Senin, September 30, 2024

Sejarah Lawang Salapan, Landmark Kota Bogor

Pada penghujung tahun 2016 yang lalu, Kota Bogor resmi memiliki sebuah teras kota yang berhadapan langsung dengan Tugu Kujang. Sebuah landmark baru yang mendampingi tugu yang sudah lama menjadi kebanggaan masyarakat Kota Bogor ini bernama Lawang Salapan atau Tepas Salapan Mlawang Dasakreta.

Dalam bahasa Indonesia Tepas Salapan Mlawang Dasakreta berarti Teras Sembilan Pintu ‘Dasakreta’. Bangunan yang didominasi warna putih ini berbentuk sepuluh pilar yang menyangga tembok bertuliskan “Di Nu Kiwari Ngancik Nu Bihari Seja Ayeuna Sampeureun Jaga”, lalu pada bagian bawah tiangnya terdapat unsur daun bunga teratai yang melambangkan Nusantara.

Kesepuluh pilar tersebut membetuk sebuah lawang atau bukaan yang berjumlah salapan atau sembilan dalam bahasa Sunda. Bukaan itulah yang menegaskan ciri-ciri asli Kota Bogor yang bersifat terbuka dan memiliki banyak daerah yang bertoponimi “lawang”.

Lawang Salapan atau Tepas Salapan Mlawang Dasakreta ini didesain dengan sarat makna sejarah, terutama sebagai peninggalan pusaka kota. Sepuluh tiang yang menjadi penopangnya melambangkan ‘Dasakreta’ yang berarti sebuah konsep yang diabadikan dalam naskah kuno Pakuan Pajajaran. Dasakreta ini akan mengingatkan setiap manusia mengenai sepuluh hal yang harus dijaga kebersihannya secara jasmani maupun rohani.

Kesepuluh tiang tersebut menghadirkan sembilan lawang yang melambangkan sembilan titik pintu yang ada pada raga setiap manusia, serta menjadi penghubung bagian tubuh manusia dengan penciptanya. Sembilan lawang tersebut menjadi simbol filosofi utama dari Kerajaan Pakuan Pajajaran, yaitu Silih Asih, Silih Asah, dan Silih Asuh. Ketiga sikap itulah yang menjadi kunci dari pembangunan Kota Bogor yang berkelanjutan. Dari ketiga sikap tersebut, muncullah sembilan acuan kesejahteraan, diantaranya.

1) Kedamaian (Peace)

2) Persahabatan (Friendship)

3) Keindahan (Beauty)

4) Kesatuan (Unity)

5) Kesantunan (Good-manners)

6) Ketertiban (Ordered by Law)

7) Kenyamanan (Convenience)

8) Keramahan (Hospitality)

9) Keselamatan (Safety)

Dengan menjaga kesepuluh bagian dalam raga, maka kesembilan aspek kesejahteraan tersebut akan terwujud atau dalam artian lain akan membuka pintu kesejahteraan. Selain itu, lawang tersebut juga menyiratkan sikap rendah hati, yaitu sebuah sikap yang senantiasa “Ngalawangan” atau mempersilahkan siapapun untuk masuk ke Kota Bogor. sikap itu juga yang terabadikan dalam topomino Kota Bogor lainnya, seperti Lawang Gintung, Lawang Saketeng, Lawang Suryakencana, dan sebagainya.

Lawang Salapan ini dapat menjadi penguat kehadiran Tugu Kujang sebagai landmark Kota Bogor, sekaligus sebagai penghubung antara Tugu Kujang dengan kawasan Kebun Raya Bogor dan Istana Bogor. Di kedua sisi Lawang Salapan terdapat dua buah gazebo berbentuk rotunda yang menggambarkan hubungan harmonis antara manusia dengan alam.

Kesepuluh tiang yang menyangga tembok putih panjang bertuliskan “Di Nu Kiwari Ngancik Nu Bihari Seja Ayeuna Sampeureun Jaga” akan menjadi pengingat semua orang tentang moto Kota Bogor yang berarti “Segala hal di masa kini adalah pusaka masa silam, dan ikhtiar hari ini adalah untuk masa depan”. ***

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles