Indramayu, Demokratis
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta mengusut dugaan korupsi di pembebasan lahan dan pembangunan sumur minyak Akasia Besar (ASB 002-003) milik PT Pertamina Explorasi (Ep) Region Balongan, Indramayu.
Pelaksanaan pembangunan sumur minyak di Blok Pecantilan Desa Pagirikan, Kecamatan Pasekan tersebut panitia pembebasan lahan bersama kontraktor pelaksana diduga mengalokasikan anggaran tidak tepat sasaran.
Sehingga, sampai berita ini ditulis penyelesaian pembayaran lahan yang digunakan masih dalam penyelidikan dan penyidikan pihak kepolisian Indramayu, dengan SP2HP nomor B/ 797/ VIII/ 2020/ Reskrim/ 22 Agustus 2020. Demikian keterangan warga kepada Demokratis (2/1/2021), yang hak atas tanahnya belum terselesaikan.
Pembebasan lahan dengan kegiatan pembangunan lokasi pengeboran sumur minyak ASB 002-003 diketahui menggunakan anggaran milik PT Pertamina Ep tahun 2018. Sebagai panitia pembebasan lahan waktu itu terdiri dari dua pihak. Yakni pihak pertama dari unsur pejabat pemerintah desa, pihak kedua dari pejabat Pertamina Ep.
Nama panitia dari pihak pejabat pemerintah desa terdiri dari, Mahruf alias Peles sebagai Pejabat Raksa Bumi (Pertanahan Desa), Mustofa sebagai Kuwu (Kepala Desa) Pagirikan, Buseri sebagai Pejabat Kaur Kesra (Lebe), dan Warli sebagai Staf (Bekel Desa). Panitia dari pihak Pertamina Ep Balongan diketahui, hanya ada bernama Wiwit sebagai pejabat Humas Pertamina Ep Balongan.
Saat pelaksanaan, panitia pembebasan lahan telah membayar lahan untuk jalan dari tanggul kali Cimanuk mati ke lokasi sumur minyak sepanjang satu kilometer lebih. Pembayaran tanggul kali Cimanuk Mati yang notabene milik Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Cimanuk, sepanjang ± 200 meter dengan harga Rp 60.000 per meter dibayarkan dan diterima Buseri.
Hal itu diakui oleh yang bersangkutan dengan dalih perintah Kuwu, dengan tanda hak kepemilikan tanah yaitu surat izin dari pekerjaan umum (PU). Yang menjadi pertanyaan kemudian, bahwa lahan yang digunakan untuk jalan ke lokasi sumur minyak sepanjang 700 meter lebar 8 meter adalah sesungguhnya lahan milik dua warga yaitu, atas nama Daspiah dan H Nasihin.
Yang menjadi persoalan, tanah milik H Nasihin telah dibayar oleh panitia senilai Rp 980 juta. Sementara pemilik tanah atas nama Daspiah hingga berita ini ditulis belum menerima pembayaran. Rumitnya, ketika terjadi kegiatan ukur ulang oleh panitia pemerintah desa hasilnya di objek lahan tersebut dikatakan kelebihan ukuran tanah, keterangan tersebut terkonfirmasi dari Didin sebagai Juru Tulis (Sekdes).
Keterangannya bahwa tanah milik Daspiah berdasarkan dari dua akta jual beli (AJB) nomor 278 tahun 1991 dan AJB nomor 275 tahun 1991 seluas 45.650 meter, bertambah menjadi 70.000 meter. Di lahan tanah milik H Nasihin seluas 34.200 meter berdasarkan tanda bukti kepemilikan girik desa (leter C) bertambah menjadi 44.649 meter. Bila luas kepemilikan lahan dua warga tersebut bertambah, mengapa H Nasihin menerima pembayaran tanah Rp 980 juta.
Dalam sengkarut masalah lahan tersebut terkonfirmasi, bahwa pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Indramayu, ikut melakukan pengukuran selama dua kali. Sebagai petugas ukur pertama bernama Cucu, petugas ukur kedua bernama Yayat.
Pada Kamis (24/12/2020), ketika kedua petugas ukur tersebut dikunjungi Demokratis di kantornya, hanya bertemu dengan Yayat. Keterangan yang didapat, Yayat mengakui dan benar telah melakukan dua kali ukur ulang di objek tanah tersebut. Dan hasil ukurnya menurut Yayat tetap, berdasarkan surat kepemilikan yang ada.
“Tidak ada kelebihan ukuran tanah dan tetap ukurannya sesuai di surat kepemilikan tanah masing-masing, hasil ukur tersebut sampai hari ini diakui belum diambil oleh pemiliknya dan sampai hari ini masih ada di saya. Bila pemilik atau untuk kepentingan aparat hukum akan saya berikan dan jika pemilik berhalangan hadir untuk mengambil hasil ukurnya sendiri, maka bisa diwakilkan dengan menggunakan surat kuasa,” jelas Yayat.
Menjadi persoalan panjang dan dugaan penyalahgunaan wewenang, korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), telah terjadi di proyek pembangunan pengeboran sumur minyak ASB 002-003 Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Pertamina Eksplorasi aset 30 GT.
Sengkarut tersebut harus diungkap dengan tuntas, harapan warga hanya KPK yang mampu dengan cepat melakukannya. Diduga uang negara yang digelontorkan melalui panitia pembebasan dan PT Tiwika Subang sebagai kontraktor harus diusut. Sebab, digelontorkannya anggaran diduga tidak sesuai dengan yang ada di Rencana Anggaran Biaya (RAB), atau di Surat Perintah Kerja (SPK) beserta kondisi material dan fisiknya. Demikian harap H Lisman mewakili hak keluarganya. (S Tarigan/RT)