah Pustakawan Ahli Madya Direktorat Deposit Bahan Pustaka dan Pengolaan Perpustakaan Nasional RI
Referensi :
-
Ketut Suwaca [2020, Desember 27]. www.economist-suweca.blokspotr.com.kompasiana.com, diakses tanggal 27/10/2020
-
Shal Nurfadilah, dkk, Antologo Pengembangan Koleksi, Jawa Timur : Kun Fayakun, 2019