Indramayu, Demokratis
Nelayan merupakan profesi yang luar biasa karena selain bertaruh nyawa sekaligus penjaga stok kebutuhan protein bangsa yang ada di seluruh Indonesia. Memperingati hari nelayan, Pemerintah Daerah (Pemda), melalui Wakil Bupati Indramayu diminta oleh sejumlah komunitas atau organisasi nelayan yang ada di Indramayu untuk dapat melakukan pengawasan.
Masyarakat nelayan meminta kepada Pemda melalui Wakil Bupati Indramayu, bahwa dengan adanya program kegiatan yang dilakukan sebelumnya, Pemda diminta melakukan pengawasan peredaran ikan dan dapat memberikan fakta yang konkret yang disertai data jumlah hasil tangkap atau olahan ikan yang terjual di sejumlah pasar yang ada di Kecamatan Sliyeg, Tukdana, Jatibarang, Karangampel, Haurgeulis, dan Cikedung, Selasa (6/4/2021).
Di kegiatan itu, Wakil Bupati Indramayu mengatakan bahwa tolak ukur kesejahteraan masyarakat adalah peningkatan status gizi masyarakat, untuk itu harus dilakukan berbagai upaya penanggulangan melalui berbagai sektor, salah satunya adalah pemanfaatan olahan hasil laut. Dari statement tersebut, sebagian komunitas atau organisasi nelayan yang ada di Kabupaten Indramayu menanggapi keterangan wakil bupati dari berbagai aspek maupun komponen yang menjadi problematika kaum nelayan yang ada di perairan Indonesia.
Pengurus Pusat Serikat Nelayan Indonesia (SNI) Bidang Advokasi dan Hubungan Masyarakat, Arif Setiawan SH menjelaskan bahwa komoditas ikan laut merupakan salah satu komoditas ekspor yang tinggi. Menurutnya, pada tahun 2018, rajungan adalah salah satu penyumbang terbesar devisa yang nilainya sekitar 340 juta dolar Amerika. Hal ini menandakan penyerapan ikan laut oleh korporasi besar masih tinggi, tentu dalam penyerapan tersebut ikan-ikan yang berkualitas tinggi yang diterima.
“Artinya dari sisi ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat khususnya nelayan masih cukup bagus. Tapi dari sisi konsumsi untuk masyarakat Indramayu pada umumnya terbilang rendah, ditambah hasil tangkapan ikan laut yang berkualitasnya masuk semua ke korporasi-korporasi,” jelas Arif kepada Demokratis, Rabu (7/4/2021).
Selain itu, Arif mengungkapkan bahwa “Gerakan Berikan Protein” diharapkan tidak melulu tentang program kampanye atau sosialisasi pentingnya mengkonsumsi ikan (tawar/laut) kepada masyarakat. Sebab, telah disinggung juga output akhirnya peningkatan gizi masyarakat dan ekonomi masyarakat. Maka perlu adanya andil pemerintah dalam pengawasan peredaran ikan ke masyarakat agar senantiasa terjaga kandungannya maupun kualitasnya.
“Peningkatan ekonomi masyarakat yang dimaksudkan tidak melulu tentang peningkatan bisnis korporasi-korporasi yang sudah mapan. Melainkan peningkatan usaha-usaha pengolahan hasil kelautan tingkat keluarga/komunitas/organisasi yang sudah berjalan (butuh pengembangan) maupun masih tahap penjajakan. Ketika usaha tingkat keluarga/komunitas/organisasi dapat berkembang maka akses suplai bahan ikan berkualitas bisa didapatkan. Sebab produk olahan tingkat keluarga/komunitas/organisasi lah yang terbilang laris atau laku beredar di masyarakat berpendapatan rendah-menengah,” tambah Arif.
Sementara itu, Pengurus Pusat Komite Nasional Nelayan Nusantara (KONANN) Bidang Dokumentasi, Informasi dan Teknologi, Kesuma Tarigan mengungkapkan bahwa ia mewakili nelayan kecil yang ada di perairan Indonesia berharap kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) setempat, tidak hanya gizi yang ditingkatkan. Pemerintah juga harus memperhatikan ekonomi nelayan kecil agar bisa berjalan sesuai program yang diinginkan pemerintah.
“Percuma jika pemerintah ingin membuat program Hidrolisat Protein Ikan (HPI), jika nelayan enggan untuk mencari ikan di laut dikarenakan tidak sepadan dengan hasil nilai jual ikan. KONANN berharap tidak dibodohi dengan data statistik yang mengatakan tingginya nilai ekspor, sedangkan nilai jual sangat rendah,” tutupnya. (RT)