Jakarta, Demokratis
Seorang siswi SMA di Bengkulu berinisial MS, 19, dikeluarkan dari sekolah setelah mengunggah video ujaran kebencian kepada Palestina di platform TikTok. Hal ini menunjukkan adanya urgensi literasi digital di Tanah Air.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Nadia Fairuza mengkritisi belum masuknya literasi digital dalam kurikulum pendidikan nasional di Indonesia. Padahal upaya untuk meningkatkan literasi digital perlu dilakukan sejak dini.
“Pemerintah harus merespons percepatan transformasi digital ini dengan segera. Salah satunya dapat dilakukan dengan mengintegrasikan literasi digital ke dalam kurikulum pendidikan,” ungkap dia dalam siaran pers yang diterima, Jumat (21/5/2021).
Menurutnya, mata pelajaran yang dapat diadaptasikan untuk literasi digital adalah Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Namun, berdasarkan Permendikbud Nomor 37 Tahun 2018, mata pelajaran tersebut lebih berfokus pada peningkatan kompetensi teknis dalam menggunakan alat.
“Padahal selain penguasaan kompetensi teknis, memahami dan menjalankan etika dan perilaku yang bertanggung jawab dalam menggunakan teknologi dan berinteraksi di dunia maya juga tidak kalah penting, apalagi mengingat anak-anak terpapar dengan internet hampir setiap saat,” tutur dia.
Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) sebenarnya juga memiliki program peningkatan literasi digital bernama Siberkreasi. Akan tetapi, dalam hal ini perlu adanya kolaborasi dengan Kemendikbudristek.
“Perlu adanya program yang terintegrasi antara Kemendikbudristek dan Kemenkominfo terkait dengan peningkatan literasi digital terutama dengan memasukkan konten literasi digital dalam kurikulum sekolah. Dengan adanya konten pembelajaran ini, diharapkan siswa-siswi semakin dapat terinformasi dan dapat menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara bertanggung jawab,” jelasnya.
Untuk diketahui, beberapa waktu lalu, siswi SMA di Bengkulu dikeluarkan dari sekolah setelah salah satu video miliknya yang diketahui menghina Palestina viral di media sosial. Berdasarkan hasil rapat dari Dinas Pendidikan setempat dan pihak sekolah, siswi tersebut dianggap telah melanggar poin tata tertib yang ditetapkan sekolah.
Meskipun telah memberikan permintaan maaf, keputusan pihak sekolah untuk mengeluarkannya tetap tidak berubah. Dikeluarkannya siswa tersebut dari sekolah merupakan sebuah keputusan yang berlebihan.
Alih-alih mengeluarkan, pihak sekolah, Dinas Pendidikan, serta orangtua dapat melakukan refleksi bahwa perlu adanya peningkatan literasi digital untuk para siswa agar dapat menggunakan media sosial dan teknologi komunikasi dan informasi secara bertanggung jawab.
“Kejadian ini juga sebaiknya direspon pemerintah pusat supaya bisa mengeluarkan kebijakan yang responsif terhadap kebutuhan siswa,” pungkasnya. (Red/Dem)