Alam terkembang jadi guru berasal dari frasa kearifan lokal komunitas Melayu. Biasanya berfungsi sebagai basis intelektual dalam rangka memahami fenomena realitas. Saat ini agaknya relevan untuk dikaji. Sebab, dengan alam terkembang yang menjadi kenyataan ini intelektual kita bisa makin berbobot serta tidak kehilangan nilai. Apa alasannya?
Alasan utamanya adalah karena ungkapan itu bekaitan dengan arus besar filsafat pendidikan dan nilai pembelajaran. Yaitu fundamental pragmatisme dan ajaran moral di tengah realitas.
Dengan meminjam ungkapan Charles Sandes Piere (1849-1914) seorang sarjana Amerika dalam bukunya How to Make our Ideas Clear (bagaimana untuk membuat gagasan milik kita menjadi jelas), adalah dengan penbentangan bahwa belajar serius tentang fenomena realitas dengan aktif mengetahui mengenal serta memperhatikan teori dan hukum alam gagasan Charles Sandes Piere ini bertemu dengan John Dewey (1859-1952) sama berkebangsaan Jerman lalu memadukan gagasan tersebut dalam satu gagasan bernama belajar dengan praktek (learning by doing).
Sejalan dengan gagasan di atas, kemudian UNESCO lembaga Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) bidang pendidikan merumuskan learning secara lebih tegas dan rinci yaitu menekankan defenisi pendidikan itu mengandung makna sebagai berikut:
- Belajar bagaimana mengetahui (learning how to know);
- Belajar bagaimana bekerja (learning how to do);
- Belajar bagaimana memahami (learning how to understand);
- Belajar bagaimana caranya belajar. Misalnya belajar dengan kawan-kawan atau grup belajar dengan guru private dsbnya (learning how to learn);
- Belajar bagaimana bekerjasama (learning how to working together).
Intinya pendidikan dalam artian belajar ialah untuk mengetahui, mengetahui mengerjakannya, memahaminya, mengetahui cara belajarnya dan belajar agar mampu bekerjasama dengan orang lain. Instrumennya sekolah, praktek dan belajar aktif yakni learning by doing.
Dalam kaitan di atas, Islam mengajarkan tiga hal:
Pertama, pendidikan itu untuk mendapatkan ilmu pengetahuan dan teknologi;
Kedua, belajar untuk beramal berbuat nyata; dan
Ketiga, belajar dalam rangka mencari keridhaan Allah SWT.
Adalah seorang mujahid pejuang Afghanistan Doktor Mohammad Azzam (1941-1989) dalam bukunya Fiqih Muamalat mengkaitkan belajar itu dengan jihad. Yaitu aspek belajar yang dijalankan dengan berbuat secara sungguh-sungguh. Ia membangun kamp praktek kerja, yamg kemudian menjadi tempat cikal bakal latihan para militer.
Ia seorang cendekiawan Afghanistan sukses mebangun semangat kerja, semangat belajar dari pejuang di wilayah itu yang amat dicurigai oleh pihak anti Islam. Sehingga akhirnya terbunuh dalam satu ledakan bom pada mobilnya hingga menewasakannya bersama dua putranya menjelang sholat Jumat pada tahun 1989.
Ia coba membagi berbuat sungguh-sunguh itu dalam tiga macam bentuk, yaitu: Pertama, belajar dan bekerja sungguh untuk membangun kekuatan (jihad al quwwah); kedua, belajar sungguh-sungguh untuk beramal kebaikan (jihadul amal); yang ketiga, belajar sungguh-sungguh itu untuk mencapai keridaan Ilahi (liila kalimatillah). Demikianlah konsep kerja sungguh-sungguh menurut Mohammad Azzam.
Dengan paparan di atas, kita mencapai simpulan bahwa pokok belajar dengan alam terkembang jadi guru adalah bagian pembelajaran filsafat amal, pragmatis, pembelajaran terangkat dari fenomena alam berupa teori dan hukumnya. Lalu kita mengambil hikmah, menjadi teladan dan contoh.
Sebagai penutup kita berpendapat dengan pembelajaran dengan hikmah dan teladan, berbasis pada alam terkembang yang merupakan sunatullah itu dapat menjawab masalah pendidikan masa depan. Wallahu a’lam bishawab.
Jakarta, 31 Maret 2021
*) Penulis adalah Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (UHAMKA) Jakarta