Jumat, November 22, 2024
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Group Militans Pakistan Tutup Sekolah

Oleh Al Bahits

Pemerintahan Pakistan menghadapi dua bentuk anggapan, yaitu, pertama, apakah pemerintah di bawah Perdana Menteri Imran Khan  adalah progresif state atau terbawa proresif aliran radikalisme. Apa yang bisa direspon dari dua anggapan tersebut?

Mungkin dapat kita  awali dengan  berulangnya kekerasan di Wazieristan Barat Laut Pakistan  Mei 2018 dinilai sebagai kondisi berbahaya. Apa lagi yang diarahkan pada anak wanita lalu menyebabkan pemerintah Pakistan menutup sekolah di wilayah Pakistan Utara tersebut. Hal itu membahayakan meski tidak sampai menimbulkan korban jiwa. Kelompok Militans Pakistan menyebarkan selebaran yang menuntut penutupan sekolah di wilayah tersebut.

Pemerintah Pakistan dalam hal ini memang kurang jelas menentukan kebijakan dalam memisah  pelajar pria dan wanita, karena keterbatasan infrastrukur gedung sekolah. Ini memberi pengaruh tingkat rata-rata kekerasan pada ratusan di antara ribuan anak didik

Monitoring investigasi organisasi pernah dilakukan. Hal yang dilakukan pemeritah Pakistan tersebut menunjukkan bahwa terdapat petunjuk atau indikasi horor pada aksi anak di Pakistan.Faktanya adalah keterkaitan pemerimtah Islamabad  secara tak patut mensupport ruang dan waktu pada unsur teroris yang berakar pada awalnya kekerasan, horor aksi tersebut seperti terjadi di Jamu dan Kashmir. Banyak instansi pemerintah Pakistan ikut memberi latihan training, pengumpulan dana dan semacamnya. Itu terjadi dinegara tetangga yang berbatasan dengan Pakistan. Human Right Wach menyatakan bahwa Islamabad gagal menyetop migrant luar yang  menjadi anasir persoalan tindak kekerasan.

Sementara Komunitas internasional berharap Islamabad mampu melindungi pelajar khususnya pelajar wanita dari kekerasan dan budaya lain (bias culture) yang tidak patut. Komite Hak Azazi  Manusia Asia mencatat pada tahun 2018 ada 14 sekolah yang mendapat serangan di Diamer Grigt Blukistan Provinsi Pakistan yang menimbulkan pelbagai kerusakan.

Bede Stepard Deputy Children Human Right menyatakan bahaya bagi pelajar seperti perkosaan  bagi pelajar wanita. Namun sayangnya pemerintah Pakistan kurang peduli pada hal itu. Terutama  ketidak pedulian pada upaya komprehensip dalam merlindungi pelajar wanita. Seperti tergambar dari tampilan  Diamie  higlihgt perlakuan buruk terhadap guru berasal dari bias atau tak jelasnya  regulasi dasar pendidikan.

Adanya hal itu seharusnya di sini merupakan dasar seluru anak didik untuk bergabung diterima pada instansi sekolah. Namun, di lain pihak itu diabaikan pemerintah Pakistan dan hal itu menjadi  peluang masuk bahi element teroris. Pertanyannya apa tanggungjawab pemerintah Pakistan, mewujudkan kemanan dan kesejahteraan bagi generasi yang akan datang.

Akibat militans violence (tindak kekerasan kelompok militans) pada tahun 2019 ada 25 juta  pelajar keluar dari sekolah khususnya wanita.Grup militans termasuk  kelompok Taliban Lasykar e Janghvi dengan afiliasi lokalnya menyerang sekolah dan Universitas dengan dalil intoleransi.

Group Non Government Orgnisation or NGO menyerukan kewaspadaan dan perhatian terhadap kasus Diamer. Seperti disampaikan Alif Ailan dari laporan grup NGO setempat rendahnya  rangking pendididkan di Grigit Balisistan Region (Pak Adminisration Kashmir PAK) Sesudah  dukungan Pakistan Taliban mengambil wilayah Sweat Valley Khaybar Pakhlunkwa province pada tahun 2007 mulailah kampanye sekolah perempuan. Lebih 900 siswa perempuan deikeluarkan dan lebih 120 ribu  siswa perempuan berhenti sekolah. Di samping itu terdapat 8 ribu anak laki laki berhenti sekolah dan harus bekerja. Selain itu menurut Coalition Protect Education juga terdapat serangan kesekolah sebanyak 203 kali sepanjang tahun 2013-2017. Adanya gambaran diatas ditambah  tidak sinkronnya kebijakan pemerintah, Yaitu military development diwilayah tersebut dengan menggeser area lokasi pendidikan untuk digunakan  barak militer. Bahayanya adalah instalasi tersebut rawan terjadi serangan militer.Human Right  Wacth menyadari bahwa Pakistan sedang membangun komprehensip strategy dalam melindungi  perlajar, guru, fasilitas gedung dari sekolah dan University. Islamabad berupaya melibatkan  unsur lokal dan pemerintah pusat untuk, mengkombinasikan policy ini. Financial Action Task Force (FAITF) khawatir terhadap Pakistan yang coba mengalokasikan Rs 180 per aktifits  ekonomi penduduk. Ini digunakan utuk Jamai –ud-Dakwa  (JuD) dan FInsanial Insaniyah Foundation (FIP) di bawah program pemabangunan umat termasuk bantuan sekolah.

Laporam kantor berita Inggris Reuters menyampaikan bahwa bantuan uang berasal program tersebut, kini mengcover 30 ribu madrasah diseluruh Pakistan. Memang proyek ini digunakan untuk sekolah atau pendidikan Isalmn dengan program relegius rigid sebagai basisnya. Dalam hal ini Perdana Menteri Pakistan Imran Khan telah menyatakan bahwa Pakistan mendapat tekan  masyrkat internasional.

Namun Pakistan menegaskan program ini semata untuk kepentingan pendidikan Islam. Hanya saja unsur radikal dan lainya ikut gabung berasosiasi dalam aktivitas tersebut. Pakistan soal ini sebagai clearly shows dimana Pakistn bekerja untuk kepentingan kemajuan pendidikan di Pakistan.

Itu semua adalah tapal batas anggapan mengapa Islamabad menangani masalah pendidikan kaum muda.Mengapa terdapat  kelemahan dalam  aplikasi dilapangan radikalisme dan teroris .Jawaban tersebut adalah kekurang mampuan pemeriintah dilapangan dengan segala aspeknya. Semua  orang memahami apakah Pemerintah baru di bawah Perdana Menteri Imran Khan sebagai perwujudan Progresive State atau terbawa oleh garis progresive radikalisme. Kita tidak tahu.

Jakarta, 19 Oktober 2019

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles