Indonesia terkenal kaya akan rempah, namun bukan hanya sebagai bahan masakan di mana India dan negara lain juga menggunakannya. Rempah Indonesia dijadikan pula minuman tradisional yang menyehatkan dan sejak dulu sudah menjadi minuman sehari-hari.
Belum banyak yang tahu tentang jamu sebagai salah satu warisan sejak era kerajaan di Nusantara. Jamu sendiri berdasarkan Prasasti Madhawapura merupakan peninggalan zaman Majapahit yang dalam prasasti tersebut mencatat beberapa profesi yang ada pada jaman itu. Salah satunya acaraki selaku peracik jamu.
Kata “jamu” dipercaya berasal dari Bahasa Jawa kuno “Jampi” yang berarti doa, dan “Usodo” yang berarti kesehatan. Jadi jika digabungkan, jamu mempunyai arti “doa kesehatan”. Oleh karena itu, para leluhur Indonesia memandang jamu bukan hanya sebagai obat, melainkan semua yang dilakukan untuk tujuan kesehatan dan dikukuhkan dengan doa. Itu sebabnya, perusahaan kecantikan di Indonesia menyebut produk perawatan kecantikan mereka seperti masker, lulur, sabun, dan lain-lain sebagai jamu.
Selain di masa Majapahit, ditemukan juga bukti adanya jamu dari penemuan artefak Cobek dan Ulekan, serta bukti-bukti lain seperti alat-alat membuat jamu yang banyak ditemukan di Yogyakarta dan Surakarta, tepatnya di Candi Borobudur pada relief Karmawipangga, Candi Prambanan, Candi Brambang, dan beberapa lokasi lain. Bahkan, konon di zaman dulu jamu merupakan rahasia kesehatan dan kesaktian para pendekar serta petinggi-petinggi kerajaan.
Setelah era kerajaan, pada masa penjajahan Jepang, sekitar tahun 1940-an, tradisi minum Jamu juga populer hingga dibentuknya Komite Jamu Indonesia. Kepercayaan terhadap khasiat jamu pun meningkat, sampai munculnya pabrik-pabrik jamu dan menyesuaikan dengan teknologi, yang di antaranya telah banyak dikemas dalam bentuk pil, tablet, atau bubuk instan agar mudah diseduh.
Jamu yang dibuat dari rempah-rempah tertentu dan racikan khusus saat ini makin dipercaya masyarakat sebagai salah satu minuman yang berkhasiat. Apalagi salah satu campuran rempahnya, yaitu jahe, memiliki khasiat sebagai antiinflamasi atau untuk mencegah peradangan dan menghangatkan badan.
“Secara umum, dengan adanya pandemi ini, masyarakat Indonesia maupun global akan lebih peduli terhadap kesehatan. Oleh karena itu, prospek jamu di masa yang akan datang sangatlah besar, karena bukan hanya di Indonesia, seluruh dunia sedang mencari cara alternatif untuk menjaga kesehatan diri,” sebut Jhony Yuwono, Owner Acaraki, salah satu kafe jamu di Jakarta.
Namun, menurut Jhony, semua itu tergantung dari pengertian dan dukungan masyarakat terhadap jamu, karena, tambah dia, jika pengertian yang dangkal dan dukungan lemah, tetap akan ada kemungkinan untuk jamu tersingkirkan oleh suplemen ataupun obat asing.
Lebih dari sepuluh tahun pemerintah sudah melakukan saintifikasi jamu, namun secara ilmiah khasiat jamu untuk pengobatan belum bisa dibuktikan. Apalagi jika Anda hanya meminumnya sesekali saja, tentu khasiatnya akan berbeda. Mulai campuran kunyit dan asam, beras kencur untuk menambah nafsu makan, sampai temulawak dan jahe sebenarnya memiliki khasiat tertentu sesuai kegunaan. Jadi tunggu saja hasil upaya saintifikasi jamu yang masih terus dilakukan pemerintah agar jamu terbukti secara ilmiah. (Red/Dem)