Aceh Tenggara, Demokratis
Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Aceh Tenggara meminta Kasus Monografi Desa dan Profil Desa yang sedang ditangani Kejari Kutacane mencapai Rp 7 miliar diambil alih Kejati Aceh.
M Saleh Selian, Bupati LIRA Agara menyampaikan kepada Demokratis, Minggu (29/09/19), pasalnya kasus tersebut tidak dapat dituntaskan Kejari Kutacane sebaiknya diambil alih Kejati Aceh.
“Kasus dugaan korupsi tersebut kami laporkan secara resmi tanggal 10 April 2017, artinya kasus tersebut belum ada titik terangnya walau sudah berjalan dua tahun enam bulan,” tutur Saleh Selian.
M Saleh Selian mengatakan, kasus tersebut mereka laporkan bermula dugaan korupsi penyelewengan Dana Desa tahun 2016 di Gampong Lawe Kihing, Kecamatan Bambel salah satunya Dana Monografi sebesar Rp 30 juta. “Seluruh desa tersebar di Kecamatan Bambel diarahkan Camat membikin pengadaan monografi dan dikerjakan oleh CV Senantiasa Banderang Langsa,” ucap Saleh.
Saleh Selian menuturkan pasca laporan tersebut, LIRA melakukan investigasi ke kecamatan yang lain yang tersebar di Kabupaten Aceh Tenggara, ternyata proyek serimonial atau proyek yang muncul di akhir tahun atau proyek tanpa musyawarah tersebut bukan terjadi di kecamatan Bambel saja tetapi masih ada di kecamatan-kecamatan lain kalau dihitung menelan Dana Desa mencapai Rp 7 miliar lebih.
Menurut Saleh Selian, hasil investigasi tersebut telah disampaikan secara lisan kepada Kajari Kutacane dan staf Kejari Kutacane pernah datang ke rumahnya untuk mengorek hasil investigas tersebut.
“Bahkan kami telah memberikan informasi melalui media Serambi pada tanggal 10 Desember 2018, bahwa proyek Monografi Desa Tahun Anggaran 2016 sebesar Rp 4.741.935.000 dan Pengadaan Buku Tahun 2016 sebesar Rp 2.358.259.000, sedangkan Proyek Monografi Desa Tahun 2017 sebesar Rp 1.887.104.000,” ucap Saleh.
Saleh Selian merincikan Dana Desa sumber APBN yang digunakan untuk proyek seremonial antara lain, Kecamatan Semadam Pengadaan Monografi Desa dan Buku Tahun Anggaran 2016 – 2017 masing-masing Rp 270.000.000.
Kecamatan Babussalam Monografi Desa Tahun 2016 Rp 390.000.000.
Kecamatan Lawe Bulan Pengadaan Monografi Desa Tahun 2016 Rp 312.366.000 dan Pengadaan Buku Rp 144 491.500 dan Pengadaan Monografi Desa Tahun 2017 Rp 450.000.000.
Kecamatan Ketambe Pengadaan Buku Tahun 2016 Rp 523.624.000.
Kecamatan Deleng Pokhison Pengadaan Monografi Desa Tahun 2016 Rp 330.000.000 dan Pengadaan Buku Rp 323.500.000.
Kecamatan Bambel Pengadaan Monografi. Desa Tahun 2016 Rp.855.000.000 dan Pengadaan Buku Rp 15.000.000.
Kecamatan Babul Makmur Pengadaan Monografi Desa Tahun 2016 Rp 225.000.000 dan Monografi Desa Tahun 2017 Rp 141.404.000.
Kecamatan Lawe Sigala-gala Pengadaan Monografi Desa Tahun 2016 Rp 490.000.000 dan Pengadaan Buku Rp 36.600.000.
Kecamatan Lawe Alas Pengadaan Monografi Desa Tahun 2016 Rp 378.258.000 dan Pengadaan Buku Rp 360.000.000 serta Pengadaan Monografi Desa Tahun 2017 Rp 300.000.000.
Kecamatan Leuser Pengadaan Monografi Desa Tahun 2016 Rp 231.311.000 dan Pengadaan Buku Rp 340.250.0000.
Kecamatan Tanoh Alas Monografi Desa Tahun 2016 Rp 210.000.000 dan Monografi Desa Tahun 2017 Rp 30.000.0000.
Kecamatan Darul Hasanah Pengadaan Monografi Desa Tahun 2016 Rp 330.000.0000 dan Pengadaan Monografi Desa Tahun 2017 Rp 374.640.000.
Kecamatan Badar Pengadaan Monografi Desa Tahun 2017 Rp 240.000.000.
Kecamatan Lawe Sumur Pengadaan Monografi Desa Tahun 2016 Rp 270.000.000.
Kecamatan Babul Rahmah Pengadaan Monografi Desa Tahun 2016 Rp 120.000.000 dan Pengadaan Buku Rp 14 286.000 serta Pengadaan Monografi Desa Tahun 2017 Rp 351.000.000.
Saleh menambahkan, proyek akal-ajakan ini diduga dikendalikan oknum Camat tahun 2016-2017 dan bukan semuanya dikerjakan pihak CV Senantiasa Banderang Langsa. Artinya masih ada pihak ketiga yang lain sesuai arahan oknum Camat setempat.
Saleh Selian mengatakan sebelumnya sangat optimis dengan Kinerja Kajari Kutacane dan selalu menerima mereka untuk memberi petunjuk dalam kasus Monografi dan beberapa kardus Dokumen Monografi telah diberikan kepada pihak Inspektorat Aceh Tenggara untuk diaudit dan hasilnya diserahkan kepada pihak Kejari Kutacane.
“Seiring perjalanan waktu kami merasa ada kejanggalan dalam dugaan kasus tersebut. Pasalnya, setiap kami tanyakan perihal kasus tersebut Via SMS dan WA acap kali Kajari tidak menggubris dan tidak menjawabnya, bahkan kami pernah mengunjungi kantor Kejari Kutacane untuk bertemu namun nihil dengan alasan Kajari Kutacane sedang sibuk,” ucap Saleh.
LIRA juga melakukan protes lewat tulisan di baliho pada tanggal 18 Juli 2019 isi baliho tersebut tertulis KEJATI ACEH AMBIL ALIH KASUS MONOGRAFI DESA DAN EVALUASI KINERJA KAJARI KUTACANE. “Baliho tersebut kami pasang di papan Reklame Jalan Ahmad Yani dan dikenakan pajak Rp 1.200.000. Ironisnya, baliho kami tersebut hanya berumur 12 jam dicuri oleh OTK sehingga kuat dugaan kami kasus Monografi Desa adalah kasus struktur dan massif,” Saleh kecewa.
Lebih lanjut M Saleh Selian mengatakan, seharusnya Kajari Kutacane menjemput bola agar pihak Inspektorat sungguh-sungguh malakukan audit. “Sebab, kami kuatir nantinya pihak Inspektorat beralasan akan membentuk tim baru untuk mengaudit kasus tersebut sehingga kasus tersebut jalan di tempat,” katanya.
Saleh Selian juga menuturkan di dalam kasus Monografi Desa apabila ada oknum menyalahgunakan kewenangan, kesempaan dan sarana di dalam mengaudit oknum yang menangani audit Monografi Desa tersebut diduga dapat disangkakan Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 dan apabila ada dugaan pegawai negeri memalsukan buku untuk pemeriksaan administrasi adalah korupsi dapat disangkakan Pasal 9 UU No 31 Tahun 1999 serta apabila ada upaya merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi dapat disangkakan Pasal 21 UU No 31 Tahun 1999.
Selain itu, tambah Saleh Selian, apabila pihak Inspektorat dengan sengaja melalaikan tugas yang diurusnya dapat terperiksa dan dipanggil oleh aparat penegak hukum.
“Kami mengingatkan kepada pihak Inspektorat Aceh Tenggara mohon jangan terlalu bersandar pada APIP. Sepengetahuan kami APIP adalah hukum yang bersifat umum bukan hukum yang bersifat khusus. Di sini kami sampaikan kasus dugaan Monografi Desa 2016 dan 2017 terjadi sebelum APIP lahir,” tutup Saleh Selian. (Tim Demokratis)