Jakarta, Demokratis
Revisi Otonomi Khusus (Otsus) diyakini akan dapat lebih menyejahterakan rakyat Papua. Syaratnya, revisi tersebut harus benar-benar bisa menyentuh persoalan mendasar rakyat Papua.
Anggota DPR dari Dapil Papua Barat, Jimmy Demianus Ijie, menjelaskan, pimpinan DPR sendiri sudah menerima Surat Presiden (Surpres) terkait pembahasan Revisi Undang-undang (UU) Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) Papua. Surat itu akan ditindaklanjuti pada masa sidang akan datang. Namun, belum semua anggota DPR RI menerima draf revisi Otsus tersebut.
“Kemarin dalam paripurna Ibu Ketua DPR (Puan Maharani) menyampaikan sudah menerima surat dari Pak Presiden terkait revisi UU Otsus Papua. Tapi sebagai anggota DPR kami belum menerima drafnya,” kata Jimmy dalam Webinar Series#20 bertema “Mampukah Revisi Otonomi Khusus Papua menjamin masa depan dan kesejahteraan Papua?” yang diselenggarakan PSKP, Jumat (18/12/2020) di Jakarta.
Jimmy menegaskan, persoalan Papua bukan hanya persoalan keuangan, tapi terkait kewenangan. Masalah kewenangan yang dimaksudnya adalah mengatur atau mengelola sendiri terkait sumber daya alam (SDM), baik itu Migas, laut, dan hutan Otsus harus dijadikan solusi permasalahan rakyat Papua.
Sebagai DPR dari Dapil Papua Barat, tentu dirinya akan terus memperjuangkan masa depan masyarakat Papua. Termasuk mendorong agar pemerintah dan rakyat Papua bisa terus berdiskusi dan duduk bersama membahas masalah revisi UU Otsus.
“Kita harus bicara apa sebabnya sehingga rakyat Papua menyimpulkan Otsus selama 20 tahun ini tidak berhasil. Itu yang harus kita duduk bersama dan bicarakan,” ujarnya.
Hingga saat ini, tidak heran apabila masyarakat Papua menganggap keberadaan Otsus belum berdampak apa-apa. Jika ingin serius, Jimmy menyarankan pemerintah belajar dari Pemerintah Provinsi Bosano di Italia, dan Kepulauan Alan di Finlandia. Kedua negara itu sukses menerapkan Otsus bagi masyarakatnya.
Diceritakan, Bosano pernah mengalami seperti Papua, puluhan tahun mengalami Otsus tidak berhasil lalu negosiasi Otsus selama 10 tahun tahun ke sebelas diberi referendum. Hasilnya mayoritas memilih tetap di Italia.
“Itu perlu menjadi contoh untuk Indonesia. Tapi kan terkesan pemerintah ya udah kasih aja UU Otsus, ya UU tanpa kewenangan sama saja omong kosong,” katanya.
Terakhir, Jimmy mengingatkan agar revisi UU Otsus Papua jangan tergesa-gesa, hanya karena mengejar waktu yang akan berakhir pada 2021.
Sementara itu, Kabsudit Provinsi Papua dan Papua Barat Kementerian Dalam Negeri, Budi Arwan menjelaskan, persoalan revisi UU Otsus, Kemdagri menginginkan tidak hanya membahas soal dana, namun juga tentang kewenangan.
“Kita berharap masukan detail dapat kita peroleh dari teman-teman pemerintah daerah oleh karena itu kita minta kepada gubernur DPRD serta MRP (Majelis Rakyat Papua) untuk memberikan masukan terkait apa yang dievaluasi selama ini mengenai kebijakan Otsus seperti apa kedepan untuk diangkat di dalam pembahasan revisi UU 21,” kata Budi.
Kemendagri meminta masukan dari semua pihak baik resmi maupun tidak, informal dan formal. Hal itu sebagai masukan yang akan dilakukan Kemendagri ke depan.
Kemudian terkait dana Otsus yang akan berakhir, menurut Budi, sangat penting dibuatkan rumah hukum. Karena jika tidak dibuat, akan terjadi dampaknya luar biasa bagi Papua dan Papua Barat.
Apalagi, selama ini dikatakan dana Otsus dari Undang-undang langsung terjun ke Perdasus. Hal tersebut menyulitkan bagi pemerintah provinsi, Kabupaten/kota.
Persoalan ini bagian ke depan di dalam revisi UU Otsus akan dibahas. Selain, perbaikan peraturan pemerintah mulai dari aspek penggunaan, perencanaan, tata usaha, serta pelaksanaan hingga timwas dan evaluasi.
“Ini akan diatur diatur secara teknis dalam Perdasus. Ini akan ada peraturan antara diantara peraturan UU dan Perdasus,” katanya.
Oleh karena itu, Budi memastikan, Kemendagri akan mengevaluasi menyeluruh UU Otsus, termasuk rencana pemekaran di Provinsi Papau dan Papua Barat, dalam rangka mempercepat pemerataan pembangunan dan memangkas rentang kendali pemerintah.
Budi juga menilai, sebenarnya dampak positif dari kebijakan UU Otsus, meskipun memang efektivitasnya masih terus ditingkatkan, IPM meningkat dari 6,29 point menjadi 6,84 poin kemudian di Papua Barat 55,1 poin menjadi 64, 7 poin. Lalu, adanya sarana kesehatan yang meningkat, rumah sakit, puskesmas dan tenaga dokter.
Dari sisi kesehatan, memang masih banyak banyak ketersediaan tenaga medis yang membantu dokter sangat minim. Demikian juga sisi pendidikan, dari sarana prasarana sudah cukup optimal.
“Ke depan bagaimana kita dorong untuk intervensi sektor pendidikan tidak hanya kita memikirkan bagaimana infrastrukturnya tapi juga kualitasnya SDM-nya, dalam rangka peningkatan pelayan bagi masyarakat,” ujarnya.
Untuk skala makro, keterlibatan orang asli Papua di pemerintahan juga sudah cukup dominan termasuk untuk kepala daerah, DPRD, dan ada yang dari adat. Upaya yang akan pemerintah lakukan ke depan untuk menjamin keberhasilan Otsus setelah nanti revisi ialah komunikasi publik.
“Selama ini pas kita turun ke bawah masyarakat tidak tahu Otsus itu. Mereka kira bagi-bagi uang saja. Padahal Otsus itu tidak hanya bagi-bagi uang, itu hanya bagian kecil saja, Otsus berupa program yang diberikan kepada masyarakat yang dilaksanakan baik itu oleh pemerintah provinsi maupun kabupaten kota,” tutupnya. (Red/Dem)