Jumat, November 22, 2024
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Uji Klinis, BPOM: Tidak Ada Efek Serius Vaksin Covid-19

Jakarta, Demokratis

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengaku sudah melakukan uji klinis terhadap vaksin Covid-19 Sinovac. BPOM telah memperoleh dua data setelah dua bulan penyuntikan vaksin, yakni data imunogenisitas dan efikasi. Data ini dianggap bisa menepis keraguan masyarakat dalam menerima vaksin.

“Dari data keamanan, vaksin ini sudah cukup aman. Tidak ada kejadian efek samping serius yang dilaporkan berkaitan dengan penggunaan vaksin ini. Sedangkan imunogenisitasnya juga sudah menunjukan tingkat pembentukan antibodi yang bagus responsnya dalam tubuh,” kata Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 dari BPOM Lucia Rizka Andalusia dalam Alinea Forum bertajuk “Kehalalan & Keamanan Vaksin Covid-19,” Selasa (5/1/2021) di Jakarta.

Menurutnya, saat ini BPOM masih menunggu sejumlah data uji klinis lainnya. Disebutkan ada beberapa keuntungan yang diperoleh Indonesia dengan melakukan uji klinis, yaitu Indonesia mempunyai data uji klinis dan memiliki data pengalaman penggunaan.

Namun demikian, BPOM membuka peluang memakai data hasil uji klinis sejumlah vaksin Covid-19 dari negara lain, guna mempercepat program vaksinasi di Indonesia. Syaratnya protokol uji klinis negara lain sama dengan Indonesia.

Menurutnya, tidak ada kewajiban melakukan uji klinis di dalam negeri sebelum menggunakan vaksin. Apalagi bila ada negara tetangga yang sudah melakukan uji klinis sebelumnya. Bahkan, ada beberapa jenis vaksin yang telah digunakan di Indonesia, tanpa melalui uji klinis di Indonesia.

“Sudah banyak vaksin sebelum pandemi Covid-19 dan hanya sedikit yang melakukan uji klinis di Indonesia. Vaksin influenza, vaksin polio, itu uji klinisnya tidak di Indonesia. Meski diproduksi di Bio Farma, tetapi uji klinisnya tidak dilakukan di Indonesia dan secara regulasi memungkinkan,” ucapnya.

Direktur Eksekutif Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) Muti Arintawati mengakui, saat ini masih ada informasi yang perlu dilengkapi.

“Masih ada sedikit informasi yang harus dilengkapi. Kesimpulan halal tidaknya juga tidak ada di LPPOM, tetapi di Komisi Fatwa (MUI),” kata Muti.

LPPOM MUI memastikan tidak pasif dalam menerima informasi vaksin, tetapi secara intensif melakukan kajian yang dikerjakan auditor LPPOM MUI. Dicontohkan, studi literatur, jurnal, dan keterangan pakar mengenai bahan baku vaksin juga digali.

Keputusan halal atau tidaknya vaksin dari Komisi Fatwa MUI juga tergantung keputusan BPOM. Menurutnya, hal itu berkaitan dengan keamanan vaksin yang kini sedang diuji.

“Kalau semua informasi sudah lengkap, MUI tetap menunggu keputusan dari BPOM tentang keamanannya, tentang thoyyib tadi untuk memutuskan kemudian apakah bisa dikeluarkan sertifikat halal atau tidak,” ucapnya.

Sedangkan Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) memutuskan membolehkan penggunaan vaksin Covid-19 buatan Sinovac, meskipun belum mengetahui kandungan zat pada bahan pokok pembuatan vaksin tersebut.

“Pernyataan Kiai Wapres (Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin) menjadi pertimbangan kami untuk tidak melanjutkan pembahasan halal-haramnya,” kata Sekretaris LBM PBNU Sarmidi Husna.

Menurutnya, pernyataan Ma’ruf dilandaskan atas kegentingan situasi kehidupan akibat dampak Covid-19. Karena itu, penggunaan vaksin tidak berlabel halal dapat digunakan oleh umat Islam.

Sarmidi merasa, pemerintah juga perlu meminta organisasi masyarakat Islam lainnya untuk dapat mengikuti pernyataan Ma’ruf, untuk menanggulangi bahaya dan dampak keberlangsungan hidup akibat pandemi. (Bs/Dem)

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles