Indramayu, Demokratis
Penggunaan dana tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR) PT Pertamina Persero Refinery Unit VI Balongan sengaja ditutup-tutupi sehingga tidak transparan dan terindikasi terjadi penyelewengan.
Hal tersebut terungkapkan saat Demokratis melayangkan surat untuk mendapatkan data penggunaan dana CSR sesuai dengan UU Nomor 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).
Meski pihak PT Pertamina Persero Refinery Unit VI Balongan melalui Kepala Hubungan Perusahaan dan Masyarakat (Kahupmas), Cecep Supriyatna, menjawab surat yang dilayangkan, tapi tidak dengan satu pertanyaan, yakni, pertanyaan inti: dananya. Akibatnya, timbul pertanyaan lagi: Kenapa?
Cecep hanya menjelaskan bidang kegiatan dan lokasinya saja tapi tidak dengan rincian nilai dana yang digunakan sehingga penggunaan dana CRS di PT Pertamina Persero Refinery Unit VI Balongan terkesan remang-remang.
Berbekal dengan balasan surat yang menjelaskan kegiatan dan lokasi penggunaan dana CSR tersebut, Demokratis pun melakukan investigasi ke lapangan, Selasa (29/12/2020).
Salah satu program CSR PT Pertamina Persero Refinery Unit VI Balongan adalah ecofarming di Desa Tegalsembadra, Kecamatan Balongan, milik Sunapa yang juga merangkap sebagai ketua kelompok kegiatan ayam buras (potong).
Sunapa mengatakan, kegiatan ecofarming adalah untuk memenuhi kebutuhan program biokompos RU VI Balongan. Menurutnya, bantuan CSR PT Pertamina Persero RU VI tahun 2020 senilai Rp 200.098.500 meski atas nama rekening kelompok namun yang mencairkan dana dari pihak pendamping bernama Ika dan Reza. Kemudian sejumlah uang tersebut digunakan hanya untuk keperluan biaya tidak terduga seperti keperluan kandang yang mendadak harus diperbaiki. Dan jika nominal keperluan bernilai besar harus membuat permohonan bantuan ke pusat.
Sementara di Desa Sukaurip, Demokratis menemui Toto selaku ketua kelompok yang bergerak di bidang budidaya Sukaurip Jamur Tiram (Sujati). Menurutnya, dana program CSR dari PT Pertamina RU VI yang diterima bukan dalam bentuk sejumlah uang melainkan hanya pengadaan sarana dan prasarana dengan dibangunnya sebuah toilet serta mushola, dan beberapa fasilitas lain seperti paralon kecil air untuk mengairi tumbuhan jamur yang dilaksanakan oleh pendamping dari PT Pertamina langsung.
“Saya tidak menerima dalam bentuk uang melainkan hanya dibangun toilet dan mushola kemudian sarana tambahan paralon. Jika dilihat dari fisiknya, paling hanya mengeluarkan biaya senilai Rp 60 juta,” ungkap Toto di gudang miliknya, Sabtu (29/12/2020).
Sementara itu, salah seorang penerima bantuan program CSR PT Pertamina RU VI yang tidak mau disebut namanya menegaskan sudah seharusnya perusahaan mempublikasikan laporan pertanggung jawaban dana CSR-nya. Sehingga diketahui berapa dananya, kemitraan siapa yang dibantu, lokasi di mana. “Itu harus ketahuan semua,” katanya.
“Dana CSR-nya juga harus diaudit oleh pihak eksternal sehingga dapat diketahui jika memang ada penyelewengan agar lebih transparan dan dapat dipertanggung jawabkan baik di dunia maupun akhirat,” pungkasnya. (RT)