Minggu, November 24, 2024
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Wilgo Zainar: BPK Sebaiknya Punya Kewenangan Law of Enforcement

Jakarta, Demokratis

Memasuki hari ke 3 uji kelayakan pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) periode 2019 – 2024, Anggota Komisi XI DPR masih terus menguji kualitas kelembagan Badan Pemeriksa Keuangan yang hasil auditnya malah tidak berkorelasi berhubungan dengan pemerintahan bersih walau meski suatu lembaga negara telah mendapat pengakuan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK.

“Kuncinya terletak pada Komisi XI. Karena sampai hari ini BPK tidak punya upaya paksa sebab karena BPK tidak punya kewenangan Law of Enforcement setelah hasil audit diserahkan kepada Presiden, DPR dan Jaksa Agung. Untuk itu diperlukan revisi UU BPK. Lebih cepat lebih baik as soon as good“.

Jawaban ini ditegaskan oleh Wilgo Zainar calon anggota BPK yang juga anggota DPR dari Fraksi Partai Gerindra saat mengikuti uji kelayakan pada hari pertama pada tanggal 2 September 2019 pada pukul 21.00 Wib yang dipimpin oleh Ketua Komisi XI Melchias Markus Mekeng dari Fraksi Partai Golkar di Jakarta.

“Selama ini BPK cuma menghasilkan output hasil audit yang mengacu pada kesesuaian dengan Undang-undang yang berlaku. Padahal yang ditunggu adalah outcome atas audit dari BPK,” kata Ahmadi Noor Supit calon anggota BPK yang juga anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar secara terpisah.

Walau zero toleran terlalu ideal, ujarnya lagi, sudah semestinya predikat WTP harus juga mencerminkan kecilnya penyelewengan atas uang negara.

“Makanya kedepan harus ada audit pendapatan negara misalnya pendapatan dari pajak yang tidak boleh turun sebagai cermin pertumbuhan, dan audit hutang negara,” tandasnya.

“Salah satunya yang diperlukan adalah rekrutmen auditor eksternal paruh waktu untuk mengoptimalkan pengawasan audit oleh BPK, apabila persoalannya adalah kekurangan personel auditor kusus untuk pemeriksaan yang sifatnya strategis,” ujar Wilgo Zainar.

“Ironinya memang di era informasi malah BPK belum siap memeriksa audit kinerja pada era disruption ketidak kepastian revolusi 4.0. Buat saya BPK kedepan tidak bisa dipimpin lagi oleh orang yang biasa-biasa saja karena diperlukan pimpinan yang radikal untuk menjawab harapan masyarakat kepada BPK,” kata anggota Komisi XI Agung Gunanjar Sudarsa saat melemparkan pertanyaan.

“Bayangkan saja mulai sejak BPK berdiri tahun 1946, kualitas audit BPK masih parsial, tidak substantif,” timpal Ahmah Hatari anggota Komisi XI dari Fraksi Nasdem.

“BPK malah masih belum muncul sebagai lembaga negara yang kridibel,” urai Hendrawan Supratikno dari Fraksi PDI P.

“Malah justru status WTP yang diberikan oleh lembaga supreme keuangan tidak ada kaitannya dengan kesejahteraan masyarakat,” gugat Hatari ekonom asal Maluku Utara.

Achsanul Qosasih calon petahana dari BPK menyatakan masih ada temuan yang berulang pada audit. Juga ada lembaga yang tidak bisa diaudit karena saling lempar tangan seperti akibat perubahan kelembagaan Dirjen Dikti di bawah Mendiknas menjadi di bawah Menristek Dikti.

“Meski walau sekarang BPK diawasi oleh BPK Polandia dan BPK Estonia dari Eropa,” kata Achsanul yang kehabisan waktu dalam menjawab pertanyaan dari dewan. (Erwin Kurai)

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles