Senin, September 30, 2024

KPI Ingatkan Televisi Tak Membuat Tayangan yang Memicu Pernikahan Anak

Jakarta, Demokratis

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengimbau lembaga penyiaran termasuk stasiun televisi untuk tidak membuat program atau sinetron yang dapat memicu terjadinya pernikahan anak di bawah umur. Pernyataan itu sebagai respons atas hebohnya sinetron Suara Hati Istri: Zahra yang diperankan oleh anak di bawah umur dan diceritakan menjadi istri ketiga. Sinetron itu sempat menuai polemik di kalangan netizen di dunia maya.

“Karena lembaga penyiaran justru harus mendukung upaya pemerintah dalam menekan angka pernikahan di bawah usia dewasa yang masih tinggi di Indonesia,” ujar Komisioner KPI Pusat Bidang Kelembagaan Nuning Rodiyah dalam laman website KPI Pusat.

Mengacu pada data hasil penelitian dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemeneg PPPA) menyebutkan, ada sekitar 36,62 persen anak perempuan yang menikah untuk pertama kalinya di usia 15 tahun atau bahkan kurang dari 15 tahun. Sementara anak menikah di usia 16 tahun angkanya mencapai 39.92 persen, dan 23,46 persen yang menikah di usia 17 tahun.

Data tersebut di atas menunjukkan betapa tingginya tingkat pernikahan usia dini untuk anak perempuan di Indonesia. Sementara pernikahan dini bagi perempuan menimbulkan sejumlah permasalahan. Salah satunya potensi hilangnya kesempatan untuk mendapatkan akses terhadap pendidikan.

KPI mengimbau lembaga penyiaran dan rumah produksi untuk lebih memperhatikan kepentingan anak dan remaja. Hal ini sejalan dengan aturan yang ada dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS). Yaitu Pasal 15 ayat (1) SPS KPI 2012.

Menurut KPI, perlindungan terhadap anak dan remaja mencakup anak sebagai pengisi atau pembawa program siaran, anak sebagai pemeran dalam seni peran seperti film, sinetron atau drama lainnya, dan anak sebagai materi atau muatan dalam program siaran.

“Dalam P3SPS juga mengatur larangan untuk anak-anak menjadi pembawa acara atau pengisi program yang disiarkan secara langsung di atas pukul 21.30,” ujarnya.

P3 & SPS juga mengatur anak sebagai narasumber program siaran harus sesuai dengan kapasitasnya sebagai anak. Dan jika anak diminta melakukan sesuatu di luar kapasitas, maka ia harus didampingi oleh orang tuanya.

Nuning menegaskan, rumah produksi harus memahami P3 & SPS dengan baik supaya sinetron atau program yang dibuat tidak melanggar aturan dalam penyiaran. Dia menekankan rumah produksi harus memberikan karakter peran terhadap anak di bawah umur dalam dunia akting sesuai dengan umur si anak.

“Jangan sampai diberi peran-peran yang akan berpengaruh secara negatif bagi tumbuh kembang dan psikologis anak,” tegas Nuning.

Nuning berharap lembaga penyiaran dan rumah produksi dapat menyesuaikan konten yang dibuat agar mendukung anak-anak Indonesia tumbuh dan berkembang dengan baik. Karena itu salah satu upaya untuk membentuk generasi muda yang unggul dan berkualitas di masa mendatang. (Red/Dem)

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles