Massa pendukung Presiden Donald Trump menyerbu serta melakukan perusakan Gedung Capitol Hill, Rabu petang (6/1/2021) waktu setempat. Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk penolakan pengesahan kemenangan Joe Biden oleh Kongres di Gedung Capitol.
Kepala Kepolisian Metropolitan Washington DC, Robert Contee melaporkan kerusuhan bermula ketika ribuan pendukung Donald Trump melakukan demonstrasi di depan Gedung Capitol saat Kongres tengah melakukan proses pengesahan kemenangan Biden dalam Pilpres AS. Akibat kejadian ini selain empat orang tewas setidaknya sebanyak 52 orang yang terlibat juga ikut ditangkap.
***
Selama lebih dari 220 tahun, Capitol Amerika Serikat (AS) tidak pernah menghadapi massa yang mengamuk, memaksa melewati tiang marmernya yang megah, mengganggu jalannya kekuasaan, dan menodai kursi negara demokrasi terbesar di dunia. Akan tetapi serangan terhadap gedung Kongres AS ini bukan pertama kali terjadi.
Pada 1814, hanya 14 tahun setelah bangunan tersebut dibuka, pasukan Inggris dalam Perang 1812 mencoba membakarnya. Para penjajah menjarah bangunan itu terlebih dahulu kemudian membakar sayap selatan dan utara yang berisi Perpustakaan Kongres.
Hujan badai yang tiba-tiba mencegah kehancuran total. Namun menurut arsitek Benjamin Henry Latrobe, bangunan itu menjadi reruntuhan yang paling megah.
Selama berabad-abad sejak itu, berbagai peristiwa telah terjadi pada prasasti Union, Justice, Tolerance, Liberty, Peace di mimbar ruangan House of Representatives. Gedung tersebut telah dibom beberapa kali, terjadi penembakan, bahkan seorang legislator hampir membunuh yang lainnya.
Episode paling terkenal terjadi pada 1954. Ketika itu empat nasionalis Puerto Rico mengibarkan bendera dan meneriakkan “Kebebasan untuk Puerto Rico”. Mereka melepaskan sekitar 30 tembakan dari galeri pengunjung House. Lima anggota kongres terluka, salah satunya dalam kondisi parah.
“Saya tidak datang untuk membunuh siapa pun, saya datang untuk mati demi Puerto Rico!” seru sang pemimpin, Lolita Lebron, saat ditangkap.
Sebelum dan sesudahnya, gedung itu jadi incaran. Pada 1915, seorang pria Jerman menanam tiga batang dinamit di ruang aula Senat. Ledakan terdengar sesaat sebelum tengah malam ketika tidak ada orang di sekitarnya.
Peristiwa lain yang terkenal terjadi pada 1856, Preston Brooks dari Partai Republik menyerang Senator Charles Sumner dengan tongkatnya di Senat setelah senator memberikan pidato yang mengkritik perbudakan. Sumner dipukuli begitu parah sehingga tiga tahun berlalu sebelum dia cukup pulih untuk kembali ke Kongres. House gagal mengusir Brooks, tetapi dia mengundurkan diri dan segera terpilih kembali.
Weather Underground meledakkan bahan peledak pada 1971 untuk memprotes pengeboman AS di Laos. Gerakan Komunis 19 Mei mengebom Senat pada 1983 sebagai tanggapan atas invasi Grenada. Kedua peristiwa itu tidak menyebabkan kematian atau cedera, tetapi mengakibatkan kerusakan ratusan ribu dolar dan menyebabkan tindakan pengamanan yang lebih ketat.
Serangan paling mematikan di Capitol terjadi pada 1998. Saat itu seorang pria yang sakit jiwa menembaki sebuah pos pemeriksaan dan menewaskan dua petugas polisi Capitol.
Salah satu petugas yang sekarat berhasil melukai pria bersenjata itu dan berhasil ditangkap. Patung Wakil Presiden John C Calhoun di dekatnya masih memiliki peluru dari insiden tersebut. ***