Tonggak perpaduan dengan berkaca dari white supremacy di Amerika dan apartheid di Afrika Selatan sebagai drive power dari bangsa tersebut mungkin relevan atau sesuai dengan kondisi perpaduan Malaysia mengingat perpaduan Amerika ditentukan dominannya kaum kulit putih dalam kekuasan negara. Hal yang tidak jauh berbeda pernah dipraktekkan di Afrika Selatan – meski tidak sukses–yang hanya bertimpu kekusaan berbasis warna kulit yaitu kulit putih.
Perspektif supremasi kekuasaan demikian tampak dari pernyataan Malaysia seperti dipublikasikan media massa di Malaysia belakangan ini agar tonggak perpaduan Islam dan politik Melayu di Malaysia dikuatkan. Tujuannya demi kestabilan negara sehingga dipandang perlu. Tanpa itu akan membawa Malaysia menjadi tidak kokoh dan kuat, bahkan akan membawa perpecahan. Namun di pihak lain yaitu non Melayu dengan bersatunya Melayu di bawah prinsip Islam dilihat secara sinis dan ekstrem serta radikal.
Mohammad Jaizal Zainal dalam artikel yang dimuat Berita Harian pada tanggal 20 Desember 2020 lalu, berjudul Perpaduan politik Melayu, Islam kukuh kestabilan negara cukup menarik dan relevan saat ini. Mengingat semakin tajamnya politik Islam dan Melayu pada partai yang ada sekarang.
Tingkat perpaduan politik Islam dan Melayu harus dikuatkan.
Penulis adalah intelektual yang expert di bidang politik dan ekonomi tinggal di Putra Jaya, Kuala Lumpur, Malaysia itu, menunjukkan rasa kepritinannya dengan perpecaham politik tersebut. Ia berpendapat perpecahan harus diakhiri karena menganggu kestabilan negara. Di samping itu membawa kelemahan ekonomi dan pembangunan.
Menurut dia, perpaduan Islam dan politik Melayu adalah unsur penting. Tanpa Melayu dan Islam Malaysia tidak akan berjaya. “Tingkat perpaduan politik Islam dan Melayu harus dikuatkan,” tulisnya.
Memang sejatinya demikianlah adanya. Seperti kita sama ketahui partai berasas Melayu seperti UMNO, Parai Melayu Bersatu, PAS, Partai Pejuang, Partai Amanah, Partai Warisan di Sabah dan Partai Keadilan. Sementara dari etnis lain hanya ada dua partai, yaitu, DAP dari Cina dan MCA dari unsur etnis India. Sayang sekali partai berasal etnik Melayu dengan prinsip Islam itu kini nyaris berpecah.
Saya pribadi dalam hal ini percaya akan hal itu. Yaitu benar, unsur intern Melayu masih lagi ada masalah antar partai Islam. Misalkan UMNO dan Partai Keadilan, Partai Melayu Bersatu dan antar UMNO dengan PAS belum rukun sepenuhnya. Ada juga partai Melayu berbasis etnis Melayu lokal di Sabah dan Serawak dengan UMNO. Tiada persatuan dalam kelompok etnis Melayu. Yang ada konflik dan pertikaian. Yang ada bukan persatuan tapi bersatu-satu atau bercerai-berai.
Ini menyiratkan bahwa pilar utama Kerajaan Malaysia adalah terdiri: (1) Islam Melayu dari Islam dan Melayu lokal non Islam untuk wilayah Sabah (2) Non Melayu terdiri etnis Cina dan India. Non Melayu ini yang krusial hanya etnis Cina. Sementara yang etnis India kokoh bergabung dengan bumi putera.
Tonggak perpaduan dalam arti pilar kabangsaan Malaysia dapat ditekankan pada dua pilar tersebut:
Pertama, Melayu adalah bumi putera dan Islam.
Kedua, non Melayu pada perpaduam bangsa yang datang dari pelbagai etnis seperti Cina, India, Arab dan lain-lain.
Peranyaannya bagaimana memadukannya dalam suatu sistem menjadikan sinergi Malaysia yang kuat. Di mana tidak ada gesekan atau perpecahan antar kedua pilar menjadi konflik. Perpaduan intern Melayu sebagai bumi putera dan kerukunan dengan non Melayu yang sudah bersetuju hidup bersama.
Jawabannya perpaduan Melayu dan prinsip Islam itulah menjadi faktor supremasi yang dominan. Kemudian supremasi menjadi tonggak utamanya untuk rukun dalam intern Melayu dan prinsip Islam dan non Melayu hidup bersama dalam satu Kerjaan Malaysia yang maju.
Hemat kita soal pokok terletak pada tokoh pimpinan Malaysia yang ada di panggung politik kini. Apalah prinsip Melayu diikat prinsip Islam dapat dilakasanakan dengan benar. Harapannya adalah stabilitas negara dengan supremasi bumi putera menjadi kokohnya tonggak perpaduan. Semoga!
Jakarta, 10 Januari 2021
*) Penulis adalah Doktor Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (UHAMKA) Jakarta. e-mail: masud.riau@gmail.com