Lima tahun lalu Kerajaan Saudi Arabia meluncurkan gagasan pembangunan ekonomi yang ambisius, cerdas, dan luar biasa. Yaitu menghilangkan ketergantungan pendapatan negara dari minyak bumi. Agenda itu dirancang sebagai terobosan di bawah nama Saudi Vision 2030. Rancangan reformasi itu diurai dalam termin demi termin dalam jangka 15 tahun ke depan. Muatan besar dari Saudi Vision 2030 adalah pembangunan ekonomi kemakmuran dan berkelanjutan atau prosperous and sustainable economic on the future.
Dalam pelaksanaan berbasis budget disesuaikan dengan perubahan policy yang diversifikasi tiga persen dari kontribusi perusahaan minyak Aramco untuk mendukung industri lokal, pariwisata, dan penciptaan lapangan kerja untuk 90.000 orang.
Upaya tersebut diharapkan membawa peningkatan hingga enam presen pada pendapatan kotor negara (PDB) dari minyak. Target itu diprogramkan akan mencapai 50 persen dari PDB akan disumbang dari hasil pertumbuhan tersebut.
Saudi Vision 2030 adalah merupakan program yang diotaki oleh Pangeran Muhammad Salman terkenal dengan sebutan Pangeran MBS. Sang Pangeran yang masih berusia muda energik dan brilian itu merupakan andalan dari pembangunan ekonomi masa depan untuk merealisasikan tugasnya sebagai pelaksana tugas King Salman ayahnya, menjadi Khadimul Haramain pengawal dua masjid dari tanah suci.
Dipastikan juga reformasi itu mengimplementasikan upaya creative kesejahteraan serta kualitas hidup masyarakat. Memberikan harapan hidup masyarakat Saudi Arabia dan berkontribusi pada proyek muslim dan kemanusiaan dunia.
Seperti disebutkan oleh Antony Cordesman dari The Centre for Strategic International Studies mengatakan bahwa Pangeran MBS memiiliki grup penasehat yang kuat. Grup itu merupakan perencanaan melekat preventif dan selaras (Saudia Gazet, News Daily 14 April 2016).
Banyak pengamat percaya Kerajaan Saudi telah membuat trobosan besar, merobah jazirah kawasan Laut Merah berkembang. Apalagi dengan program pariwisata dan membangun properti megah gaya Timur Tengah menawarkan sarana bisnis modern serta suasana hidup baru. Pantai Laut Merah tidak lagi sepi kayak sebelumnya. Melainkan menjadi pusat kegiatan bisnis yang ramai penuh pesona.
Terobosan dari Visi Saudi Arabia 2030 yang “wah” ini, tentu saja tiada sepi kritik. Misalnya mengatakan Saudi Arabia menjadi sekuler, lantaran bebas masuk turis dari luar dan menyimpang dari tradisi masyarakat. Saudi Arabia yang religius. Tentu ini sebuah catatan bagi semua masyarakat yang berubah. Namun siapa pun tahu Kerajaan Saudi Arabia tetap berpegang kepada sistem hukum syariah yang kuat, sebagai jawabannya.
Penulis bependapat bahwa Visi Saudi Arabia 2030 adalah sebuah terobosan pembangunan yang brilian dan berani. Jazirah Arab di bawah pimpinan Raja Salman dengan Pangeran MBS yang energik dan penuh keyakinan niscaya menjadi pusat kemajuan Timur Tengah yang baru. Semoga!
Jakarta, 24 Februari 2021