Menjadikan pola hidup sederhana dengan substansi perilaku bersyukur diselaraskan dengan qanaah yang sering dikaji dan diulas serta diseminarkan. Kenyataannya mudah diucapkan tapi berat dilaksanakan. Perilaku korupsi misalnya bukanlah pola hidup sederhana dan bukan bersyukur dan jauh dari sikap qanaah. Celakanya perilaku tidak bersyukur itu kian merajalela saja.
Tidak berlebihan kalau dinyatakan bumi dan tanah kandungan isinya cukup mampu mensejahterakan bangsa ini. Tetapi tidak cukup bahkan menjadi kurang oleh karena perilaku tamak dan korupsi. Di awal tahun 2021 ini, mungkin ada baiknya kita menyadari ajaran syukur dan qanaah dilaksanakan seperti anjuran ajaran agama.
Syukur
Berdasar etimologi kata syukur berasal dari kata syukr dengan makna penuh, lebat atau rimbun. Oleh Ahmad bin Faris kata syukr diartikan dengan bahagia. Dalam bukunya Muhadharah, ia membentangkan pengertian atau secara terminilogi bahwa sesungguhnya syukr upaya menunjukkan nikmat kebahagiaan ke permukaan bumi yang telah diberikan oleh Allah SWT.
Lawan kata atau contrary meaning dalam ilmu bahasa atau makna kata berlawanan makna kata  syukr lawan dari tidak bersyukur.
Bentuk lain kata syukr adalah kata yaskur (fi’il mudhari). Yaitu perilaku yang dilaksankan berterusan namun masih banyak yang kurang mampu.
Dalam kaitan tingkat pelaksanaan syukr termasuk satu tingkat lebih tinggi dari perilaku berterima kasih biasa. Karena mengejawantahkan bersyukur beterima kasih seraya berlaku mengembangkan kebahagiaan untuk sesama. Bersyukur berterima kasih, juga membagi rasa kebahagiaan tidak hanya pada diri sendiri tapi juga kepada sesama.
Hidup Sederhana
Kemudian kalau kita hubungkan secara padanan bahasa kata syukr bisa dipadankan dengan qanaah. Mengingat kata syukr berkelindan atau berkaitan dengan makna qanaah yaitu menerima.
Qanaah berarti menerima dengan rasa penuh ikhlas dan tanpa iri. Di sisi lain sikap menerima itu dilandasi tanpa henti dan tetap berusaha. Artinya sikap nerima bukan dengan sikap pasif tanpa berbuat apa-apa. Tidak demikian.
Sikap qanaah difahamkan sebagai sikap hidup sederhana dalam kemampuan. Sesuai dengan keadaan, tidak berlebihan. Bukan sikap tanpa batas atau suka berlebih-lebihan, ambisi tinggi, dan tamak.
Dari paparan di atas, dalam tahun 2021 yang kita masuki ini ada dua sikap, yaitu, bersyukur dan qanaah, menjadi penting dan merupakan jalan keluar dari pola ketidakberesan yang menimpa masyarakat kita. Sikap tidak bersyukur membuat kufur lupa diri. Unsur ini menjauhkan kita dari ketenangan masyarakat atau kebahagiaan hidup. Hal ini dinyatakan dalam hadis Rasulullah berikut:
Dan jadilah kamu bersikap qanaah maka dengan demikian kamu menjadi manusia yang banyak bersyukur (hadits diriwayatkan Tirmidzi).
Maka tidak qanaah berarti tidak bersyukur. Meningalkan syukr identik meninggalkan kesederhanaan. Pada sisi yang sama ada iri hati yang membawa kita ke dalam melapetaka, ambisius, tamak dan dengki. Ringkasnya membawa persoalan yang tidak diinginkan.
Seperti menjauhkan masyarakat dari keridhaan Ilahi. Jauh dari nikmat dan perlindungan-Nya serta akan ditimpakan azab yang pedih. Seperti firman Allah dalam Al Quran:
Jika kamu bersyukur akan kutambahi nikmat-Ku. Tetapi kalau kamu kufur ingatlah azab-Ku sangat pedih (Ibrahim ayat 7).
Sebagai penutup maka sikap syukur dan qanaah menjadi relevan untuk kita ambil maknanya. Kemudian diaplikasikan dalam perilaku lehidupan sehari-hari. Harapannya supaya bangsa kita ini mendapatkan perlindungan dan curahan nikmat serta ampunan dari Allah SWT. Semoga!
Jakarta, 2 Januari 2021
*) Penulis adalah Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (UHAMKA) Jakarta. e-mail: masud.riau@gmail.com