Subang, Demokratis
Rumah tidak layak huni merupakan salah satu permasalahan sosial yang lekat dalam kehidupan masyarakat di wilayah pedesaan maupun perkotaan yang menjadi fokus perhatian Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat RI.
Berbagai upaya pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan mestinya diapresiasi semua pihak, salah satunya program perbaikan rumah tidak laya huni (Rutilahu) bantuan stimulan perumahan swadaya (BSPS) ini atau istilahnya bedah rumah di Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat tahun 2020 yang menyasar 770 rumah tidak layak huni, namun realisasinya ditengarai sarat penyelewengan. Pasalnya, oknum pelaku program itu dituding mencederai amanah yang menjadi haknya orang miskin.
Betapa tidak, tengok saja semisal bantuan rehab Rutilahu dan BSPS yang berasal dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Pemerintah Pusat Cq Ditjen Penyediaan Perumahan Kementerian PU dan Perumahan Rakyat RI tahun 2020 dikucurkan di sejumlah desa di Kabupaten Subang diduga sebagian dananya dikerat (dipotong-Red) oknum, sehingga berpotensi merugikan keuangan negara hingga mencapai ratusan juta rupiah.
Berdasarkan data hasil investigasi dan keterangan berbagai sumber dihimpun awak media menyebutkan, sebagai testimoni bagi penerima manfaat di Desa Bale Bandung dan Salam Jaya, Wanasari, Sidamulya, Jatireja mestinya masing-masing unit/KK mendapat bantuan Rp 17,5 juta, namun faktanya mereka hanya menerima senilai kisaran Rp 8 juta hingga Rp 10 juta/KK saja, yang sudah berbentuk material dan harganya diduga di-mark-up, sehingga nilai nominalnya tidak sesuai dengan pagu yang ditetapkan.
Tak hanya itu, dana peruntukan membayar upah kerja dari pagu Rp 2,5 juta ditilep Rp 1,5 juta/KK, lebih ironisnya lagi di Desa Jatireja dari sebanyak 20 peserta program/KK baru diberi janji, jika nanti bangunan rumahnya rampung akan diberi Rp 1 juta/KK.
Ekses dari adanya potongan dana bantuan itu sungguh memilukan, untuk menutupi biaya bangunan rumahnya terpaksa mereka (peserta program) di desa-desa Kecamatan Cipunagara ngutang material di toko material milik As, sementara peserta program Dsr (65) harus rela menjual beberapa ekor kambing miliknya.
Disebut-sebut pengkoordinir dana haram itu diduga dilakukan oleh sarjana pendamping AM selaku pelaku program berkolaborasi dengan panitia/UPK Desa.
“Kasihan orang miskin, hanya dijadikan komoditi mengeruk keuntungan orang-orang zalim,” ujar sumber.
Sejumlah warga penerima bantuan yang berhasil ditemui awak media mengutarakan, secara persis total nominal bantuan dana Rutilahu/BSPS yang direalisasikan tidak tahu, karena mereka menerima dalam bentuk barang yang dikoordinir oleh panitia.
Salah satunya Dsr (65) warga Kampung Karangsari/Desa Jatireja menerangkan, material yang diterima hanya berupa batako 2.250 biji a Rp 1.200; semen 25 sak a Rp 53.000; pasir pasang 1 rit damtruk Rp 1.000.000, pasir split 1 mobil SS a Rp 350.000, 10 batang kayu 8 x 12 cm a Rp 40.000, 10 batang kayu 5 x 10 cm a Rp 20.000; kaso 3 ikat a Rp 120.000; besi 8 mm 10 batang a Rp 12.000; besi 10 mm 10 batang a Rp 14.000; kusen pintu 2 buah a Rp 400.000, kusen jendela 2 buah a Rp 200.000; pintu kamar mandi 1 buah Rp 300.000 dengan total Rp 8.020.000.
Hal senada juga diungkapkan peserta program Mt (60) warga RT 03/04 Kampung Karangsari/Desa Jatireja dan Ksnn (55) warga RT 03/02 Dusun/Desa Jatireja.
Masih menurut sumber, dana hasil penyisihan (potongan-Red) belanja material itu sebagian digunakan untuk biaya operasional unit pengelola kegiatan (UPK) dan sekiannya lagi dinikmati panitia dan oknum terkait lainnya.
Modus operandi penyisihan dana Rutilahu/BSPS itu, lanjut sumber, diduga sebelumnya dibangun persekongkolan antara pengurus kelompok/panitia dengan pemilik toko/material dan oknum Sarjana Pendamping, dimana setelah warga mencairkan dana di BRI/Bank yang ditunjuk dan mentransfer ke toko material yang ditunjuk pula. Lalu direkayasa perhitungan nilai belanja materialnya sesuai kebutuhan renovasi rumahnya masing-masing. “Di situlah akan muncul sisa anggaran yang kemudian dijadikan bancakan oknum,” sebutnya.
Sementara Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Pemukiman Kabupaten Subang Drs H Ida Sudayat MSi melalui Kabid Perumahan Indratno Bayuaji ST ME yang didampingi Kasinya Andri saat dikonfirmasi di kantornya (1/2), menyangkal dan berasumsi bila tidak mungkin terjadi pemotongan belanja material lantaran penyaluran anggaran BSPS masuk rekening ke penerima bantuan melalui bank, dan proses pembayaran ke toko/material melalui transfer langsung (tidak cash), dimana sebelum transaksi terjadi terlebih dahulu dilakukan melalui tahapan verifikasi yang dikawal tenaga fasilitator (sarjana pendamping) setempat.
“Tapi nanti, kami akan meminta keterangan terhadap tenaga fasilitator dan jika ditemukan adanya indikasi penyelewengan akan ditegur keras,” ujar Indratno berdalih.
Tenaga fasilitator AM saat dikonfirmasi via WhatsApp (30/1) tidak berkenan menanggapi, pesan yang dikirim awak media hanya dibaca. Sementara dihubungi via selulernya tidak mau menjawab kendati ada nada sambungnya, lalu nomor HP awak media pun diblokir.
Terpisah, menanggapi terendusnya dugaan penyimpangan dana Rutilahu/BSPS dan rekayasa administrasi (SPJ fiktif-Red) itu, Fungsionaris Gerakan Nasional Pencegahan Korupsi–RI (GNPK-RI) Kabupaten Subang Cq Kabid Pengaduan Masyarakat, Yudi Prayoga Tisnaya, saat ditemui di kantornya (13/2), menilai bila oknum-oknum yang terlibat bancakan dana Rutilahu/BSPS itu dapat dikatagorikan perbuatan korupsi.
Pihaknya juga menyesalkan adanya pembiaran kebijakan administrasi (joki pembuatan SPJ atau SPJ fiktif), secara tidak langsung ini menghalalkan tindak pidana korupsi itu sendiri. Dengan demikian, pihak-pihak yang terlibat membuat keijakan administrasi asli tapi palsu (Aspal) atau bodong itu dianggap telah melakukan kebohongan publik sehingga terancam dipidana.
“Kami berjanji akan menelusuri di lapangan, bila diketemukan fakta konkrit akan melaporkan oknum yang terlibat ke ranah hukum,” tandasnya.
Lalu sejauhmana keterlibatan oknum-oknum yang gemar menilap uang rakyat dan seberapa besar keseriusan aparat penegak hukum dalam menangani kasus ini? Demokratis masih akan terus melakukan penelusuran lebih lanjut. (Abh)